15. Sweet Stories

1999 Words
Derra merapikan kerudung yang ia kenakan. Beruntung hari ini tak ada jadwal, jadi dia bisa menjemput Laras bersama Bagas. Sebelumnya Laras sudah lebih dulu mengirim pesan WA dan akan menunggu Derra dan Bagas di halte seberang hotel jam sembilanan. Lomba sudah selesai kemarin sore. Hari ini salah satu rekan guru dan siswa yang datang bersamanya ke Jakarta sudah bertolak ke Jogja. Andai Andra tak minta bertemu dengannya, Laras sudah ikut pulang bersama mereka. “Udah siap Der?” Tanya Bagas mengamati Derra yang sudah rapi dengan gamis warna coklat tua dan kerudung warna krem. “Iya mas. Ya udah kita jemput Laras sekarang ya. Mereka melaju menuju hotel tempat Laras menginap. Setiba di halte seberang hotel, Bagas menghentikan mobilnya. Derra keluar dan tersenyum ramah melihat Laras yang tengah duduk di bangku halte. “Hai Derra...” Laras pun tak kalah antusias menyambut Derra dan begitu terkesima melihat artis muda itu dalam balutan hijab yang semakin membuatnya terlihat cantik dan elegan. “Udah lama nunggunya?” Tanya Derra dengan senyum yang tak lepas. “Nggak kok, sekitar limabelas menit. Masya Allah kamu cantik banget pakai hijab.” Derra tersenyum, “Alhamdulillah. Ya udah yuk kita berangkat sekarang. Andra udah nunggu.” Derra membukakan pintu mobil dan mempersilakan Laras masuk. “Bagas gimana kabarnya?” Sapa Laras yang duduk di belakang. Derra ikut duduk di belakang. “Alhamdulillah baik. Laras sendiri gimana kabarnya?” “Alhamdulillah baik.” “Ya jelas baik lah, mau ketemuan ama Andra.” Derra meledek Laras hingga pecah tawa kecilnya. Wajahnya tersipu. “Diem-diem mereka suka komunikasi. Makanya kaget juga Andra bisa tahu aktivitas Laras.” Ujar Bagas. “Udah udah...jangan ngledek terus. Ayo cepat berangkat.” Ucap Laras masih dengan wajah yang memerah karena malu. “Wah minta cepet-cepet dianter, udah nggak sabar nih ketemu ama Andra.” Derra tersenyum. Laras lagi-lagi tersipu, “ih Derra mah ngledek mulu.” “Iya iya in berangkat. Nggak lama kok. Kafe Andra nggak begitu jauh dari sini.” Ucap Bagas sambil melajukan mobilnya. Setiba di kafe, Andra sudah bersiap menunggu kedatangan mereka. Dia begitu antusias ingin bertemu Laras. Hanya dengan melihat fotonya di i********: saja itu tidak cukup. Setelah mereka saling berhadapan, Andra merasa nervous. Rasanya baru kali ini dia begitu gugup berhadapan dengan perempuan. “Ayo duduk semuanya. Aku udah nunggu dari tadi.” Andra mengarahkan ketiga temannya menuju salah satu meja di sudut ruangan. “Ciyee yang udah nunggu.” Seolah belum puas meledek Laras, Derra berganti meledek Andra. Andra tertawa kecil sambil sesekali melirik Laras yang selalu terlihat menawan di matanya. Merasa diperhatikan Andra, Laras hanya bisa menunduk, menutupi perasaannya yang berbunga-bunga bahkan sejak masih dalam perjalanan. “Kalian ingin makan apa? Sekarang menu di kafe kita nggak cuma makanan pengganjal perut atau cemilah, kita juga sedia makanan berat, khususnya Indonesian foods.” Andra mengedarkan pandangannya pada ketiga temannya. “Ya udah Indonesian foods aja Ndra. Kita kan belum pernah nyoba menu beratnya. Eh tapi coba tanya Laras. Dia kan tamu utama nih.” Balas Bagas. Laras melongo, “kok nanya ke aku? Aku mah ngikut aja.” “Ngikut apa? Mau ngikut aku masak? Boleh banget.” Ucap Andra langsung to the point. “Wuih..langsung tancap gas Ndra.” Bagas tertawa . “Laras pasti bisa masak kan? Mungkin udah jago.” Derra melirik Laras yang terlihat tersipu. “Nggak, aku nggak begitu suka masak sebenarnya. Tapi coba deh aku ikut masak, pingin belajar juga.” Ucapan Laras ini membuat Andra semakin bersemangat. Kedekatan bisa dibangun di mana saja, termasuk di dapur. Andra dan Laras tampak sedikit canggung saat mereka masak bersama di dapur, sedang Derra dan Bagas menunggu di luar. Andra mengambilkan celemek untuk Laras. “Dipakai celemeknya Ras.” Laras mengangguk dan menerima celemek tersebut. Andra melihat Laras sedikit kesulitan saat berusaha mengikat tali celemek yang melingkari pinggangnya. “Biar aku bantu ngikat Ras.” Andra menggeser posisinya agar lebih dekat kepada Laras dan mengikatkan tali itu. Laras merasakan debaran menguasai hatinya. Dia gugup apalagi merasakan jari-jari Andra menyentuh pinggangnya saat menarik tali celemek yang menggantung di sisi kanan kiri pinggang. Laras tahu Andra tak sengaja menyentuhnya karena sikap Andra pun terlihat begitu kikuk. “Kita masak ayam goreng serundeng aja. Ayamnya udah diungkep sih, tinggal digoreng.” Andra tersenyum. Laras hanya mengangguk. Andra mengeluarkan daging ayam yang sudah diungkep. Laras memerhatikan detail ayam itu. “Mas, eh mas maksudnya Andra, ini kayak ada kelapa parutnya ya?” Pertanyaan Laras membuat Andra tersenyum-senyum, “mau manggil mas juga boleh banget kok. Emang sih aku bukan orang Jawa, tapi nggak masalah dipanggil mas.” Gantian Laras yang senyum-senyum dan sedikit gelagapan juga, “tapi kayaknya kita seumuran ya. Bulan depan aku genap 25. Cuma dulu aku kan berteman ama Bagas sejak kecil, jadi nggak pernah manggil dia mas meski Bagas lebih tua.” “Emang harus lebih tua ya baru bisa dipanggil mas? Seenggaknya aku beberapa bulan lebih tua dari kamu.” Andra melirik Laras sejenak. Laras tersenyum lagi, “kalau Andra mau dipanggil mas juga nggak apa-apa. Sebenarnya panggilan mas itu umum untuk laki-laki sih. Di Purwokerto atau Jogja biasa dengan panggilan itu. Makanya aku tadi refleks manggil mas.” Andra mengangguk, “iya. Panggilan itu kayaknya udah familiar di mana-mana, nggak cuma di Jawa. Oya ini ada kelapa parutnya kan emang dari namanya aja udah ayam serundeng. Jadi nanti ada serundengnya. Di jawa parutan kelapa yang dimasak dengan bumbu namanya serundeng kan?” Laras mengangguk, “iya mas. Terus bumbunya apa aja? Ini tuh udah dibumbui ya?” “Iya udah dibumbui jadi tinggal digoreng aja. Laras tahu nggak bumbu dasar buat masak ayam? Ayam goreng biasa.” Laras menggeleng, “jangan tertipu ama penampilan Laras yang seolah feminin gini. Aku tuh nggak bisa masak mas. Jarang masuk dapur. Aku lebih seneng beres-beres rumah dibanding masak. Jadi ya pengetahuan masakku masih nol banget.” Andra tertawa kecil, “nggak apa-apa kok. Nanti kalau sering latihan juga bisa. Kalau ingin gampangnya biar nggak repot dengan urusan masak, nanti pas mau nikah cari calon itu yang jago masak. Jadi ada yang ngajarin atau bahkan yang masakin sekalian.” Laras tersenyum sekali lagi, “yang kayak mas Andra gitu ya?” Andra tertawa pendek, “kamu lho yang bilang, aku mah nggak merasa jago. Tapi soal status sih emang available. Udah didiskon padahal tapi nggak laku-laku.” Laras tertawa, “masa sih? Kayaknya banyak cewek yang suka mas Andra.” Andra terkekeh, “hehehe..yang suka ama mas ada sih cuma kan nggak sesuai kriteria.” “Berarti mas Andra-nya yang selektif banget.” Balas Laras. “Wajar kan selektif karena pernikahan itu kan inginnya sekali seumur hidup.” Jawab Andra dengan senyum lembutnya. Senyum yang membuat Laras berdesir. “Ya udah lanjut dong masaknya. Oya kasih tahu dulu bumbunya apa aja?” Pandangan Laras kembali menyisir ke ayam yang sudah diungkep. “Jadi bumbunya itu ada bawang putih, bawang merah, ketumbar, jahe sedikit aja, kunyit dan garam. Bumbu-bumbu ini dihaluskan. Setelah itu daging ayam direbus bersama bumbu yang sudah dihaluskan, tambahkan daun salam dan kelapa parut. Lalu ditambah irisan gula merah dan lengkuas parut. Lengkuasnya penting ya untuk diparut soalnya ini yang membuat cita rasa khas ke serundengnya. Semuanya dimasak sampai airnya asat, jadi waktu masak, airnya jangan banyak-banyak, asal bisa ngrendem ayamnya. Setelah selesai, ayam dan kelapa parutnya dipisah, jadi keduanya digoreng terpisah.” Laras manggut-manggut, “mas Andra jago banget ya.” “Nggak kok, mas cuma suka masak aja. Nah biar cepet kita nyalain kompor dua-duanya ya. Laras goreng ayamnya, mas Andra goreng kelapa parutnya. Atau laras mau tukeran?” “Aku goreng ayamnya nggak apa-apa kok.” Laras tampak begitu bersemangat. Mereka pun sibuk menggoreng kedua bahan itu. “Laras, pas menggoreng kelapa parut ini sebaiknya apinya kecil aja biar nggak cepet gosong. Gorengnya ampe warnanya kecoklatan.” Celoteh Andra sambil mengaduk-aduk kelapa parut yang wananya sudah mulai berubah kecoklatan. “Sip, makasih ilmunya mas. Laras jadi tertarik belajar masak.” Andra mematikan apinya. “Kalau Laras mau belajar, mas mau ngajari. Coba kalau Laras lebih lama di sini ya, kan bisa belajar masak di sini. Mau ke rumah juga boleh, ada adikku di rumah, cewek kuliah semester lima. Kayaknya bisa cocok ama Laras. Ada mama papa juga.” Entah kenapa perasaan Laras berbunga-bunga mendengar pernyataan Andra. Itu artinya Andra sudah menganggapnya seseorang yang penting karena secara tak langsung Andra ingin mengenalkan Laras pada keluarganya. “Aku balik ke Jogja besok mas.” “Nggak apa-apa, kita bisa beajar bareng kapan-kapan. Atau mau belajar di rumah Laras juga boleh. Nanti mas ajak Bagas dan Derra ke Baturaden.” Laras mengangguk dan mengulas senyum tipisnya. Seusai masak Andra dan Laras membawa nampan berisi ayam goreng serundeng, lalapan, sambal, dan nasi. Di belakangnya ada waiter yang membawa es kelapa muda. “Wuih ini pasti enak banget. Masakan hasil duet Andra dan Laras.” Bagas mengamati ayam goreng yang sudah ditaburi serundeng di atasnya. “Ini mah hasil karya mas Andra. Laras cuma nggoreng aja.” Ujar Laras. “Aku pikir kamu suka masak Ras. Dari penampilan kamu lemah lembut banget.” Tukas Derra. Laras tertawa pendek, “haha, lemah lembut gimana? Kamu belum tahu aslinya aku aja. Aku lebih seneng manjat gunung dibanding masak.” Andra terbelalak, “masa sih? cewek secantik kamu suka manjat gunung? Nggak takut item?” Semua pun tertawa. “Nggak lah. Tinggal pakai sunblock buat melindungi kulit mas, nggak masalah. Aku kan dari SMA udah ikut komunitas pecinta alam. Kita sering naik gunung.” “Menarik sekali ya. Kapan-kapan kita naik gurung bareng ya.” Ucap Andra sambil menaikkan alisnya. “Ehem...” Bagas meledek. “Maksudnya nggak cuma berdua, tapi bareng yang lain juga.” Lanjut Andra lagi. “Boleh...” Balas Laras. “Ciyeee....dapet lampu hijau.” Derra tersenyum lebar. Semburat merah menyapu pipi Laras. Andra sesekali mencuri pandang ke arah Laras. Sepertinya dia memang benar-benar jatuh cinta pada Laras dan ingin memperjuangkan gadis itu agar bisa membawanya ke pelaminan. ****** Derra mengganti-ganti channel TV karena menurutnya tak ada acara yang bagus. Diliriknya smartphone yang berbunyi cukup keras. Derra lupa menyetel setting volume smartphonenya hingga volume maksimal. Satu pesan WA dari Mimi. Non, tadi pak Hilmi ngubungi Mimi. Dia nanya non Derra ada project film baru apa nggak. Kalau nggak ada, katanya sih dia pingin non Derra main di film barunya. Honornya gedhe banget non, tapi syaratnya non Derra mesti lepas hijab. Derra membalas pesan Mimi. Aku nggak bisa Mi. Aku nggak mau lepas hijab. Sebesar apapun bayarannya, aku udah mantap berhijab, insya Allah aku nggak mau melepasnya. Bagas membawa dua gelas jus melon lalu duduk di sebelah Derra. “Pesan dari siapa Der?” “Dari Mimi mas. Ada yang nawarin main di filmnya, honornya katanya besar tapi syaratnya mesti lepas hijab.” Bagas membelalakan matanya, “terus jawaban Derra apa?” Derra menggeleng, “Derra menolak mas.” Bagas tersenyum, “yakin? Derra nggak nyesel?” Bagas meledek, mencoba menguji keteguhan hati Deya, apakah dia akan tergoda atau tidak. “Insya Allah nggak mas. Justru Derra akan menyesal kalau Derra mengambil tawarannya.” “Alhamdulillah..” Bagas mengecup puncak kepala Derra. Mereka saling melempar senyum. Tangan keduanya saling bertaut. “Mas bersyukur banget, Derra udah lebih dewasa dan bisa menentukan pilihan mana yang baik, mana yang nggak. I’m proud of you.” Derra mengulas senyum sekali lagi, “semua ini berhak bimbingan mas juga. Derra juga beryukur memiliki imam yang baik dan bisa membimbing Derra untuk istiqomah di jalan yang benar.” “Kita sama-sama belajar Der. Saling mengingatkan satu sama lain. Ibaratnya aku sayap kanannya, kamu sayap kiri. Kalau nggak ada kamu, mas nggak bisa terbang, begitu juga sebaliknya. Kita baru bisa terbang apabila kita bersama-sama.” Derra menghambur ke dalam pelukan Bagas. Bagas mengecup kening istrinya begitu lembut. Satu hal yang ia pinta, ia ingin berjodoh dengan Derra bukan hanya di dunia saja tapi juga di akhirat. Dan ia ingin Derra menjadi satu-satunya wanita yang akan selalu ia genggam untuk melangkah dan membangun masa depan yang indah. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD