Empat Belas

1326 Words
Hari demi hari latihan kami jalani, latihan ringan hingga berat (tentu saja ini menurut ku) telah kami jalani. "Kita libur latihan selama tiga hari." kata Rio saat kami selesai latihan. "Tumben lama? biasanya lo cuma ngasih libur satu hari." balas ku. "Gue sama Haqi ada perlu." "Perlu apa?" "Kepo lo." Aku mendengus kesal, aku segera mengganti baju olahraga yang sudah basah karena keringat dengan seragam sekolah. Saat-saat seperti inilah mandi menjadi hal yang sangat di tunggu-tunggu. "Jun, besok lo ada acara?" tanya Radi begitu selesai berganti pakaian. "Ngapa? lo mau ngajak gue kencan?" "Anjir, kaga nyet. Gue mau nyari sepatu baru, sepatu gue yang ini udah gak enak untuk di pake. Barangkali lo mau ikut." Aku mengikat sepatu ku dan melihatnya sejenak. Kayaknya gue juga butuh sepatu olahraga deh, "Oke." jawab ku sambil berdiri dan menyelempangkan tas ku di bahu. "Gue duluan ya. Mau jemput Kakak gue nih." ucap ku seraya berjalan menuju pintu keluar. "Lo punya kakak?" tanya Rio. "Yoi, udah ya gue duluan. Kalau telat bisa tamat gue." Aku pun pergi dari sana secepat mungkin sebelum Rio ataupun yang lainnya menahan ku lebih lama. Sambil bersiul dan memainkan kunci motor, aku terus berjalan menuju tempat parkiran motor. "Lo ngapain jongkok gitu?" tanya ku heran saat menemukan Riri tengah berjongkok di depan sebuah motor matic. Riri yang kaget karena suara ku langsung mendongakkan kepalanya, ia bernapas lega saat tahu aku lah yang tadi bertanya padanya. "Ini motor gue mogok." jawabnya sambil kembali melihat motornya. "Mana coba gue liat." Aku mencoba menyalakan motor itu tetapi hanya bunyi suara mesin yang hampir mati. Melihat bar bensin yang masih terisi cukup sepertinya bukan karena kehabisan bensin. "Ngapain kalian berduaan?" Kali ini aku ikut terkejut dengan suara yang datang. Aku menatap kesal Haiqal, "Bisa gak, gak usah ngagetin." "Yee, yang ngagetin siapa? lo berdua kenapa dah bengong liatin motor?" tanya Haiqal sambil berjalan mendekati aku juga Riri. "Motor Riri mogok, bensinnya sih penuh kayaknya karburatornya deh." jawab ku. Haiqal berjongkok dan mengamati sebentar sebelum ia kembali berdiri dan menatap ku juga Riri bergantian. "Ini mah harus di bawa ke bengkel." "Yaaah, terus motor gue, gue tinggalin di sini? atau gimana?" tanya Riri dengan wajah lesu. "Ya mau gak mau lo kudu panggil orang buat bawa nih motor ke bengkel. Atau gini aja, Juna anter lo balik gue yang bakal urus motor lo, gimana?" tanya Haiqal pada Riri. "Duh sori, bukannya gue gak mau anterin lo balik, Ri. Tapi gue ada urusan, gue mau jemput Kakak gue." jawab ku buru-buru. Kami terdiam sebentar, jujur saja aku juga merasa tidak tega meninggalkan Riri sendiri, kalau saja aku tidak ada urusan pasti dengan senang hati aku akan mengantarkannya. "Lo minta tolong sama Kak Haqi aja gimana?" tanya ku kemudian setelah ingat jika Kak Haqi sering mengantar Riri jika latihan mereka hingga malam. "Dia lagi ada urusan sama Rio." jawabnya dengan lemas. Aku menggaruk kepala ku bingung. "Ya udah gini aja, gue yang anter lo pulang. Masalah motor nanti gue balik lagi ke sini sama temen gue yang punya bengkel. Gimana? atau lo mau naik ojek online aja?" tanya Haikal. Riri terlihat berpikir sejenak, ia melihat jam tangannya. Sekarang sudah pukul tujuh malam, biasanya di daerah sekolah ku ini cukup lama menunggu untuk mendapatkan ojek online. "Kalau lo gak keberatan, gue boleh minta tolong anterin gue? cuma sampe jalan raya aja juga apa kok." Aku dan Haikal saling pandang lalu terkekeh geli bersamaan. "Lo gak usah khawatir, Ri. Dia ini temen gue, orangnya baik kok." kata ku memperkenalkan Haikal pada Riri. "Haikal." "Riri." "Telat banget gak sih kenalannya?" tanya Haikal sambil tertawa. "Ya udah, Lo anter Riri balik aja sampe depan rumah. Gue balik duluan ya. Bye gaes!" Aku menaiki motor ku sendiri, menyalakan dan langsung tancap gas pergi meninggalkan Haikal dan Riri. Aku melirik sekilas jam tangan ku, sudah pukul setengah delapan yang artinya aku sudah telat lima belas menit dari waktu yang Mbak Nia bilang. Pasti gue bakal kena semprot nih. Setelah setengah jam aku akhirnya sampai di tempat kerja Mbak ku itu. Begitu motor ku terparkir di depan sebuah gedung yang cukup besar, aku melihat sekeliling ku mencari sosok Kakak perempuan ku itu. Karena tidak menemukannya aku mengambil ponsel ku dan menghubungi nomornya. "Halo Mbak, dimana? Juna udah di depan kantor nih." Aku mematikan ponselnya setelah Kakak perempuan ku itu menjawab jika ia sedang makan makan nasi goreng yang berada di sebrang kantor. Aku pun melihat ke arah sebrang, di sana memang ada tenda nasi goreng yang sudah cukup ramai, sepertinya orang-orang yang bekerja di kantor ini membeli nasi goreng di sana. Aku pun segera menyalakan kembali motor ku dan menyebrang ke arah tenda nasi goreng berada. Setelah memastikan motor terkunci, aku pun berjalan menuju tenda tersebut. Lambaian tangan Mbak Nia membuat ku langsung menemukan dimana kakak perempuan ku itu duduk. "Kamu lama banget sih, Jun. Mbak kan keburu laper." "Maaf, Mbak. Tadi Juna bantuin temen Juna yang motornya mogok dulu. Terus juga di jalan tadi agak macet." jawab ku santai. "Terus motor temen kamu itu udah bener?" "Belum, kata Haikal motornya harus di bawa ke bengkel. Jadi Haikal yang anter temen Juna pulang." "Loh, jadi motornya di tinggal di sekolah?" Aku mengangguk. "Iya, tapi Haikal bilang nanti dia bakal balik lagi buat ngambil itu motor sama temen nya yang kerja di bengkel." Mbak Nia menganggukkan kepalanya. "Mbak, pesenin buat Juna gak?" tanyanya. Sejak tadi aku sudah mencium wangi nasi goreng yang menggugah seleranya. "Mbak udah pesenin buat semuanya, Mamah bilang Bi Nah ijin pulang siang tadi jadi Mamah gak masak." Kami menunggu pesanan nasi goreng sambil bercakap-cakap, aku dan Mbak ku ini jarang sekali mengobrol seperti ini. Bukan karena tidak dekat melainkan karena Mbak Ina lebih banyak menghabiskan waktunya di luar karena bekerja di lapangan, sedangkan aku sibuk dengan kegiatan ku juga. Di tambah dengan latihan sepak takraw, jadi waktu ku di rumah cukup sedikit. Sedangkan di hari libur, aku lebih memilih tidur hingga siang lalu main dengan Haikal. "Terus gimana perkembangan klub mu?" tanya Mbak Nia. "Lumayan sih, Juna juga makin terbiasa. Dan menurut teman se tim Juna, Juna udah mulai berkembang." "Jadi kamu udah mahir dasar-dasarnya?" Aku menganggukkan percaya diri sambil cengegesan. "Iya doong, Junaaa." Mba Nia tertawa lalu mengusap kepalaku. "Adik Mbak udah besar aja." ucapnya. Tidak lama pesanan nasi goreng kami pun jadi, setelah membayarnya, aku dan Mbak Nia berjalan menuju motor yang ku parkirkan tidak jauh dari tenda itu. "Jun, nanti kita mampir ke minimarket dulu ya? Mbak mau beli pembalut." "Okee. Minimarket deket rumah aja ya?" "Iya, minimarket situ aja." Kami pun segera pergi, mungkin karena besok akhir pekan jalanan cukup ramai malam ini. Jarak dari kantor Mbak Nia ke rumah cukup jauh, sekitar empat puluh lima menit. Karena Mbak Nia bilang ingin mampir ke minimarket, aku pun membelokan motor ku ke arah minimarket yang berada di samping gapura pintu masuk ke perumahan tempat kami tinggal. Tidak lama menunggu Kakak ku membeli keperluan wanita, setelahnya kami bergegas pulang karena Mamah sudah menelpon ku minta untuk segera pulang karena mereka sudah lapar tapi nasi goreng tidak kunjung sampai. "Assalamualaikum." ucap ku dan Mbak Nia bersamaan begitu memasuki rumah. "Wa'alaikumsalam, akhirnya kalian pulang juga. Mamah udah laper nih." jawab Mamah ku begitu kami berada di ruang makan. Selagi Mamah menyiapkan nasi goreng di piring masing-masing, aku dan Mbak Nia memilih untuk mengganti baju lebih dahulu, terutama aku memilih untuk mandi juga karena badan ku yang rasanya sudah sangat lengket. Begitu selesai mandi, badan sudah segar dan sudah mengenakan pakaian santai, aku segera turun ke ruang makan karena sudah tidak sabar untuk mencicipi nasi goreng yang sudah di belikan Mbak Nia tadi. "Jun, besok kamu latihan?" tanya Papah saat kami sedang makan malam. "Libur tiga hari. Kenapa, Pah?" "Papah mau ajak kamu ke padepokan." "Wah, Maaf Pah, Juna besok ada janji keluar sama temen mau beli sepatu." "Uangnya ada?" "Enggak ada, hehehe. Baru mau minta ke Papah." jawab ku sambil nyengir lebar. Papah hanya menggeleng kecil sambil menjawab. "Ya sudah, besok nanti Papah kasih." Yes!! *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD