Enam Belas

1220 Words
Aku meregangkan badan ku di atas tempat tidur, rasanya malas untuk keluar hari ini tapi aku sudah kadung janji dengan Radi untuk keluar beli sepatu. Bunyi ponsel terdengar, dengan malas aku mengambil ponsel ku dan melihat siapa yang mengirim pesan. Hai_kal : Dimana Lo? Junaaaaa : Masih di rumah. ngapa? Hai_kal : Gue mampir ke rumah lo ya. Males gue di rumah lagi ada arisan. Junaaaaa : Gue mau keluar sama Radi, lo ikut aja. Hai_kal : K. Gue mampir dulu ke rumah lo. Aku kembali meletakan ponsel ku di atas nakas meja. Dan dengan langkah gontai aku mengambil handuk lalu segera masuk ke dalam kamar mandi. Setengah jam kemudian saat sedang merapikan rambut ku dengan gel rambut, suara Mamah memanggil ku terdengar nyaring. "Bentaaarr!" balas ku berteriak menyahuti panggilan Mamah. Saat aku sedang memasukkan dompet ke dalam tas, pintu kamar ku terbuka dan Haikal berjalan masuk ke dalam dengan santainya. "Yo." "Cepet amat lo sampe." "Males banget gue di rumah. Nyokap lagi ngadain arisan. Btw lo mau keluar kemana sama Radi?" tanya Haikal sambil menyalakan televisi dan mencari siaran favoritnya, pertandingan bola basket. "Mau nyari sepatu." "Bukannya lo udah punya banyak sepatu olahraga?" "Gue kayaknya butuh sepatu khusus. Makanya begitu Radi ngajak mau cari sepatu, gue ikut." Haikal menganggukan kepalanya. "Terus gimana latihan lo? lancar?" "Ya gitu lah. Bisa di bilang lancar. Gue juga udah cukup paham dan menguasai teknik dasar sepak takraw." "Jadi sejauh ini lo tertarik?" Aku duduk di kursi tempat biasa aku mengerjakan tugas. "Sejauh ini gue masih cukup menikmatinya. Kadang gue juga kesel kalau gue gak ada peningkatan. Rasanya seperti saat pertama kali gue mengikuti pencak silat." Haikal terkekeh. "Harusnya dari awal lo gak perlu ber drama sama Rio dulu." "Yeee. Dulu kan gue gak tahu kalau bakal semenarik ini." "Ngomong-ngomong setahu gue klub sepak takraw lo itu belum ada pelatih nya kan? siapa yang ngajarin lo selama latihan kemaren?" "Rio juga kak Haqi. Kadang Radi juga bantu gue kalau gue gak ngeh sama apa yang di ajarin Rio. Oh sama Ririn juga." "Cewek yang waktu itu motornya mati ya?" tanya Haikal dan aku mengangguk sebagai jawabnya. "Cewek itu cewek nya kak Haqi ya?" "Hah?" "Soalnya kak Haqi nge chat gue, dia bilang makasih gitu lah udah nganterin cewek itu." Aku mengangkat bahu ku. "Gue gak tahu sih, gue juga males nanya-nanya begituan." Dering ponsel ku terdengar dan aku segera menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan itu. "Ya halo?" "Gue lagi di depan perumahan Nusa nih. Ini masuk ke dalam perumahan nih?" "Iya, lo masuk aja. Nanti lo lurus bentar, abis itu lo bakal liat ada dua belokan, lo belok kanan." setelah mengatakan hal itu, aku langsung menutup telponnya. "Radi bentar lagi sampe, yuk cabut." Aku juga Haikal segera turun ke lantai bawah, kebetulan kami berdua berpapasan dengan Mamah yang habis dari dapur. "Loh, kalian mau pergi sekarang?" tanya Mamah begitu melihat ku dan Haikal turun dari tangga. "Iya, bentar lagi temen Juna nyampe jadi Juna mau tunggu di luar aja biar langsung pergi." "Gak suruh temen kamu masuk dulu?" "Gak lah Mah, nanti takutnya macet kalau berangkat terlalu siang. Juna pamit dulu, Mah." "Ya sudah kalian hati-hati ya." Aku juga Haikal menyalami Mamah dan bergegas menunggu kedatangan mobil Radi di depan rumah. Untung nya Radi memang berencana membawa mobil atau lebih tepatnya anak itu ingin pamer karena sudah mendapatkan SIM. Tidak perlu waktu lama kami menunggu mobil Radi datang, begitu mobilnya datang, aku dan Haikal bergegas masuk ke dalam. "Yo, Kal." sapa Radi begitu melihat Radi masuk dan duduk di bangku penumpang di belakang. "Yo." "Ini ada rencana mau beli sepatu dimana?" tanya ku begitu mobil Radi jalan meninggalkan perumahan Nusa. "Gimana kalau di Sport Shoes? biasanya di sana lengkap banget." Aku juga Haikal mengangguk setuju. Kami menghabiskan waktu di perjalanan dengan mengobrol banyak hal. "Gila, jadi lo juga penggemar Red Bull?" tanya Radi semangat pada Haikal. "Yoi, tapi gue juga pendukung Blue Ball." Mereka berdua sejak tadi membicarakan tentang klub bola basket antar kampus yang memiliki potensi untuk bisa masuk klub pro. Setelah satu jam di perjalanan, akhirnya kami tiba di sebuah Mall yang cukup besar. Kami bertiga segera masuk ke dalam untuk ke tempat Sport Shoes. Toko yang terbilang cukup besar dan memiliki berbagai macam perlengkapan olahraga yang cukup komplit. Begitu memasuki toko ini, Haikal sudah melipir sendiri ke bagian basket. Sedangkan aku juga Radi langsung menghampiri bagian sepatu olahraga yang cocok untuk sepak takraw. "Menurut lo sepatu apa yang bagus?" "Hmm... menurut gue yang gak licin." Aku mengangguk, mereka memang memerlukan sepatu yang tidak licin saat di gunakan karena mereka akan lebih banyak melompat untuk menerima dan memukul bola. Cukup lama aku berkeliling mencari sepatu yang cocok dan nyaman untuk ku. "Gimana lo udah dapet?" tanya Radi menghampiri ku dengan sepasang sepatu di tangannya. "Lo sendiri udah dapet?" "Yup. Gue mau ngambil yang ini. Lo?" "Gue bentar liat-liat bentar lagi deh. Kalau masih belum nemu yang cocok paling abis ini kita cari di toko lain." "Oke, kalau gitu gue bayar sepatu gue ini dulu." Aku kembali melihat-lihat sepatu yang tersedia. Setelah sepuluh menit akhirnya aku mendapatkan sepatu yang cocok dan nyaman saat di gunakan. Tanpa pikir panjang aku pun segera membawanya ke kasir. "Lo beli apaan, Kal?" tanya ku saat melihat Haikal membawa kantong berisi belanjaannya. "Bola sama hand band baru, terus sol sepatu dalem." "Gak sekalian beli sepatu baru?" "Gak lah, sepatu gue masih berfungsi bagus. Next mungkin. Lo sendiri udah dapet sepatu nya?" "Yoi, tadi mbaknya bilang ukuran ini pas banget tinggal satu." Selesai membayar belanjaan kami masing-masing, kami memutuskan untuk melihat-lihat toko yang lain sambil menunggu jam makan siang. "Kalian bakal ikut lomba sepak takraw?" tanya Haikal saat kami memasuki sebuah restoran Jepang cepat saji. "Si Rio sih bilang begitu. Mana niatnya menang sampai lomba nasional lagi. Dikiranya gampang apa ya." jawab ku dengan kesal. "Kalau menurut gue malah bagus. Dengan kita menaruh target tinggi di depan mata, bisa menjadi acuan untuk kita berlatih lebih keras agar target tercapai." ucap Radi. "Kalau orang-orang nya kayak lo atau Rio atau Kak Haqi sih gue juga setuju. Tapi kan lo tahu sendiri kalau gue ini bener-bener noob, pemula banget. Walaupun gue udah mahir teknik dasar dari sepak takraw, gue masih belum berani menaruh target setinggi itu." "Masih banyak hal yang harus gue pelajari, bahkan aturan dasarnya aja gue kadang masih salah. Jadi rasanya gue takut masang target terlalu tinggi. Gue takut nantinya tidak sesuai dengan ekspetasi." lanjut ku. "Yah mungkin lo ada benernya. Sekarang yang harus kita lakukan hanyalah berlatih sungguh-sungguh, menaruh target sedikit demi sedikit hingga siap untuk menaruh target besar nantinya." ucap Radi. Aku dan Haikal mengangguk setuju dengan yang di katakan Radi. "Jadi sampai pertandingan antar SMA nanti kalian belum punya pelatih?" tanya Haikal sambil mengunyah makanannya. "Rio bilang sih kalau klub sepak takraw kami sebenarnya punya pelatih tapi entah kenapa dia tidak melatih klub kami lagi. Mungkin untuk sementara Rio dan Kak Haikal yang melatih kami sampai pelatih itu mau kembali ke klub atau ada pelatih baru." jawab ku. Kami mengobrol sampai makan siang kami habis, lalu memutuskan untuk melihat-lihat sebentar lagi. Aku pikir kami hanya belanja, jalan-jalan dan mengobrol sebentar ternyata hari sudah cukup sore begitu kami bertiga keluar dari mall. Karena sudah cukup sore aku dan Haikal pun memilih pulang sandiri-sendiri menggunakan ojek online karena rumah kami saling berlainan arah dengan rumah Radi. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD