Andini duduk di kursi penumpang depan, menyilangkan kaki dan merapikan rambutnya sambil kesal. Ferdi menyetir dengan tenang, satu tangan di kemudi, satu lagi bersandar di konsol tengah—dekat dengan tangan Andini, seolah siap diraih kalau wanita muda itu makin panas. “Aku tuh udah baik banget. Baik, lho! Aku bahkan ngajak dia ngopi—ngopi, Ferdi. Bukan kopi sianida lho. Aku nggak pake racun!” Ferdi tersenyum, tidak menoleh, hanya berkata pelan, “Dia malah milih ngejambak rambut kamu.” “Bukan cuma ngejambak! Dia nyakar aku juga! Nih!” Andini mengangkat lengannya, menunjukkan goresan yang nyaris tak kelihatan. "Aku bahkan kena tampar di bibir." “Liat ini. Ini... ini bisa jadi bekas permanen. Gimana kalau anak kita nanti nanya, 'Bu, kenapa lengan Ibu kayak jalur peta jalur kereta api?' ter

