"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam, tumben malem banget pulangnya, Jun?" tanya Mamah begitu melihat ku pulang. Aku menghampiri Mamah dan mencium tangannya.
"Kan Juna udah mulai latihan sepak takraw." jawab ku sambil berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minuman dingin.
"Terus gimana latihannya? susah?"
Aku meneguk jus jeruk dingin sampai setengah gelas sebelum menjawab pertanyaan dari Mamah.
"Yah, lumayan lah. Susah-susah gampang."
"Ya udah sana kamu mandi, ganti baju terus makan."
"Yang lain mana?" tanya ku begitu sadar di dalam rumah hanya ada Mamah dan Bi Nah.
"Papah kamu lagi ke rumah Pak RT, kalau Nia belum pulang. Katanya masih ada urusan sama temennya."
Aku hanya mengangguk mengerti, lalu pergi menuju kamar ku yang berada di lantai dua. Dengan sembarang aku melemparkan tas ku di atas kasur sedangkan aku berjalan menuju lemari untuk mengambil handuk juga baju bersih.
Tanpa menunggu lagi, aku segera pergi ke kamar mandi. Begitu air dingin mengenai badanku rasanya sangat segar dan nyaman. Tidak perlu waktu lama untuk mandi, aku pun segera mengenakan pakaian bersih dan mengeringkan rambut ku sembarang dengan menggunakan handuk.
Aku menaruh handuk basah di gantungan khusus, kalau tidak Mamah pasti akan mengomel panjang lebar karena menaruh handuk basah sembarang, apalagi kalau aku menaruh nya di atas kasur. Mamah bisa menceramahi ku berjam-jam lamanya.
Sambil bersiul aku kembali menuju ruang makan, di atas meja makan sudah tersedia sepiring nasi dan ayam goreng kesukaan ku.
"Mamah mana, Bi?" tanya ku pada Bi Nah yang sedang menuangkan air putih dingin ke gelas.
"Nyonya di kamar, den Jun."
Aku hanya ber-ohh ria, aku pun langsung duduk dan segera menyantap makanan yang ada di piring ku dengan lahap. Rasanya sungguh nikmat makan di saat sedang laparnya seperti ini.
"Assalamu'alaikum."
Terdengar suara Papah salam, aku menjawab salam itu cukup keras agar Papah tahu kalau ada aku di ruang makan.
"Kamu udah pulang, Jun?" tanya Papah.
"Yoi, udah dari tadi kok. Papah abis ngapain di rumah Pak RT?"
"Katanya minggu depan ada Bupati yang mau dateng, jadi tadi Pak RT ngumpulin beberapa orang buat rapat ngadain kerja bakti." jawab Papah sambil duduk di depan ku.
"Mamah mana?" tanya Papah.
"Di kamar." jawab ku dengan singkat.
"Gimana tadi sekolah?"
"Lumayan, terus juga Juna udah mulai latihan sepak takraw."
"Bukannya kamu bilang gak mau ikut ekskul lagi?"
"Bukan gak mau ikut ekskul, tapi gak mau ekskul yang berhubungan dengan bela diri lagi. Juna mau coba sesuatu yang baru."
Papah hanya mengangguk begitu mendengarkan jawaban dari ku.
"Lalu? bagaimana menurut mu? apakah menyenangkan ikut ekskul sepak takraw?"
"Cukup menyenangkan tapi juga cukup sulit."
"Karena memukul menggunakan kaki itu kan? "
Aku menganggukkan sambil menggigit sisa ayam goreng ku.
"Iya, apalagi bolanya kecil dan terbuat dari rotan. Cukup sulit untuk ku, tapi untung saja para senior banyak membantu ku."
Papah kembali menganggukan kepalanya. "Ya sudah habiskan makanan mu, lalu gosok gigi dan istirahat. Jika ada PR kerjakan PR mu lebih dulu."
"Siap bos!"
Papah bangun dari duduknya dan mendekati ku untuk mengacak-acak rambut ku sebelum pergi ke kamarnya.
Selesai makan, aku segera mencuci piring juga gelas yang tadi ku pakai. Walupun ada Bi Nah, Mamah selalu menyuruh kami anak-anaknya untuk mencuci sendiri peralatan yang sudah kami gunakan untuk makan, seperti piring juga gelas. Dan hal itu menjadi kebiasaan ku juga Mbak Ina.
Baru saja aku selesai mengeringkan tangan ku dengan lap yang tergantung di sisi kiri tempat mencuci piring, terdengar suara pintu terbuka dan terdengar salam dari Mbak Ina.
Aku berjalan menghampiri Mbak Nia, "Kok malem banget Mbak pulangnya??" tanya ku begitu melihat Mbak ku itu sedang melepaskan sepatunya.
"Iya nih, tadi ada projek yang harus di urus sama Mbak dan teman-teman, ini aja Mbak minta pulang duluan, yang lain kayaknya pada nginep di kampus."
"Kok gak ikut nginep?"
"Males. Kamu tahu sendiri kalau Mbak paling gak suka tempat gelap."
"Kan lampu nya nyala. Ya kali ngerjain tugas gelap-gelapan."
"Tapi kan tempat lain gelap."
"Mbak udah makan? tuh Mamah bikin ayam goreng."
"Kamu udah makan, Jun?"
"Udah dari tadi." jawab ku sambil berjalan menuju kamar.
Aku menutup pintu kamar dan merebahkan diri di atas kasur. Aku membalikan badan untuk mengambil tas yang tadi ku tendang ke bawah kasur. Dengan malas aku merangkak dan membuka tas ku tanpa bangun sedikit pun lalu mengambil kertas yang tadi di berikan oleh Riri, beberapa lembar kertas berisi hal apa saja untuk membantu ku latihan. Juga jadwal latihan kami.
Aku membaca kertas itu satu demi satu, lalu menghela napas. "Untung saja gw sudah tidak ke padepokan lagi, kalau tidak kayak nya gw gak akan punya waktu istirahat."
Aku kembali menaruh kertas itu ke dalam tas dan bersiap untuk tidur.
*
Rio kembali memutar video pertandingan sepak takraw yang sedari tadi ia tonton, lalu kembali menuliskan sesuatu di buku.
"Kayaknya baik Radi atau Juna belum bisa untuk menggunakan teknik ini. Apalagi Juna, hmmm...." Rio kembali menuliskan hal apa saja atau trik apa saja untuk bisa mengembangkan kemampuan Juna agar lebih baik. Lalu tiba-tiba ponselnya berbunyi, awalnya ia tidak menghiraukan nya, tapi ponsel itu kembali berbunyi nyaring beberapa kali. Dengan kesal Rio pun mengangkat panggilan itu.
"Ya?!"
"Gw sudah menghubungkan orang itu untuk menjadi pelatih kita." jawab Haqi dari seberang sana, ia tidak menghiraukan suara kesal Rio.
Rio yang tadinya merasa merasa kesal langsung berubah, "Lalu? apa orang itu mau?" tanya nya penasaran.
"Gw masih mengusahakan nya untuk mau melatih kita."
Mendengar jawaban Haqi, Rio mendengus pelan. Orang itu pasti menolak tawaran Haqi sebelumnya.
"Dia tidak mengatakan apapun?"
Haqi sempat diam sebentar, Rio bahkan mengira jika Haqi sudah mematikan ponselnya. Rio melihat layar ponselnya, sambungan mereka masih tersambung.
"Halo?"
Rio bisa mendengar Haqi menghembuskan napasnya pelan. "Dia bilang, 'Buat apa aku melatih tim yang hanya berisi 2 orang'."
Rasa kesal Rio kembali hadir mendengar perkataan Haqi yang menirukan omongan dari orang itu.
"Apa Lo udah ngasih tahu kalau kita sudah punya dua anggota baru dan satu manajer tim?"
"Sudah, tapi dia tidak menggubris omongan gw."
"Tolong lo deh yang urus orang itu untuk gabung jadi pelatih, gw males kalau gw yang ngomong. Yang ada nanti orang itu minta yang aneh-aneh sama gw." jawab Rio.
"Oke."
Lalu sambungan itupun terputus. Rio kembali meletakkan ponselnya di samping, ia mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja.
"Apa gw ketemu orang itu langsung sama anak-anak? Hmmm... tapi pasti dia mengira kalau mereka adalah orang bayaran ku. Haaaa... kenapa orang berbakat yang ku kenal untuk menjadi pelatih adalah orang mengesalkan seperti dia sih. Ogah banget gw berurusan sama beruk itu kalau bukan demi kemenangan tim."
Rio kembali menulis rincian latihan tambahan di kertas, tadi siang Riri sudah memberikan jadwal latihan untuk tim, dan Rio menambah beberapa hal, terutama untuk Juna.
Untuk pemula seperti Juna, sudah cukup hebat untuk bisa mempelajari teknik dasar dengan cukup cepat, mengingat bahkan dirinya memerlukan waktu beberapa bulan.
"Juna... Hhmmm, gak salah gw rekrut dia kedalam tim."
*