Dua Puluh Satu

1125 Words
"Jadi kemaren gimana?" tanya Haikal saat kami sudah duduk sambil membawa makanan yang kami pesan masing-masing. "Kemaren mereka nyebelin banget. Gw padahal udah bilang kalau pulang dari latihan ke tempat Alvan dulu tapi gak ada yang dateng. Gw telpon Haqi juga kaga di angkat sama tuh bocah." seloroh Rio. Aku dan Radi hanya saling pandang, tidak tahu apakah kami memberitahu kan kejadian kemarin atau tidak. Apalagi Kak Haqi sudah meminta kami untuk tidak mengatakan hal itu pada Rio, tapi aku juga penasaran. Lebih baik cari aman aja dulu deh. "Kemaren kita emang udah di jalan buat ke tempat Pak Alvan, tapi mendadak gw di telpon nyokap untuk langsung pulang karena ada urusan mendadak." Haikal menolehkan kepalanya padaku, "Masalah padepokan?" Aku pun buru-buru menganggukkan kepala ku. Nice my friend! "Iya iya, ada masalah sama padepokan." "Padepokan apa?" tanya Rio. "Eummm..., karena gw udah memutuskan untuk tidak melanjutkan pencak silat jadi aku meminta Kakak ku atau keluarga ku yang lain untuk sesekali melihat padepokan. Tadinya itu tugas ku karena mendiang kakek ku yang meminta nya." ucap ku yang tentu saja aku tidak berbohong tentang yang satu ini. "Tapi aku rasanya tidak akan bisa lagi memantau padepokan karena jaraknya yang cukup jauh dari rumah juga karena aku sudah memutuskan untuk masuk ke klub sepak takraw kan. Jadi setidaknya waktu libur ku ingin ku pakai untuk latihan sepak takraw." lanjut ku. Aku kaget saat melihat Rio sudah menatap ku dengan berbinar-binar. "Junaaaaaaa!! aku merasa terharu!" "Ihhh apaan sih! lepas ege! gw normal woi!" teriak ku sambil mencoba melepaskan pelukan Rio. "Kalian lagi apa?" Tiba-tiba Haqi datang dengan membawa semangkok bakso di tangannya. "Jun... gw gak tau kalo lo...." ucap Genta yang ternyata berada di belakang Kak Haqi. "Heh, gw normal ya! lepas woi!" "Aduuhh, Juna malu-malu nihhh." kata Radi menambahkan dengan sekuat tenaga menahan tawanya. Haikal? itu anak malah udah mengeluarkan ponselnya untuk merekam kejadian ini. "Awas yaaa kalian!! lepasass!! * Setelah insiden memalukan di kantin, kami kembali ke ke kelas masing-masing. Tentu saja aku mendiamkan kedua teman ku yang tidak setia kawan itu. "Oh iya, Jun. Nih kunci ruang olahraga. Hari ini klub lo sama klub basket kan latihan. Harusnya gw yang buka ruang klub sambil keluarin bola basketnya tapi gw mau k wc dulu, jadi lo aja yang buka ruang olahraga." Haikal pun memberikan kunci ruang olahraga pada ku. Setiap tidak ada jadwal olahraga, ruangan olahraga indoor memang sengaja di kunci. Jadi setiap klub yang akan memakai ruang olahraga untuk latihan harus mengambil kunci di ruang guru. Aku hanya mengangguk dan mengambil kunci itu lalu memasukannya ke kantong saku celana ku. Marah lama-lama dengan Haikal itu percuma, karena laki-laki satu itu selalu bersikap cuek seperti biasa seakan tidak terpengaruh oleh aura kekesalan ku. Setelah bel pelajaran terakhir berbunyi, Haikal langsung melesat cepat keluar kelas dengan tasnya yang masih terbuka. "Kenapa Haikal?" tanya Radi pada ku. "Kebelet boker kali." Kami berdua pun langsung keluar kelas untuk segera pergi ke ruang olahraga. Sesampainya di depan ruang olahraga, ternyata Genta sudah menunggu sambil duduk di tangga kecil. "Yo. Cepet amat lo dateng." sapa Radi sambil menghampiri nya. "Jam Bu Dwi selesai lebih awal, jadi gw langsung ke sini aja. Aku pun membuka pintu ruang olahraga dan pamit sebentar untuk berganti baju di ruang klub. Saat aku dan Radi kembali ke ruang klub, rupanya anak-anak klub basket pun sudah banyak yang datang dan mulai melakukan pemanasan. "Biasanya kita selalu latihan sama klub lain ya?" tanya Genta saat kami semua sudah berkumpul menunggu para senior. "Iya. Karena klub kita juga hanya punya sedikit anggota jadi katanya kami belum di bolehkan untuk memakai ruang olahraga indoor sendiri." jawab ku. "Loh, Kak Haqi sama Rio belum dateng?" Aku menolehkan kepala ku pada Riri yang baru saja datang. "Kayaknya kelas mereka telat lagi deh keluarnya. Oh iya, Ta. Lo belum kenalan sama Riri ya? dia manajer kita, dan adiknya Rio." jelas ku pada Genta. Riri dengan sopan mengulurkan tangannya dan di sambut santai oleh Genta. "Gentara, tapi panggil aja Genta." "Riri." Kami bertiga pun memilih untuk melakukan pemanasan sembari menunggu Rio dan Kak Haqi. Lalu lima belas menit kemudian Kak Haqi dan Rio datang dengan sudah mengenakan pakaian olahraga. "Sorry sorry, kita berdua telat lagi." kata Rio sambil sedikit terengah, sepertinya kakak kelas ku itu berlari sekuat tenaga. "Oh! Ternyata kalian sudah melakukan pemanasan. Baiklah kalau begitu aku akan langsung mengajarkan dasarnya pada Genta." Kak Haqi melemparkan bola rotan itu pada Rio. "Mungkin lo udah tau kalau bola sepak takraw seperti ini." ucapnya sambil menunjukan bola rotan berukuran kecil itu. "Aku tidak akan banyak mengajar kan secara teori, jadi mari langsung saja praktek." lanjut nya sambil tertawa lebar. Rio meminta kami membentuk lingkaran, lalu menyuruh kami untuk saling menerima dan melemparkan bola ke samping. Kami tidak boleh menjatuhkan bola rotan tersebut. Jika bola itu jatuh atau kami akan menerima hukuman yaitu tuck jump, yaitu gerakan melompat dengan postur seperti sedang melakukan skot jump. Kami harus melakukan itu selama sepuluh kali, setelah nya kami harus kembali ke lingkaran dan menerima bola rotan itu kembali. Terus seperti itu sampai kami tidak lagi menjatuhkan bola rotan tersebut. Setelah satu setengah jam berlalu, Rio pun menjatuhkan bola dan mengambilnya. "Tak cukup!" Secara kompak aku, Radi dan Genta langsung merebahkan diri ke lantai sambil mengatur napas yang seakan sudah hampir habis. Bagaimana tidak, selama satu setengah jam itu, aku sudah melakukan tuck jump hampir lima puluh kali karena gagal menerima bola dari Kak Haqi. Rasanya lutut ku ini sudah tidak bertenaga seperti agar-agar. Selain aku yang lebih parah adalah Genta, padahal dia baru saja bergabung tetapi Rio langsung memberikan latihan seperti ini. Rasanya aku bersyukur saat pertama kali bergabung, aku tidak langsung latihan berat seperti ini. Riri menghampiri kami sambil memberikan botol berisi sport drink seperti biasa. "Thanks." kata ku sambil menerima botol dan handuk kecil darinya. Aku yang memang sudah sangat haus segera meminumnya, begitu juga dengan kedua teman ku yang lain. "Kedepannya kita akan banyak latihan seperti ini, apalagi setelah Alvan benar-benar resmi menjadi pelatih kita. Gw yakin latihan yang dia berikan akan lebih berat lagi. Dan aku juga punya rencana untuk melakukan latihan tanding dengan sekolah lain." katanya. "Latihan tanding? dengan siapa?" "Nirmala Highschool. Aku punya teman dari sekolah itu, dan dia dengan senang hati menerima latihan tanding ini." "Kau yakin? gw dan Genta kan benar-benar masih pemula. Kami masih perlu banyak latihan." "Dan latihan terbaik adalah langsung bermain kan? sebelum kita mengikuti pertandingan antar sekolah nanti, lebih baik kalian merasakan latihan tanding lebih dulu dengan begitu pengalaman juga latihan kalian akan lebih baik. Tentu saja gw harus meminta saran pada Alvan lebih dahulu, tapi gw yakin dia pun akan setuju dengan usul gw ini. Senin nanti beliau bakal langsung melatih kita, jadi kita tunjukin kalau kita bisa membawa kemenangan dan menghidupkan kembali klub sepak takraw! *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD