Eps. 13 Jurusan Kuliah

1036 Words
Casia tidak sadar sama sekali jika dibalik keramaian ini ada sepasang mata yang terus mengawasi setiap gerak-geriknya. "Gadis itu yang kulihat beberapa waktu yang lalu." Anak lelaki berseragam SMP melihat dari kejauhan di tengah keramaian di luar jalanan. Dia bahkan sampai bolos dari pelajaran hari ini demi bisa melihat Casia. Dia juga ingin mengetahui di mana tempat tinggalnya. Akh! Sayang sekali, Casia masuk mobil dengan cepat kemudian menghilang di tengah keramaian. Saat itu Nevan berlari untuk mengejar, namun kehilangan jejak. Ada mobil yang sama persis, namun terlihat dari kaca mobil jika yang duduk di dalamnya bukanlah Casia. Dengan napas yang terengah akhirnya ia berhenti mengejar. "Sial! Tinggal sedikit saja tadi padahal aku bisa mengejarnya! Ini kesempatan terakhirku untuk bertemu dengannya, tapi gagal sudah." Nevan meremas rambut hitamnya, menatap kosong pada kendaraan yang lalu lalang. Terdengar suara klakson mobil. "Minggir! Anak kecil, minggir! Kamu mau bunuh diri, ya?" Seorang pria kembali membunyikan klakson sembari membuka kaca mobil separuh, berteriak pada Nevan. Nevan membalasnya dengan tatapan nyalang sembari menepi. Mobil tadi kemudian melintasinya dan kembali membunyikan klakson, membuat Nevan meremas tanyanya. Jika saja ada batu saat itu di depannya pasti dia sudah melemparkan batu itu ke mobil tadi sampai pecah kacanya, atau minimal body mobil tergores. *** "Ayah senang, hari ini kamu sudah lulus dengan nilai terbaik di sekolah. Tidak sia-sia selama ini usahamu." Nata melempar pandangan pada Casia di mobil, saat dalam perjalanan pulang. Setelah mengambil banyak foto tadi, Casia ingin segera pulang dan beristirahat di rumah setelah seharian berada di sekolah, meski Nata mengajaknya untuk berkeliling sebentar ke suatu tempat atau semacamnya untuk merayakan kelulusannya. "Minggu depan ada ujian masuk PTN, kamu mau ambil jurusan apa?" Valia yang ganti bertanya. "Ibu ... Ayah ... untuk kuliah, aku mohon pada kalian berdua untuk menghargai apapun pilihan jurusan kuliahku nanti." "Apa kamu mau mengambil jurusan ekonomi bisnis? Manajemen bisnis?" Casia menggeleng dengan opsi yang disebutkan oleh Valia. "Lalu jurusan apa yang mau kamu ambil?" Nata menimpali. "Aku ingin sekolah model saja, Ayah." Tak hanya Nata saja yang terkejut dengan pilihan yang disebutkan oleh Casia, tapi Valia malah lebih terkejut lagi daripada pria itu. Menurutnya Casia pasti akan mengambil kuliah jurusan ekonomi. Karena Nata punya perusahaan. Baik dirinya maupun Nata menginginkan Casia menjadi penerus dan meneruskan perusahan keluarga. Apalagi dengan nilai akademik yang bagus, pasti sangat menunjang nantinya. "Model? Kamu ingin jadi artis?! Casia apa kamu tahu pilihanmu itu?" Terdengar suara bariton Nata. Casia sudah yakin, Nata pasti menentang pilihannya. Tujuannya hanya satu kembali ke masa ini, dia tidak lupa dengan niatnya untuk membalas perbuatan Theo di masa depan. Dan tentunya itu harus dimulai dari sekarang. "Ayah, aku tidak perlu kuliah jurusan ekonomi bisnis ataupun manajemen. Aku sudah menguasainya. Aku hanya ingin menjadi model untuk saat ini. Tolong, pertimbangkan." Nata mengerutkan keningnya mendengar jawaban yang terlontar dari bibir mungil Casia. Bagaimana bisa putrinya itu bisa sudah menguasai ilmu ekonomi ataupun manajemen bisnis? "Ayah, percayalah padaku. Sekarang pun aku bisa Jika ia memintaku membantu di kantor. Atau Ayah bisa melakukan tes kecil padaku. Sebutkan sejarah beberapa pertanyaan seputar ekonomi bisnis." Casia tetap teguh pada pilihannya dan malah menantang, membuat Nata berang. Pria itu kemudian melontarkan beberapa pertanyaan dasar hingga beberapa pertanyaan yang tingkatannya lebih sulit dari sebelumnya seputar ekonomi bisnis. Mengejutkan sekali, putrinya itu bisa menjawab semua pertanyaannya dengan mudah, padahal Casia belum menempuh pendidikan tersebut. Nata menarik pandangan dari Casia kemudian beralih menatap Valia. Rupanya wanita itu sama terkejutnya dengan dirinya. "Casia, Ibu kira kamu anak cerdas tapi ternyata kamu jenius." Entah itu pujian atau pengakuan dari Valia, yang jelas Casia mengulum senyum mendengarnya. Valia memutar otak kecil memikirkan perusahaan keluarga. Lalu beralih menatap Casia. Menurutku biar saja dia jadi model. Model juga bagus. Lalu ketika dia bosan jadi model, dia bisa kembali ke perusahaan kapan saja dia mau. "Nata, biarkan saja Casia kuliah jurusan modelling. Itu bagus untuknya." "Valia ... apa yang kamu bilang barusan?" Sungguh, Nata terkejut dengan perkataan Valia. Biasanya istrinya itu mendukung dirinya tapi kenapa kali ini tidak? "Biarkan saja, Nata." Nata tak bisa berkata lagi. Entah apa sebenarnya yang ada dalam pikiran Valia, tapi yang jelas Nata tak bisa menolaknya lagi jika Valia sudah memutuskan. Karena dia tahu Valia tidak akan mengambil keputusan secara sembarangan tapi dengan pemikiran yang mendalam. "Terima kasih, Ibu." Casia pasukan menunjukkan rasa terima kasihnya. Ia memeluk Valia juga mencium pipi wanita itu. Sesuatu ya tak pernah dilakukannya dulu. "Casia ... apa yang kamu lakukan? Ibu rasa sekarang kamu pintar merayu Ibu. Dari siapa kamu belajar?" "Aku tidak pernah menggoda atau pun merayu Ibu. Aku hanya menunjukkan rasa hormatku pada Ibu saja." Valia mengangguk. Entah dia menjadi suka dengan Casia, suka dengan perubahan sikapnya yang sekarang ini. Casia mengulum senyum. Dia melipat tangan di d**a sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Menurutnya waktu berputar lama sekali. Dia tak sabar segera kembali ke masa dewasa. *** "Apa yang kamu lakukan di sini, Nevan?" tanya seorang gadis. Beberapa hari setelah kelulusan kelas dua belas, Nevan gerak mendatangi sekolah SMA tersebut. Padahal dia tahu Casia sudah tak ada di sana lagi, sudah lulus. Tapi tetap saja dia ke sana setiap hari. Dia yakin saja bisa bertemu kembali dengan Casia. Mungkin saja gadis itu akan datang ke sekolah ini, entah untuk mengurusi apa dan jika beruntung, Nevan bisa bertemu dengannya. "Aku hanya main di sini, apa tidak boleh?" balas Nevan menatap tajam gadis siswi SMA yang baru naik kelas dua belas itu. "Kamu ini anak SMP, kenapa sering main ke mari? Apa ada seseorang yang kamu cari?" balasnya penuh selidik. "Jika aku beritahu kamu, apa kamu bisa membantuku?" "Tergantung." "Apa?"tuntut Nevan. Gadis tadi beralih menghampiri Nevan. Lalu menara satu tangannya pada bahu Nevan, menelannya kuat. "Tergantung berapa besar suap yang kamu berikan padaku?" Nevan kesal melihat senyum melecehkan gadis itu, memuatnya urung untuk menceritakan maksudnya datang ke sekolah ini. "Tidak! Tidak ada sogokan untukmu." Nevan menyentak tangan gadis tadi dari bahunya dengan kasar. Dia lantas menuju ke pagar pembatas lalu memanjat pagar itu dan melompat turun kembali ke sekolahnya. "Dasar anak berandal. Jangan bilang dia naksir salah satu gadis yang ada di sekolah ini." "Yang jelas aku tidak naksir kamu, ingat itu." Rupanya Nevan masih bisa mendengar dengan jelas gumaman gadis tadi yang membuatnya kesal. "Apa yang kamu lakukan di sini?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD