Penutup kain Vano dilepas. Di hadapannya duduk seorang pria. Elegan. Tenang. Dasi abu-abu dan jas hitam seperti baru keluar dari pertemuan penting, bukan dari penculikan. Vano mengangkat wajahnya. Mengernyit. Bingung. “Kamu siapa?” tanyanya heran. Pria itu menyilangkan kaki. Menghela napas pelan, lalu mencondongkan tubuh ke depan. Matanya mengamati Vano seperti sedang membaca laporan patologis yang isinya sudah ia hafal. Kemudian dia bicara, suaranya datar, sedikit beraksen—dingin. “Aku Herdi Martenez.” Vano membeku. Herdi Martenez? Paman Roy. Tubuh Vano menegang. Herdi tidak tersenyum. Tidak mengancam. Tapi auranya menyesakkan. Ia meletakkan map di meja dan membukanya perlahan. Beberapa lembar kertas, lalu satu botol kecil dimiringkan dari saku jasnya ke atas meja. Arsenik. H

