Lima

1128 Words
"Bukan berarti gue setuju untuk gabung ya. Gue ikut biar lu nggak berisik lagi." "Iye iye." Demi kedamaian ku di sekolah dari kakak kelas bernama Rio, aku pun setuju untuk ikut ke pertandingan sepak takraw bersama. Tadinya aku bermaksud untuk mengajak Haikal untuk ikut juga tetapi dia ada urusan keluarga. Aku yakin itu hanya alasan saja karena dia malas ikut. Kami pun berjalan menuju stadion dimana pertandingan sepak takraw di gelar. Begitu motor yang di kendarai Rio berhenti di tempat parkir, dan berjalan menuju pintu utama stadion tersebut ternyata Kak Haqi sudah menunggu kami di sana. Jangan tanya kenapa aku memanggil Kak Haqi dengan panggilan 'Kak', sedangkan saat memanggil Rio aku tidak menyertakan embel-embel 'Kak' di depan namanya, itu semua karena kakak kelas ku yang satu ini amat sangat menyebalkan sehingga aku malas untuk memanggilnya dengan sebutan Kak Rio. Entah kenapa Kak Haqi betah berteman dengan Rio yang absurd ini, sepertinya akan ku tanyakan nanti. Kembali ke kami bertiga, begitu kami berkumpul, kami langsung masuk ke dalam stadion dimana sudah sangat terlihat ramai. Mulai dari para pemain yang bertanding hari ini maupun para penonton yang akan mendukung jagoan mereka. Seperti halnya kami ralat Kak Haqi dan Rio yang akan mendukung tim kesayangan mereka. Aku di sini hanya ikut menemani mereka berdua. Aku pikir begitu masuk stadion kami akan langsung di suguhkan barisan tempat duduk, ternyata stadion ini memiliki beberapa area, kami bertiga harus jalan ke arah koridor dalam sebelum memasuki tempat pertandingan sepak takraw berlangsung. Begitu Kami memasuki ruangan itu suara seruan juga yel-yel dari masing-masing pendukung terdengar silih berganti, keriuhan ini mengingatkan Juna pada pertandingan pencak silat nya. Kak Haqi dan Rio berjalan menuju kursi yang sudah mereka pesan, sedangkan aku berjalan mengikuti mereka dari belakang sambil terus melihat pemain yang sedang bertanding, rupanya pertandingan sudah di mulai tetapi sepertinya mereka bukanlah tim yang akan di dukung Kak Haqi dan Rio, karena kedua kakak kelas ku ini tidak berjalan terburu-buru untuk segera melihat pertandingannya. Kami duduk berjejer di bangku dengan pemandangan yang pas. Dari bangku mereka terlihat jelas arena pertandingan di depan sana, ini juga jadi memudahkan ku untuk mengamati permainan yang masih asing untuk ku ini. Ternyata tidak lama kami duduk pertandingan pertama selesai, ada jeda waktu istirahat sebelum pertandingan selanjutnya di adakan. Aku mengamati semua yang ada di sekeliling ku, semua sedang asik membicarakan pertandingan sebelumnya, ada pula yang yang sedang berbicara mengenai tim yang akan tanding setelah ini, memprediksi siapa yang akan menang atau kalah, seperti yang sedang di bicarakan Kak Haqi dan Rio yang tidak di mengerti oleh Juna. "Juna kan?" tanya seseorang dari belakang. Aku menengok ke kebelakang saat mendengar nama ku di sebut. Aku bukannya ge-er, tetapi ada seseorang yang memanggil namamu dari jarak yang cukup dekat bukankah itu hal yang wajar untuk melihat siapa yang memanggil? "Loh, Radi." Ohh, ternyata Radi yang memanggil nama ku barusan. Radi adalah teman sekelas ku juga teman sebangku. Dia juga teman pertama ku di sekolah bersama Haikal. "Lo suka sepak takraw juga?" tanyanya lagi. "Nggak sih, gue di ajak sama Kak Haqi sama Kak Rio." Untuk menghormati Rio di hadapan teman ku, jadi sebaiknya aku memanggil senior menyebalkan itu 'Kak'. "Ohh, gue kira lu suka sepak takraw." "Lu suka sepak takraw?" tanya ku. Yah itung-itung membantu para senior ku ini mencari pemain untuk klub mereka. "Lumayan sih, gue suka sepak takraw baru dari taun lalu." jawabnya dengan semangat. "Kenapa lu gak gabung klub sepak takraw aja?" "Emang sekolah kita ada klub sepak takraw?" Aku menunjuk para senior yang sedang mengamati kami sedari tadi. "Ada. Ini mereka berdua udah lama ngajak gue buat gabung." Rio yang sudah berbinar-binar sejak tadi mendengar percakapan kami langsung duduk di samping Radi yang kebetulan masih kosong. "Apa kau tertarik untuk bergabung dengan kami?" "Hmmmm...." Radi menatap ke arah ku dengan bingung. "Rio, kau membuatnya bingung." ucap Kak Haqi pada teman baiknya itu. "Kau bisa mencoba bergabung dulu selama beberapa hari seperti Juna, jika kau tetap merasa tidak cocok, aku tidak akan menahan mu untuk pergi." kata Rio memberikan penawaran. Aku yakin jika Rio pun pasti tidak akan melepaskan kesempatan ini dengan mudah. "Kalau begitu bagaimana kalau aku tidak jadi bergabung saja?" ungkap ku yang langsung di tolak serempak oleh Rio dan kak Haqi. "Kau akan menjadi pemain inti," Rio kembali menatap Radi, "Dan kau juga akan menjadi pemain inti kalau kau bergabung bersama kami." "Eh? lalu Kak Haqi?" tanya ku bingung. "Hm? aku sih tidak masalah." Peluit tanda pertandingan akan di mulai terdengar, Rio menepuk pundak-nepuk Radi. "Kau bisa pikirkan dulu, kalau kau tertarik kau bisa langsung menghubungi Juna." Setelah berkata seperti itu Rio kembali duduk di bangkunya di samping Haqi. Melihat temannya terdiam seperti itu Juna pun tersenyum kecil pada Radi, "Nggak usah terlalu di pikirin kalau lu nggak tertarik. Tapi seperti kata Rio, kalau nantinya lu berubah pikiran dan tertarik, lu bisa langsung kasih tahu gue." Baik Juna, dan penonton yang hadir mulai fokus pada pertandingan yang akan segera di mulai. Suara riuhan penonton yang saling mendukung tim jagoan mereka masing-masing, begitu juga dengan Rio dan Kak Haqi yang sudah heboh berteriak mendukung tim kesayangan mereka. Kak Haqi itu ajaib loh, dia bisa jadi pendiem banget kalau lagi nggak sama Rio dan dia bisa heboh banget seperti sekarang ini. Kalau lu liat Kak Haqi pasti udah kayak bodyguard deh, jalan di belakang Rio mulu soalnya. Dan kalau lu lu pada nanya siapa kakak kelas tergalak, percaya deh setengah dari siswa baru termasuk aku memilih kak Haqi. Bahkan beberapa sudah pernah ada yang kena semprot kak Haqi. Berbanding terbalik deh sama Rio, kakak kelas ku yang satu itu super duper bawel, rese juga ngeselin, udah kaya cewek aja pokoknya. Tapi kalau lu lu pada nanya siapa senior terbaik di sekolah, aku juga setengah dari penduduk sekolah akan serempak menjawab Rio. Tuh anak penampilan boleh macho abis tapi baiknya juga kaga ketulungan. Rio bisa dengan senang hati membantu siapapun yang membutuhkan bantuannya, nggak heran setengah dari populasi wanita di sekolah naksir Rio secara blak-blakan. Beda dengan cewek-cewek yang naksir Kak Haqi diem-diem layaknya secret admirer gitu deh. Bentar... kenapa aku jadi harus menjelaskan mereka berdua ala-ala teenlit? Kembali lagi ke pertandingan yang ada di depan, kedua tim yang sudah bersiap sejak tadi mulai memasuki arena pertandingan yang di pisahkan hanya dengan net. Tidak seperti voli, sepertinya tinggi net untuk sepak takraw tidak terlalu tinggi. Namu seperti tim olah raga pada umumnya, mereka tinggi dan memiliki badan yang bagus. Kedua tim saling berhadapan dan bersalaman lalu kembali ke wilayah mereka masing-masing. Wasit memanggil salah satu dari kedua tim untuk maju ke arahnya, mereka berdua di suruh memilih sisi koin, begitu mereka berdua memilih, wasit langsung melempar koin itu dan mendaratkannya tepat di atas tangannya, para penonton bersorak saat tim yang di dukung oleh Rio akan mulai melempar lebih dulu. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD