Tiga Puluh Dua

1037 Words
Saat kedua pelatih membubarkan kegiatan latihan tanding hari itu, Sena menghampiri Rio dan timnya yang sedang membereskan peralatan yang tadi di gunakan. "Yo." Sena berjalan santai ke arah mereka, melihat kedatangan Sena tidak di sambut hangat oleh Rio. "Kenapa lo?" "Dih ketusnya. Gw cuma mau ngasih selamat kalau akhirnya tim lo bangkit lagi. Gw akui kalau mereka sangat berpotensi dalam olahraga ini." ucap Sena sungguh-sungguh. "Tentu saja. Mereka tim kebanggaan ku." Tidak lama Rizal ikut bergabung dengan mereka semua, "Lagi ngobrolin apa nih? bagi-bagi dong." "Ganggu lo." "Dih. Eh ngomong-ngomong, nama lo siapa?" tanya Rizal sambil menunjuk pada Radi. "Radi." "Radi...,sip gw bakal inget nama lo. Oh, gw Rizal. Gw gak nyangka kalau lo bisa main sehebat tadi, yah walaupun gw jauh lebih hebat." ucapnya santai. "Thanks?" "Kapan-kapan kita harus latihan tanding lagi. Iya kan, Sen?" tanya Rizal meminta dukungan pada temannya. "Tentu." Rizal pun berlalu, Rio dan Radi kembali membantu Riri dan yang lainnya membereskan barang-barang. Rio sama sekali tidak memperdulikan Sena yang masih berada di sana, hanya terdiam sambil sesekali melihat Rio. Rio sendiri bukannya tidak sadar, ia tahu jika Sena pasti sedang menunggunya tapi ia terlalu malas untuk meladeni Sena. Karena Rio hanya diam, Radi, Genta, Juna pun tidak ada yang berani untuk bertanya. Sedangkan Haikal sendiri sedang sibuk dengan kamera yang sedari tadi ia bawa. "Lo nunggu siapa lagi, Sen?" tiba-tiba saja Kak Haqi bertanya pada Sena. Sena yang di tanya tiba-tiba seperti itu tersentak kaget, ia lalu menunjuk dirinya sendiri. "Gw? gw nunggu Riri." jawabnya asal. "Hah? ngapain? gw kenal lo juga kaga." jawab Riri dengan cepat. "Kok lo sama jahatnya kayak kakak lo sih?" "Hmph!" Sena terkekeh kecil tapi saat melihat Rio sedang menatapnya dengan tajam, ia berdeham. "Gw cuma bercanda. Gw nunggu Rio sama lo Qi." jawabnya. "Ngapain nungguin kita? balika aja sana?" "Gw gak ngerti kenapa lo tiba-tiba marah-marah begini sama gw? Gw tahu kadang sikap gw terkesan sombong, tapi kan lo gak perlu bersikap dingin kayak begini." ucapnya mulai kesal dengan sikap Rio. Genta, Juna, Radi dan Riri melihat mereka berdua dengan was-was, mereka takut jika Rio dan Sena berkelahi di sini. Melihat teman-temannya menatap khawatir ke arahnya, membuat Rio menghembuskan napasnya. "Sori. Gw gak bermaksud bersikap seperti itu ke lo." Rio menghampiri Sena yang masih berdiri di pinggir lapangan, ia mengulurkan tangannya pada Sena. Ia tahu sekarang bukan saatnya lagi ia bersikap seperti ini jika ia ingin meningkatkan kemampuan Juna dan yang lainnya. Rio tahu jika ia membutuhkan Sena dan timnya untuk itu. Sena menerima uluran tangan Rio, "Gw juga minta maaf kalau selama ini bersikap kurang ajar ke lo." Selesai acara berbaikan, mereka pun kembali membereskan barang yang tersisa lalu pergi menuju ruang klub untuk berganti baju. * "Kal, lo ngerekam latihan tanding dengan baik kan?" tanya Juna. Haikal mengangkat jempolnya tinggi, "Of Course! Pokoknya traktiran lo jangan lupa." Juna mendengus, padahal ia berharap jika Haikal lupa dengan traktiran itu. "Traktir apa?" tanya Rio yang sudah berganti pakaian. "Juna bilang kalau gw mau ngambil video latihan tanding kalian dengan bagus, Juna bakal traktir gw makan." Rio terawa kencang, "Gw pikir lo dengan suka rela dateng buat ngerekam, rupanya ada sogokan." "Tidak ada yang gratis di dunia ini, kawan." jawab Haikal santai. "Oke, kalau gitu besok gw traktir kalian semua makan bakso Cak Tono!" Sorak sorai dari kaum-kaum pemuja gratisan langsung terdengar nyaring. Selesai berganti pakaian, mereka semua segera keluar dari ruang klub. Saat sedang berjalan menuju parkiran, mereka melihat Sena sedang duduk di salah satu anak tangga yang ada di sana. "Ngapain lo nongkrong di sini? lo gak balik sama yang lain?" Sena pun menoleh pada Rio dan timnya, "Gw mau mampir ke rumah lo." jawabnya sambil melihat Rio dengan senyum lebarnya. "Ngapain, njir?" "Boys night! ayolah!" ucapnya sambil merangkul Rio, "Lo setuju kan, Qi?" tanyanya pada Haqi. "Gw sih ngikut aja." jawabnya. "Sip. Karena gw gak bawa motor, gw nebeng ke lo ya." Rio, Riri, Sena dan Haqi pun pergi bersama ke rumah Rio untuk menginap. Setelah sampai di rumah, Riri langsung meniggalkan kakak dan teman-teman kakaknya untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu ingin cepat-cepat membersihkan tubuhnya dan istirahat. Sena dan Haqi juga bergantian menumpang membersihkan badan mereka di kamar mandi Rio. Untungnya kamar mandi Rio ada di dalam kamar, sehingga mereka tidak harus repot keluar masuk kamar. "Oh iya, kalian udah mulai persiapan untuk pertandingan nasional antar sekolah nanti?" tanya Sena sambil memainkan gitar milik Rio. "Sepertinya Alvan sama Pak Ridwan yang mengurus hal itu." jawab Rio yang sedang berbaring di kasurnya. "Karena pertandingan nasional ini mencakup seluruh olahraga jadi penyisihan grup nya pun sangat ketat. Masing-masing cabang olahraga hanya di sediakan beberapa untuk masing-masing sekolah." kata Sena memberikan informasi. Seperti yang di katakan Sena, pertandingan nasional antar sekolah ini bukan lah pertandingan khusus sepak takraw tetapi gabungan dari beberapa cabang olahraga dan sepak takraw adalah salah satunya. Karena hal itu lah klub yang sudah melakukan pendaftaran akan di seleksi lagi karena mereka hanya memilih beberapa untuk setiap masing-masing sekolah. "Gw gak sabar buat ngelawan Putra." kata Sena. Haqi yang sedang mengeringkan rambut nya melirik ke arah Sena tidak suka. "Gw juga gak sabar buat bertanding dengan tim-tim hebat lainnya." balas Rio sambil tertawa lebar. "Melihat anggota tim lo yang tadi, kayaknya gw harus mulai berhati-hati menghadapi kalian sebagai lawan. Terutama anggota lo yang main sama Haqi, siapa nama nya? Radi?" Rio mengangguk semangat. "Yup. Gak cuma Radi, tapi lo juga harus waspada sama anggota tim gw yang lain, juga sama gw dan Haqi." Sena mendengus lalu terkekeh. "Lo betul." Mereka mengobrol sepanjang malam, membahas apapun yang bisa di bahas antar lelaki. Tentang sepak takraw juga tentang percintaan Sena yang tidak maju-maju. "Serius deh, gw gak ngerti sama jalan pikiran cewek." sungut Sena setelah ia menceritakan tentang gebetannya. "Bukan ceweknya yang susah di mengerti, lo nya aja kali yang apes." ucap Rio sambil tertawa terbahak. "Kayak Haqi dong, diem-diem pasti udah punya cewek." lanjutnya. Haqi yang sejak tadi hanya menjadi pendengar yang baik, menaikan alisnya saat namanya mulai di sebut-sebut. "Apaan nih bawa-bawa gw?" "Lo pasti punya cewek yang lo taksir kan?" tanya Rio penasaran. "Gak ada." "Bulshit." "Paling dia naksir adek lo, Yo." "Wah kalau itu beda lagi urusannya." Lalu mereka pun tertawa bersama, hingga akhirnya mereka tertidur lelap. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD