Aku juga Radi sudah berganti pakaian dengan pakaian olahraga kami, lalu Rio menyuruh kami untuk datang ke lapangan indoor dimana Kak Haqi sedang membereskan beberapa bola rotan di sana, sedangkan Riri sedang menulis sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Mungkin sedang menulis menu latihan kami, apalagi saat perempuan itu dengan bersemangat akan membantu Rio agar aku menyukai sepak takraw ini.
Aku berdiri di sampai Radi yang sedang melakukan pemanasan, aku hanya menatap Radi dengan malas.
Haruskah gw juga melakukan pemanasan?
Aku pun memutuskan untuk ikut melakukan pemanasan sebelum Rio memulai latihannya. Rio yang datang belakangan dengan semangat langsung berjalan menuju ke depan kami sambil tangannya ia taruh di pinggang. Aku bisa melihat dengan jelas bahwa Kakak kelasnya itu sangat senang mendapatkan tiga anak baru yang bergabung di klubnya.
"Nah, karena semua sudah hadir latihan akan segera di mulai. Karena selain gw, Haqi dan Radi cuma Juna yang benar-benar pemula maka untuk latihan hari ini Radi akan berlatih bersama Haqi sedangkan Juna akan berlatih bareng gw. Setidaknya gw harap Juna akan bisa belajar teknik dasar dari sepak takraw." kata Rio panjang lebar.
Begitu Rio selesai berbicara, Radi dan Kak Haqi langsung berlatih bersama. Aku bisa melihat Radi yang begitu fokus saat Kak Haqi menjelaskan beberapa pada Radi.
Rio berjalan semangat ke arah ku dengan cengiran lebarnya yang seakan tidak pernah hilang. "Nah kita mulai latihan nya. Pada dasarnya sepak takraw sama seperti voli, kau juga mungkin sudah sedikit paham seperti apa pernah sepak takraw karena sudah melihat pertandingan langsung kemarin. Pertama-tama aku ingin kau mencoba menendang bola rotan ini." ucapnya sambil melemparkan bola rotan yang tidak terlalu besar itu.
Aku mencoba menendangnya seperti menendang bola, namun mengarah ke atas bukan ke depan seperti biasanya. Bola rotan itu tidak melambung tinggi seperti yang ia lihat saat pertandingan waktu itu.
"Dalam sepak takraw bola di tendang menggunakan tumit kaki sehingga seperti membentuk dorong dari bawah."
Rio mengambil bola dari tangan ku dan mulai melempari bola dan di sambutnya dengan tumit kaki Rio dan melemparkan nya dengan cukup keras ke depan net. Bola rotan itu pun berhasil melewati net yang sudah terpasang.
"Untuk sekarang sebaiknya kau coba memukul bola menggunakan tumit mu dan arahkan ke net."
Aku mengangguk, aku kembali mengambil bola rotan yang berada di keranjang khusus dimana bola rotan di simpan.
Terlihat mudah saat hanya menyaksikan orang lain bermain, namun hanya untuk memukul bola saja sangat susah. Aku melihat Rio yang sudah bergabung dengan Kak Haqi dan Radi. Mereka bertiga mulai melakukan latihan melempar dan mengumpan bola tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Gue pikir gampang ternyata susah juga." gumam ku saat bola yang ku tendang tidak pernah bisa melambung tinggi untuk melewati net, jangankan melambung tinggi, bola menyentuh net saja tidak.
"Bagaimana?"
Juna yang sedang fokus menendang bola dibuat terkejut dengan kedatangan Riri yang tiba-tiba dari belakang nya.
"Bisa gak lo gak usah ngagetin. Bikin jantung aja." ucapku kesal sambil mengelus d**a karena kaget.
Riri terkekeh kecil, "Sori sori, jadi gimana? lo mau gue bantu?"
"Emang lo bisa nendang nih bola?" tanya ku sangsi setengah mengejek.
Riri menaikan satu alisnya, "Lo nantangin gue? siniin bolanya."
Aku melemparkan bola rotan itu pada Riri, wanita itu mengambil ancang-ancang dan berhasil membuatku terkejut saat bola itu melambung tinggi juga cepat melewati net. Gadis itu menatap ku sambil memainkan kedua alisnya.
"Gimana?"
"Iya iya gue yang culun." jawab ku sambil kembali mengambil bola rotan yang tersisa di keranjang.
"Lo harus punya ancang-ancang sebelum melemparkan bola dan menendangnya ke net. Arahkan bola tidak terlalu ke atas ataupun ke depan." ujar Riri memberikan tips pada ku.
Aku mengangguk, rasanya sudah lama ia tidak merasa geregetan seperti ini saat mempelajari sesuatu. Sama saat pertama kali ia belajar pencak silat.
Aku melakukan seperti yang di katakan oleh Riri, sebelum melemparkan bola aku langsung memasang ancang-ancang untuk menendang bola tersebut. Kali ini bola berhasil ter tendang lebih cepat, walaupun belum bisa melewati net namun bola itu berhasil menyentuh net yang sejak tadi membuatku kesal.
Riri tersenyum puas melihat kemajuan ku yang hanya secuil itu. Aku terus melakukan seperti tadi secara berulang kali. Bahkan aku berhasil menemukan cara menendang yang mudah. Rio bilang setiap pemain sepak takraw memiliki cara yang berbeda dalam menendang bola rotan itu. Mereka menendang sesuai dengan kenyamanan kaki mereka.
"Pastikan lo menendang pertama kali dengan kaki yang menurut lo nyaman."
Aku kembali mengangguk lagi. Saat Rio mendatangi ku untuk melihat bagaimana latihan ku, sama seperti Riri tadi, pria itu cukup puas dengan latihan ku.
"Tidak banyak orang yang bisa langsung menendang mendekati net. Dan kau bisa melakukannya hanya dalam dua jam." ucap Rio sambil melipat tangannya di depan d**a dan tersenyum lebar.
"Mungkin karena badannya juga sudah lentur karena pencak silat, Juna biasa menggunakan refleks tubuhnya." sahut Kak Haqi. Walaupun wajahnya datar, aku tahu kalau dia pun puas dengan kemajuan kecil ku ini sama seperti Rio.
Rio mengangguk setuju dengan ucapan Haqi. "Lo bener Qi."
Saat ini mereka ber lima sedang istirahat dan duduk di pinggir lapangan, Rio juga Kak Haqi memberikan banyak masukan untuk ku juga Radi.
Kak Haqi juga memberikan beberapa tips yang sangat berguna untuk pemula seperti ku ini.
Setelah beristirahat sejenak kami kembali berlatih hingga pukul 6 sore.
"Gue balik duluan ya, gue ada kerja paruh waktu nih." ucap Rio sambil buru-buru mengganti pakaian olahraga nya dengan seragam.
Aku mengerutkan keningku lalu menatap Kak Haqi yang sedang membuka pakaian olahraga begitu Rio keluar dengan terburu-buru seperti tadi.
"Kak, emang Rio kerja apaan?" tanya ku penasaran karena heran kok ada ya perusahaan yang mau menerima orang petakilan kayak gitu.
Kak Haqi menggosok badannya dengan handuk kecil yang ia bawa untuk mengelap keringat nya.
"Dia kerja di minimarket deket rumahnya. Setiap kamis sampai minggu dia kerja di sana, apalagi kalau dia lagi kepepet butuh uang untuk bayar sekolah adiknya."
"Saya gak tahu kalau Rio punya adik." ucap ku sambil mengancingkan seragam ku.
Kak Haqi menaruh handuk itu dan mulai memakai seragamnya.
"Dia punya dua orang adik. Karena masalah keluarganya, dia selalu bersikeras untuk membayar sekolah adik-adiknya."
Aku hanya mengangguk, rasanya tidak etis jika aku bertanya tentang kondisi keuangan keluarga Rio.
"Lo balik bareng Radi?" tanya Haqi sembari menutup pintu lokernya.
"Saya pulang sendiri kak, saya sama Radi beda jalan." jawab ku dengan sopan.
Tiba-tiba Kak Haqi menepuk pundak ku. "Lo boleh ngomong santai kok ke gue, gak perlu pakai bahasa formal begitu."
Aku tertawa canggung sambil mengangguk. Begitu selesai berganti pakaian kami bertiga keluar dari ruang klub dan langsung di kunci oleh Kak Haqi.
"Loh, lo belum balik?" tanya ku begitu melihat Riri sedang berdiri di depan ruang klub sambil bermain ponsel.
"Gue nunggu kak Haqi." jawab Riri ringan sambil memasukan ponselnya ke dalam saku tas.
"Gue yang bilang mau nganter Riri balik. Gak baik kan anak cewek balik sendirian." kata Kak Haqi seakan menjawab kebingungan ku.
"Udah yuk balik." dan kami pun meninggalkan sekolah yang sudah mulai sepi.
*