Rio POV :
Karena hari ini libur, gue juga Haqi udah berencana untuk pergi ke rumah si Alvan. Siapa doi? Alvan dulu adalah asisten pelatih sewaktu gue baru masuk SMA sini, gak lama dari gw gabung ke dalam tim, pelatih utama kami meninggal dunia lalu Alvan memilih untuk berhenti juga. Sejak saat itu tim kami tidak memiliki pelatih.
Saat itu Kakak kelas kami sudah melakukan banyak cara untuk membuat Alvan bergabung kembali dengan melatih tim kami, tetapi Alvan bersikeras jika ia tidak akan kembali lagi. Saat posisi pelatih kosong, kakak kelas yang lain pun mencoba untuk mencari orang lain yang bersedia untuk menjadi pelatih kami, namun apa daya tidak ada orang yang lebih baik dari Alvan.
Sejak itu lah tim kami tidak memiliki pelatih, sejak saat itu pula tim kami semakin tertinggal dan tidak pernah menang satu pun lomba, bahkan lomba melawan tim amatir pun kami kalah. Lalu saat angkatan kelas tiga lulus, mereka membubarkan tim kami. Saat itu hanya gue yang tidak setuju, namun tidak di dengar oleh yang lain.
Beberapa minggu setelahnya, mungkin melihat gue yang lesu, lemah, lunglai (oke gue tau gue lebai), akhirnya memilih curhat dengan sohib gue satu-satunya, dan dari situ lah Haqi menawarkan diri untuk bergabung. Tentu saja gue langsung mengiyakan, bukan hanya karena gue butuh orang untuk membuka kembali klub sepak takraw, tapi juga karena Haqi jago olahraga ini juga sama seperti gue. Hanya saja saat itu Haqi tidak bisa ikut klub kami karena ia harus menjaga adik-adiknya selama ibunya sakit dan ayahnya yang harus keluar kota untuk bekerja.
Lalu setelah klub kami memiliki beberapa anggota baru, dan sangat berpotensi untuk menaikan kembali kejayaan Harimau Putih, aku meminta Haqi untuk menghubungi Alvan dan meminta pria itu untuk melatih kami. Tetapi pria itu malah menolak ajakan Haqi mentah-mentah. Kenapa bukan gue yang ajak Alvan sendiri? sumpah gue males banget sama dia, kalau bukan karena ini demi kemenangan kami di pertandingan nanti juga masa depan tim, gue gak akan mau ngeliat mukanya.
Gue udah tahu kalau gak akan mudah ngajak Alvan untuk gabung, makanya hari ini gue meliburkan klub supaya gue juga Haqi bisa mengobral langsung dengan Alvan. Kemarin Haqi sudah memberitahu gue kalau hari ini Alvan akan ada di cafe nya, jadi kita berdua memutuskan untuk datang agak pagi supaya tidak menganggu jam sibuk Alvan.
Tepat pukul sembilan terdengar belum berbunyi yang gue yakini kalau itu pasti Haqi.
Gue yang bersiap untuk pergi di tahan oleh nyonyah rumah a.k.a ibu gue.
"Mau kemana kamu, Kak?" tanya beliau.
"Rio mau keluar dulu sama Haqi, Mah." jawab gue sambil mencium punggung tangan Mamah.
"Oh... ya udah hati-hati. Jangan pulang terlalu malam." nasihat Mamah yang biasa gue denger setiap kali gue keluar rumah.
Setelah pamit, gue pun segera bergegas keluar rumah dimana Haqi sudah menunggu di depan pintu sambil bersandar di tembok samping pintu.
"Sori gue lama keluarnya. Yuk langsung cabut."
Gue dan Haqi pun langsung pergi menuju kafe Alvan mengendarai motor kami masing-masing.
Setengah jam setelahnya akhirnya kami sampai di depan kafe milik Alvan. Kafe itu tidak terlalu besar juga tidak kecil, kafe bertema elegant nature ini memiliki beberapa tempat spot foto yang aesthetic atau kata cewek-cewek instagramable.
Tanpa membuang-buang waktu, gue juga Haqi langsung masuk ke dalam dan di sambut ramah oleh pramuniaga yang ada di sana.
"Silahkan mau pesan apa?" tanyanya sambil tersenyum ramah pada kami berdua.
"Maaf mbak kita bukan mau pesen tapi mau ketemu sama Pak Alvan. Pak Alvan nya ada, Mbak?" tanya Haqi pada pramuniaga tersebut.
"Oh Pak Alvan ada, tunggu sebentar ya akan saya panggilkan."
gue juga Haqi mengangguk sambil tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Tak lama Alvan datang menemui kami. Gue bisa lihat kalau Alvan mengerutkan keningnya saat melihat kehadiran kami berdua, mungkin karena dia juga tahu maksud dan tujuan kami berdua menemui dirinya, Alvan langsung mengajak kami ke rooftop, tempat favorit yang selalu ramai jika sudah sore hari.
Begitu kami bertiga duduk, Alvan langsung bertanya tanpa berbasa-basi terlebh dahulu.
"Jadi ngapain kalian ke sini?" tanyanya sambil menyalakan sebatang rokok.
