*Author Pov*
Genta berjalan santai menuju kelasnya, suasana sekolah masih terbilang sepi. Genta sengaja datang lebih pagi hari ini, selain karena ia piket hari ini, karena ia juga tidak sabar untuk bertemu Riri.
Semenjak ia memperhatikan Riri, Genta tahu jika terkadang Riri datang lebih pagi karena gadis itu suka berlama-lama di perpustakaan sebelum belum pertama berdering.
Entah sejak kapan matanya tidak bisa lepas dari Riri. Genta banyak bertemu wanita yang jauh lebih manis dan cantik dari Riri, dan Genta sendiri sadar jika ia salah satu cowok populer di sekolahnya ini. Dan bukannya ingin sombong, bahkan Clarisa yang seorang calon model pun menyukainya.
Tapi memang hanya Riri yang menarik di mata dan hatinya. Ada sesuatu dari gadis itu yang membuat Genta menyukai nya.
Genta melangkahkan kakinya ke arah kiri lorong sekolah, dimana ruang perpustakaan berada.
Seperti yang sudah seperti yang di duga olehnya, pintu perpustakaan sudah terbuka. Genta melongok kan kepalanya, melihat apakah di dalam ada Riri atau penjaga perpustakaan Bu Ila.
Senyum Genta merekah saat melihat gadis pujaannya sedang duduk di bangku bagian informasi dengan buku di tangannya. Genta masuk perlahan ke ruangan itu, ia mengambil asal satu buku dari rak dan duduk di sudut yang dengan sempurna menghadap Riri.
Genta paling suka memandang Riri yang selalu hanyut dalam setiap buku yang gadis itu baca, ia juga Riri yang selalu bersemangat membahas tentang sepak takraw.
Terkadang matanya akan berbinar senang jika ia berbicara tentang olahraga satu itu, seakan seluruh bintang hinggap di matanya.
Genta membuka asal buku yang di pegangnya, diamati nya sang gadis pujaan hatinya itu. Sebuah senyum terbit di sudut bibirnya.
Ingin rasanya Genta langsung mengutarakan perasaannya pada Riri tetapi ia takut jika Riri menolaknya, gadis itu akan menjauh darinya.
Genta menopang kan dagunya, semilir angin tertiup pelan dari jendela samping yang sengaja Genta buka, jika ini di anime yang sering di tonton olehnya. Saat ini pasti adalah saat-saat romantis dengan tirai jendela yang berkibar pelan di tambah dengan berbagai efek lainnya.
Drrrrttt... Drrrrttt... Drrrrttt...
Genta tersentak kaget saat ponselnya bergetar di saku jaketnya. Ia mengambil ponsel itu dan melihat nama Juned teman SMP nya yang bersekolah di sekolah lain.
Juned⭐ :
Abang Genta, hari ini bolos sama adek Juned yuk ?
Genta :
Najis, gue udah di sekolah.
Juned⭐ :
Abang jahat!
Abang udah gak cinta adek!
Genta :
Fu*k you.
Genta membalas pesan itu sambil mendengus kesal. Ingatkan Genta untuk menjitak temannya itu nanti.
Genta memasukan kembali ponsel miliknya kedalam saku jaketnya, ia kembali menatap Riri dari tempatnya duduk. Lagi-lagi seukir senyum terbentuk di bibir Genta.
Entah kenapa ia tidak pernah bosan memandang wanita itu. Waktu berlalu begitu cepat untuk Langit saat ia mendengar teman Riri memanggilnya untuk segera kembali ke kelas mereka karena beberapa menit lagi bel masuk berbunyi.
Genta pun ikut bergegas membereskan buku yang sama sekali tidak ia baca, menaruhnya kembali ke rak secara acak. Dan ikut keluar dari sana untuk kembali ke kelasnya.
Ifan, teman sebangku Genta menaikan sebelah alisnya saat melihat temannya itu datang bersama Riri dan Febi.
Begitu Genta duduk di bangkunya, Ifan langsung merangkul temannya itu.
"Lo akhirnya nembak Riri?"
Genta menatap temannya itu bingung, "Hah?"
Ifan mengedikan dagunya ke arah Riri, "Tadi lo kan bareng dia."
Genta melepaskan rangkulan Ifan, "Kaga, tadi kebetulan aja ketemu di lorong. Jadi sekalian aja bareng." Genta tidak berani mengatakan jika dirinya sudah memperhatikan Riri semenjak di perpustakaan, ia tidak ingin di cap yang tidak-tidak.
Yah walaupun Genta mengakui, jika memang sikapnya sudah seperti stalker.
Ifan mengangguk kan kepalanya pelan, "Kirain. Kapan lo mau nembak Riri? Keburu di embat cowok lain kalo lo kelamaan."
"Emang Riri populer ya?"
Ia tidak begitu tahu apakah Riri populer di antara laki-laki karena selama ini ia hanya melihat Riri akrab dengan anak-anak klub.
Ifan memiringkan kepalanya sedikit berpikir, "Di bilang populer sih yaa gak, tapi bukan berarti gak ada yang suka sama sekali. Riri kan lumayan manis. Dia pernah di tembak Tio, mantan ketua OSIS."
Genta menatap wanita pujaannya itu.
Apa iya gw langsung nembak Ririi? Gw gak mau di tolak dan di jauhin dia.
Genta menghembuskan nafasnya pelan, "Nanti, gue gak mau di tolak."
Ifan mengangkat bahunya pelan, "Terserah lo, bro, yang pasti gue dukung lo."
"Thanks bro."
Tepat setelahnya, bel berbunyi dan tidak lama Pak Iwan guru biologi mereka masuk.
*
Selama ini belum ada wanita yang bisa menarik hatinya.
Tapi Riri, gadis itu langsung bisa membuatnya jatuh hati. Selama ini ia tidak percaya dengan istilah cinta pandangan pertama.
Namun akhirnya Genta merasakannya sendiri.
Ia melangkahkan kakinya menuju ruang makan, mencari mamahnya tercinta.
"Wihh Den Genta udah paling." Sambut Bi Nem, yang sedang menata piring di meja makan.
Genta tersenyum ramah sambil menganggukkan kepalanya, "Mamah mana Bi?" tanya Genta pada wanita yang gemuk yang sudah bekerja cukup lama di rumahnya itu.
"Di dapur Den, masih masak untuk makan siang." jawabnya cepat.
Genta mengucapkan Terima kasih lalu menuju dapur untuk menemui Mamahnya.
"Haloooo Mamah Genta yang paling cantik sejagad Indonesia." puji Genta pada ibunda tercintanya sambil mencium pipi wanita paling berharga di hidupnya itu.
"Halo juga anak Mamah yang gak ganteng-ganteng banget, udah pulang toh."
Genta mendelik kesal pada ibunya, "Dih enak aja Genta gak ganteng. Gini-gini Genta primadona ya di sekolah."
Mamah tersenyum lembut pada putranya itu, "Ya udah sana mandi dulu, ganti baju. Mamah bikinin sambel goreng ati sama ayam goreng kesukaan kamu."
"Okiedoki, Mam!"
Mamah menggeleng pelan melihat putra satu-satunya itu melesat pergi ke kamarnya.
Dua puluh menit kemudian Genta kembali turun ke ruang makan, dengan keadaan yang sudah segar setelah mandi.
Genta menghampiri meja makan dimana sang Mamah sudah menunggunya sejak tadi.
"Hari ini tumben gak mampir ke kosan Radi? Biasanya kamu mampir mulu ke sana?" Tanya Mamah pada Genta yang sedang asik menggigit ayam gorengnya.
"Radi lagi ada tugas sama Juna tadi, jadi masih di sekolah."
Mamah menganggukan kepalanya mengerti. Genta pun ikut mengangguk, jangan sampai Mamahnya tau kalau hari ini dia bolos jam pelajaran terakhir karena tidak ada latihan.
Bisa terjadi perang dunia ke 200 kalau Mamah sampai tau, gue bolos. Gumam Genta.
"Oh iya, nanti besok kamu tolong bawain lauk sama kue kering untuk Radi, Mamah kadang khawatir temen kamu itu kurang makan. Mamah udah bikin cookie cukup banyak juga tadi. Nanti bagi juga ke teman-teman kamu yang lain."
"Oke~"
*