Derra mematut diri di cermin. Ia mengamati gamis warna peach yang ia kenakan dipadu khimar sepanjang pergelangan tangan. Sejak mengenakan jilbab, Derra merasa lebih tenang. Bahkan dia rela meninggalkan atribut keartisannya. Ia hanya sesekali memenuhi undangan talk show atau photo shoot bersama Bagas.
Bagas memeluk pinggang istrinya seraya mengecup pipinya.
“Bidadari sholehahku,” ucap Bagas singkat.
Pipi Derra bersemu merah. Suaminya ini tipikal pria romantis dan tak sungkan memujinya. Ia bersyukur menemukan seorang Bagas yang telah memberikan jalan padanya untuk lebih dekat pada Allah. Ia juga bersyukur karena orangtuanya perlahan sudah mampu menerima Bagas sepenuhnya. Apalagi bisnis bonsai Bagas juga semakin sukses.
Derra membalikkan badan dan meraih tangan suaminya.
“Salah satu perjalanan terpentingku dan sangat aku syukuri adalah menikah denganmu Mas.”
Bagas tersenyum, “Sama sayang. Mas juga bersyukur menikahi Derra. Semoga Allah nggak hanya menjodohkan kita di dunia, tapi juga di akhirat.”
“Aamiin,” sahut Derra singkat.
“Ya udah berangkat yuk. Nanti telat lagi.”
Derra mengangguk, “Yuk.”
******
Bagas menghentikan mobilnya di area parkir sebuah gedung. Dia turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Derra. Pasangan yang terlihat serasi itu berjalan beriringan memasuki sebuah gedung. Huruf yang berhias bunga mawar merah serta membentuk dua nama yang berbunyi ‘Andra dan Laras’ memancing perhatian Derra dan Bagas. Mereka turut berbahagia akhirnya sahabat mereka melepas masa lajang setelah satu tahun melakukan pendekatan. Laras bahkan rela untuk pindah mengikuti suaminya.
Di dalam gedung sudah ada keluarga Laras serta ayah dan ibu Bagas yang sudah terlebih dahulu tiba di sana. Begitu juga dengan ayah dan ibu Derra juga turut menhadiri undangan. Tamu undangan yang hadir cukup banyak membuat suasana bertambah ramai. Derra dan Bagas naik ke stage untuk menyalami kedua mempelai.
“Selamat ya Ndra, akhirnya laku juga ya.” Bagas menyeringai disusul tawa renyah sang pengantin pria.
“Kan berguru sama lo bro, makanya cepet laku,” balas Andra dan kedua sahabat itu pun tertawa.
“Selamat ya Laras. Moga rumahtangga kalian selalu sakinah mawaddah warahmah.”
“Aamiin makasih banyak Derra,” Laras mengumbar senyum yang memang tak jua lepas saat menyalami tamu undangan. Wajahnya terlihat begitu cantik dengan sapuan make up naturalnya. Wedding dress muslimah membuatnya terlihat anggun seperti princess.
Bagas dan Derra ikut larut dalam kebahagiaan kedua mempelai. Mereka adalah saksi perjalanan cinta Andra dan Laras. Berbeda dengan kisah Bagas dan Derra yang berawal dari susahnya restu dari orangtua Derra, kedua keluarga Andra dan Laras sangat merestui hubungan keduanya. Derra dan Bagas berharap kemudahan dan kelancaran proses pernikahan Andra dan Laras akan terus terjaga hingga kapanpun. Kalaupun ada permasalahan yang datang, mereka berharap keduanya selalu melibatkan Allah dalam setiap urusan.
Seusai dari gedung, Bagas dan Derra pulang ke rumah, sedang orangtua Bagas masih berkumpul dengan kerabat Laras dari kampung. Andra menyediakan satu rumah untuk tempat menginap mereka. Ayah dan ibu Bagas berencana untuk kembali ke rumah Bagas nanti malam.
Setiba di rumah Bagas berganti pakaian, begitu juga dengan Derra. Setelah membersihkan diri, mereka berbincang di ruang tengah sambil memakan buah apel yang sudah dikupas dan dipotong oleh Derra. Derra menyuapkan sepotong apel ke mulut suaminya.
“Manis nggak?” tanya Derra.
“Manis, tapi lebih manis yang nyuapin,” balas Bagas dan lagi-lagi Derra tersipu dibuatnya.
“Oya Mas, Derra ada surprise buat Mas Bagas.”
“Surprise apa sayang?”
“Sebenarnya tadi pagi Derra testpack sendiri. alhamdulillah hasilnya positif Mas. Cuma Derra belum bilang karena kita kan mau ke resepsi Andra dan Laras.”
Bagas tersenyum cerah, “Beneran sayang? Kamu hamil?”
Derra mengangguk, “Iya Mas. Besok kita ke dokter ya.”
“Alhamdulillah,” Bagas mengusap wajahnya lalu menarik tubuh Derra dalam pelukannya.
“Mas seneng banget. Mas harap Allah memberikan kelancaran sampai persalinan. Kita mampu menjadi orangtua yang baik untuk anak kita. Kita didik dan besarkan dia dengan pondasi agama yang kuat, dengan kasih sayang.”
“Iya Mas,” balas Derra singkat.
Bagas mengecup kening istrinya begitu lembut dan diakhiri dengan kecupan di bibirnya. Dua sejoli itu masih berpelukan sembari merasakan semilir angin yang menelusup ke celah ventilasi tapi suasana tetap hangat karena pelukan yang mengalirkan energi cinta yang tiada pernah habis.
Cinta terindah dalam mencintai pasangan itu adalah cinta yang ditujukan karena Allah dan selalu bersama menjalankan kapal rumahtangga menuju dermaga keridhoanNya.
******