"Seperti yang udah gue bilang kemarin di telfon Kak, gue mau lo ngelatih kami lagi." jawab Haqi dengan tenang.
Alvan menghisap rokoknya dalam lalu menghembuskan, "Dan seperti yang sudah gue sampaikan juga saat itu kalau gue nolak kan? masih belum jelas?
Gue menghembuskan napas kesal, tapi gue tahan karena gue gak mau menambah Poin untuk nya untuk tidak mau melatih kami.
" Kenapa sih lo nolak banget untuk ngelatih kami?" tanya gue dengan sangat amat menahan rasa kesal.
"Gue udah gak punya alasan lagi untuk suka sama sepak takraw." jawabnya enteng.
"Kenapa? lo gak punya alasan karena Pak Ben meninggal? lo kan tahu kalau itu bukan salah lo, kakak-kakak kelas yang lain pun gak ada yang nyalahin lo kan?"
"Lo mau ngomong apa juga gue tetep gak mau. Lagian selain lo sama Haqi gue yakin yang lain gak punya kemampuan apapun."
"Itu karena kami gak punya pelatih untuk membimbing kami!" seru gue.
"Kenapa sih dari dulu lo ngotot banget buat gue ngelatih tim kalian? terutama setelah lo mulai membuka kembali klub Harimau Putih. Bukannya masih banyak orang lain yang mau jadi pelatih kalian? gak harus gue kan?"
"Ya emang gak harus lo, tapi dari semua orang itu yang memiliki kemampuan paling terbaik ya adalah lo."
Alvan mendengus, "Coba alasan apa yang bisa lo kasih tahu ke gue biar gue mau ngelatih tim amatir lo itu?" tantang nya.
"Anggota tim gue yang sekarang memang tidak hebat, tetapi gue jamin kalau lo bisa memoles nya, tim ini bisa menjadi tim terkuat di sekolah bahkan di daerah."
"Kenapa lo yakin banget?"
"Karena tahun ini kita punya anggota spesial."
Alvan menaikan alisnya, "Spesial? dia anggota pemain sepak takraw nasional?"
Gue menggeleng, "Bukan. Tapi dia pemenang pencak silat nasional."
Gue melihat Alvan terdiam sebentar lalu tertawa terbahak. "Ya ampuuun. Lo serius? kocak sumpah."
"Dan tolol." sambung nya dengan nada serius.
"Apanya yang spesial dari itu? bahkan keduanya juga bertolak belakang. Sepak takraw adalah olahraga, sedangkan pencak silat adalah bela diri. Lo kok bisa kepikiran buat jadiin anak itu masuk ke dalam klub lo?" tanyanya dengan dingin.
"Gue ngeliat anak itu punya potensi. Dia memang masih sangat amatir tapi gue jamin kalau dia bisa jadi pemain sepak takraw yang hebat." jawab gue.
"Dan dia sudah menguasai dengan baik teknik dasar dari sepak takraw hanya dalam beberapa hari." sambung Haqi yang langsung membuat gue ikut mengangguk setuju.
"Selain itu kami juga memiliki satu anggota baru yang sudah memiliki kemampuan rata-rata dalam sepak takraw, saat SMP dia pernah mengikuti rekruitmen pemain sepak takraw junior nasional, walaupun dia gagal di babak pertengahan. Bukan kah hal itu bisa menjadi poin menarik untuk kau kembali bergabung sebagai pelatih kami." jelas Haqi dengan sangat serius.
Terlihat Alvan sedang berpikir sembari menghisap rokok nya. Gue benar-benar berharap jika Alvan mau bergabung kembali bersama kami, gue gak mau menyia-nyiakan anggota yang menurut gue memiliki potensi yang sangat besar untuk sukses.
"Jujur gue masih gak punya alasan untuk jadi pelatih kalian kembali, tetapi melihat kalian yang keras kepala, gue yakin kalian pasti akan terus melakukan apa saja untuk membuat gue gabung kembali." ucapnya sambil mematikan rokoknya yang sudah habis.
"Kalau begitu dua hari lagi gue bakal dateng ke sekolah kalian untuk melihat kemampuan anggota baru kalian, jika memang mereka terbukti memiliki kemampuan seperti yang kalian katakan, gue bersedia untuk kembali menjadi pelatih kalian. Bagaimana?"
Mendengar hal itu rasanya seperti ada kupu-kupu yang menari di perut gue, gue pun melihat Haqi yang sudah menatap gue serius dan mengangguk. Kami pun menatap Alvan bersamaan lalu mengangguk serempak.
"Deal!" ucap kami berdua bersama.
Setelah perbincangan itu, gue sama Haqi keluar dari kafe dan senyum gue tidak juga hilang. Rasanya gue mau teriak sekencangnya.
Haqi menepuk bahu gue pelan. "Sekarang tugas kita adalah meningkatkan kemampuan Radi juga Juna agar bisa menarik perhatian Alvan."
"Lo bener, sampai rumah nanti gue bakal bilang ke anak-anak kalau besok kita bakal kumpul untuk membicarakan hal tadi pada mereka berdua dan mempersiapkan yang lainnya juga."
*
-Rio Pov End-