Suasana kelas yang berisik memenuhi ruang kelas adalah hal yang paling sering di jumpai saat jam pelajaran kosong, termasuk di kelas ku saat ini. Setelah pelajaran ke dua selesai ternyata Pak Eko guru kesenian berhalangan hadir sehingga hanya memberikan tugas yang sudah di titipkan, tetapi seperti halnya siswa badung, hanya segelintir yang mengerjakan tugas, sisanya mengobrol dan bahkan ada yang pergi ke kantin.
"Lo udah selesai, Kal?" tanya ku sambil meregangkan tangan setelah mengarsir gambar yang di jadikan tugas oleh Pak Eko.
"udah, tuh." jawabnya sambil memperlihatkan hasil tugasnya pada ku.
Saat melihatnya aku terkekeh dengan gambar yang di buat Haikal dengan sangat asal, karna moto Haikal adalah 'tak apa ngasal, asalkan tugas di kerjakan dan di kumpulkan.'
Entah darimana moto itu ia pelajari.
"Ya elah gambar lo kaya bocah teka."
Haikal hanya mengangkat bahunya, ia membuka bungkus chiki yang ia beli dari kantin saat pagi tadi dan langsung memakannya tanpa menawarkan pada ku sama sekali. Memang pelit sekali bocah satu ini jika sudah menyangkut makanan.
"Juuuun! ada yang nyariin nih!"
aku menengok ke arah teman ku yang baru saja memanggilku sambil berteriak, di depannya sudah ada Kak Rio berdiri sambil melambaikan tangannya pada Juna dengan hebohnya.
Dengan malas aku beranjak dari bangku dan berjalan mendekati Kak Rio.
"Ada apa ya?" tanya ku tanpa basa basi.
"Lo kenapa gak dateng ke gedung timur waktu itu? padahal gue tungguin loh."
"Kan gue gak bilang kalau gue mau dateng, lagian itu kan udah lumayanlah lama, ada kali sebulanan."
"Tadinya gue mau langsung samperin lo tapi karena anak-anak baru kaya lo sibuk banget sama acara sekolah jadi ya gue tunda terus."
"Harusnya lo lupa aja, biar ga repot nginget hal ga penting."
"Buat gue penting. Gue mau lo masuk ke klub sepak takraw."
aku membuang napas panjang lalu bersandar pada dinding pintu dan melipat tanganku di atas d**a.
"Kan gue udah bilang kalau gue gak tertarik, kok ngeyel?" tanya ku yang sudah mulai di buat kesal oleh senior ku yang satu ini.
"Karena gue punya feeling kalau lo pasti bakal jatuh hati setengah mampus begitu tau seperti apa sepak takraw, dan gue yakin lo pasti bisa bikin klub ini terkenal lagi."
"Kenapa lo segitunya mau gue buat gabung? cuma karena gue bisa pencak silat?"
"Salah satunya itu."
"Salah lainnya?" tanya ku yang semakin penasaran.
"Gue tahu lo jago sepak bola, dan menggabungkan dengan keahlian lo yang juga bisa pencak silat, pasti jadi gabungan yang spektakuler!"
aku cuma bisa mengernyitkan keningku melihat Rio menjawab se semangat itu.
"Maaf tapi gue bener-bener gak tertarik."
"Lo masih belum tau seperti apa permainan sepak takraw?" tanyanya tanpa mengindahkan penolakan ku barusan.
aku menggeleng, "Gue cuma tau kalau permainan nya seperti bermain voli tetapi bolanya terbuat dari rotan."
"Apa lo tau kalau cara bermain sepak takraw itu menggunakan kaki?"
"Hah?"
Rio menganggukan kepalanya, "Iya, pakai kaki."
"Berarti itu semakin membuat gue mustahil untuk ikut bergabung."
Kali ini Rio yang menghembuskan napasnya panjang sambil menggaruk kepalanya.
Aku kaget saat tiba-tiba Rio mengatup kan tangannya dengan keras di depannya.
"Gue mohon bergabung lah, Juna! Cuma lo harapan gue!"
"Haaaah? ogah!" tolak ku tegas. Sangat tegas malah.
Aku semakin kaget saat Rio memeluk pinggang ku dengan erat.
"Pliiiiissss!"
"Apaan sih! lepaaaasss!"
Aku berusaha melepaskan pelukan tangan Rio, dan kehebohan gila ini pun mengundang perhatian siswa-siswi yang langsung berbisik-bisik.
"Leppaaasss!"
"Gak sampai lo mau gabung!"
"Haikaaalll! bantuin gueeee!" teriak ku sambil terus berusaha melepaskan Rio.
"Rio. Lepaskan Juna sekarang juga."
Bukan Haikal melainkan Haqi yang berkata seperti itu pada Rio.
Etdah, dari mana datengnya nih kakak kelas satu?!
"Rio."
"Gak! pokoknya Juna harus gabung klub kita!"
"Rio." panggil Haqi sekali lagi namun bukannya melepaskan pelukan nya, Rio malah semakin erat memeluk ku.
"Gak! Papah gak akan ngerti!"
Bukan hanya aku tetapi anak-anak siswa yang lain pun langsung melongo saat Rio berkata seperti itu pada Haqi.
Ya Tuhaan! Drama apalagi ini??!
Haqi menghembuskan napasnya lalu dengan sekali sentak ia berhasil menarik Rio dari tubuh Juna hanya dengan menarik kerah seragam Rio.
"Kau tidak boleh membuat Juna repot, apalagi dengan tingkah mu barusan."
Terlihat Rio mengerucutkan bibirnya cemberut.
"Tapi Juna satu-satunya harapan klub kita untuk bangkit."
Sekali lagi terlihat Haqi menghembuskan napasnya.
"Aku tahu, tapi bukan seperti itu caranya. Kita harus membuat proposal dahulu lalu baru mengajukan nya pada Juna."
Hah?
"Oh! kau benar Haqi!" jawab Rio cepat lalu menatap ku sambil tersenyum lebar.
"Kalau begitu kami akan membuat proposal terlebih dahulu! Daah!" setelah berbicara seperti itu mereka berdua langsung pergi dari kelas Juna.
"Hah?! Woi! gue ga mau gabung!" teriak ku tetapi sia-sia karena mereka sudah berjalan sangat jauh.
Dengan kesal aku kembali ke bangku ku dimana teman 'terbaik' ku masih duduk dengan memakan chiki nya.
"Lo kok gak bantuin gue tadi?"
"gue bantuin kok." jawabnya dengan mengedikkan bahunya.
"Bantu apaan anjir!"
"Bantu ngerekam. Sayang banget tadi kalau di lewatin tanpa di dokumentasikan."
Aku ternganga tidak percaya dengan yang ku dengar barusan.
"Hapus gak!"
"Ogah! gue mau pake itu buat black mail lo suatu saat nanti hahahaha!"
"Anjir lo ya kunyuk satu! hapus Haikal!"
"Emoh. Lagian bukan cuma gue yang ngerekam, rata-rata anak sekelas ngerekam kok."
"Lo becanda?" tanya ku takut-takut.
Asem banget kalau sampai ada gosip sama si k*****t Rio.
Haikas mengedikkan bahunya lagi sambil meremas bungkus chiki yang sudah kosong.
"Mungkin anak-anak yang lain juga ngerekam kejadian tadi. Drama banget soalnya, kayanya lo lebih cocok jadi aktor, Jun."
"Pala lo."
"Jadi? tadi masih masalahin lo untuk gabung klub apa itu? sepak takraw?"
Aku menghela kan napas dengan panjang lalu menempelkan kepala ku di atas meja dengan cemberut.
"Iya, gue gak ngerti kenapa segitu nya si Rio itu mau gue gabung. Kan gue gak ngerti apa-apa ya tentang tuh olahraga." jawabku sambil melihat lurus ke arah depan dimana anak-anak sekelasnya sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Haikal menyandarkan badannya ke tembok dan mengangkat ke kursi di sampingnya yang kosong.
"Kenapa lo ga coba buat gabung aja? yah seenggaknya begitu lo bener-bener gak tertarik lo bisa langsung nolak saat itu juga. Dari pada mereka berdua bikin Drama lagi."
"Tau deh, liat nanti deh. Gue pikirin dulu." jawabku acuh tak acuh.
Aku kembali membaca buku LKS yang sebenarnya sejak tadi ia baca. "Lagian ya, dari pada rekrut gw bukannya lebih baik rekrut orang yang emang udah ngerti permainan itu? kenapa harus rekrut gw yang jelas-jelas noob banget bahkan cara bermain nya gimana aja gw kaga tahu." lanjut ku.
"Lo waktu awal menggeluti pencak silat juga kan dari noob, anggap lah itu hal yang sama."
Aku menghembuskan napasku sedikit kesal. "Tapi gw setidaknya tahu bagaimana pencak silat itu. Sedangkan sepak takraw gw sama sekali gak tahu."
Haikal hanya mengangkat bahunya, lalu kembali fokus dengan cemilannya.
*