Bab 4. Tidak berubah

1249 Words
Arhan menatap gelisah jam tangannya berulang kali. Masih ada beberapa jam lagi latihan selesai. Fokusnya terpecah oleh keinginan sang istri, yang diutarakan semalam. Keinginan untuk mengakhiri rumah tangganya walaupun dengan syarat yang sangat tidak masuk akal. “Mantan istri kamu datang,” ucap seorang temannya, menghampiri dan menunjuk ke arah belakang. Arhan menoleh, dimana ia melihat sosok Salsa datang dan melambaikan tangan ke arahnya. Arhan membalas lambaian tangan wanita itu, segera bergegas menemuinya. “Hai,, “ Salsa menyapa, memberikan botol minum air dingin. “Nggak bilang mau kesini,” Salsa dan Arhan duduk di tepian lapang bola, memperhatikan beberapa rekan lainnya yang masih berlatih. “Jadi, kalau mau kesini harus bilang dulu gitu?” Arhan tersenyum, “Untuk sekarang iya, karena aku nggak mau kamu terseret gosip yang mungkin bikin kamu nggak nyaman.” keduanya tengah menjadi sorotan, Arhan dengan prestasinya yang semakin dikenal banyak orang, juga Salsa yang memang menekuni dunia entertainment. Setiap gerak-gerik keduanya akan menjadi pusat perhatian, tidak apa jika status keduanya sama-sama sendiri, pasalnya saat ini status Arhan masih suami Kayra. “Baiklah,” jawab Salsa dengan nada kesal. “Tapi, kapan aku bisa datang ke sini tanpa harus izin dulu?” secara tidak tersirat, Salsa menanyakan kapan kepastian statusnya.. “Sebentar lagi, nggak akan lama.” ia meyakinkan. “Kayra setuju untuk berpisah?” Salsa penasaran. “Setuju.” jawabnya tanpa menceritakan syarat apa yang diajukan Kayra padanya. Salsa tidak boleh sampai tahu. “Semudah itu? Padahal Kay kelihatan suka sama kamu,” “Masa sih?” Arhan penasaran sekaligus tidak yakin dengan tuduhan Salsa, tapi wanita itu justru menganggukkan kepalanya, “Kamu nggak nyadar emang, selama ini Kay kelihatan banget suka sama kamu.” Arhan menggeleng lemah “Nggak tahu, mungkin karena nggak merhatiin juga.” balasnya. “Kay sering datang saat kamu bertanding, kadang dia juga datang ke sini lihat kamu latihan.” Kening Arhan mengerut, “Sungguh?” “Iya, aku tahu dari Mas Ilham.” Ilham ketua divisi kantor, sekaligus pengurus management sepak bola Tunas putra. “Oh,,, kamu sering komunikasi sama Mas Ilham?” “Kadang-kadang, kalau lagi nanyain kami aja.” Salsa tersenyum samar. Arhan mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang mungkin saja benar muncul di sekitar lapang tempatnya berlatih. Tapi ia tidak melihatnya, sosok itu tidak ada di sudut mana pun. Arhan berdecak kesal, seharusnya ia tidak perlu berharap akan kehadiran Kayra saat ini, wanita itu jelas ada di tempat kerjanya, tadi pagi ia mengantarnya sendiri. Terlalu berlebihan berharap wanita itu ada di sini, melihatnya bersama mantan istrinya. Tiba-tiba Arhan sangat ingin memastikan dimana Kayra saat ini, mungkin ada di kantornya atau justru ada di sekitar lapangan bola. “Tunggu sebentar,” Arhan pamit untuk menghubungi Karya, menjauh agar Salsa tidak mendengar ucapannya. Lelaki itu menghubungi istrinya hanya karena penasaran dimana keberadaannya. “Halo,” terdengar suara Kayra dari seberang sana. “Kamu dimana?” tanpa basa-basi, Arhan langsung menanyakan keberadaannya. “Di butik, kenapa?” “Serius? Nggak bohong?” selidik Arhan. “Aku tidak pernah berbohong.” tegas Kay, dengan suara tenang seperti biasanya. “Biasanya kamu datang ke tempat latihan ku secara diam-diam.” sindir Arhan. “Hari tidak.” “Kenapa?” “Karena nggak lama lagi kita akan cerai.” Jawab Kay dengan santainya, tapi mampu menyulut emosi Arhan. “Yakin?” “Tentu, kamu sudah setuju kemarin malam.” “Aku nggak bilang mau,” “Terserah, artinya kamu hanya menunda kebersamaan kalian saja. Padahal Salsa saat ini ada bersamamu, menemanimu latihan. Apa kamu tidak ingin segera rujuk dengannya?” Seketika Arhan kembali mengedarkan pandangan, mencari sosok Kayra yang mungkin saja tengah bersembunyi di salah satu sudut lapangan. “Kamu,, “ “Tidak perlu bertanya dari mana aku tahu, lebih baik fokus saja pada tujuan kita. Kamu memenuhi syaratnya dan aku akan menandatangani surat cerai itu. Oke?” Karya langsung mematikan sambungan sepihak, membuat Arhan semakin kesal dibuatnya. “Aku harus pulang,” tiba-tiba Arhan kembali dengan langkah tergesa-gesa, tapi bukan untuk kembali bicara dengan Salsa, melainkan mengambil tas selempang miliknya dan bergegas pulang. “Arhan! Kamu mau kemana?” protes Salsa. “Pulang!” jawabnya tanpa menoleh, bahkan langkahnya semakin cepat meninggalkan Salsa yang nampak kesal. Mobil berwarna hitam milik Arhan sampai di pelataran parkir butik milik Kayra. Beruntung situasi butik tidak terlalu ramai, membuatnya bisa langsung menyeret sang istri pulang. Namun rupanya dugaan Arhan salah. Di dalam sana, lebih tepatnya di ruang khusus tamu, Arhan melihat sosok Ibunya yang tengah berbincang dengan Kayra. Sial, kenapa Ibunya ada di sini? “Arhan!” Ibunya memangil dengan tatapan terkejut, melihat pemandangan yang sangat jarang terjadi, yakni Arhan mengunjungi butik milik istrinya, sungguh pemandangan yang sangat jarang dan luar biasa anehnya. “Tumben kesini, mau apa? Pasti mau jemput Kay kan?” dengan senyuman jahil wanita paruh baya itu tersenyum ke arah Arhan. “Iya.” balasannya singkat, menoleh ke arah Kayra yang terlihat sibuk dengan kertas di hadapannya dan tidak sedikitpun menoleh ke arahnya. “Sayang sekali istrimu sibuk, nggak bisa langsung pulang. Lagipula masih jam kerja,” Bu Risma menunjuk ke arah jam dinding, sementara waktu masih menunjukkan pukul dua siang. “Latihannya sudah selesai kan? Kamu bisa tunggu dulu.” Risma tersenyum senang, tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar di raut wajahnya. “Tunggu sebentar, aku masih ada kerjaan.” pada akhirnya Kayra menghampiri suaminya. Kehadirannya cukup menyita banyak perhatian, Arhan memutuskan untuk menunggu di rumah kerja Kayra saja. Ruang kerja wanita itu bernuansa putih dan coklat muda. Perpaduan warna yang membuat suasana lebih hangat dan nyaman. Di meja kerja Karya terdapat dua foto yang sengaja ditaruh berdampingan. Satu foto pernikahan mereka berdua, dan satu lagi foto Kirana bersama Oma dan beberapa anak panti. Mungkin karena efek latihan yang begitu menguras tenaga, Arhan memutuskan untuk istirahat sebentar. Karena suasana ruang kerja Kayra yang nyaman dan tenaga, kedua matanya bisa terlelap dengan mudah. Entah sudah berapa lama Arhan tertidur, tapi rasanya masih sangat nyaman dan hangat, sampai akhirnya ia merasakan usapan lembut di pundaknya. “Bagun, sudah sore. Ayo kita pulang.” suara yang begitu familiar terdengar di telinganya. “Lama banget!” Keluhnya. “Udah selesai belum?” tanya Arhan sambil mengucek kedua matanya. “Udah selesai dari tadi.” “Kenapa nggak bangunin aku?” lelaki itu segera melihat pergelangan tangannya untuk memastikan, dan benar saja waktu sudah mendekati pukul lima sore dan ia tertidur lebih dari satu jam. “Buang-buang waktu tidur disini. Ayo! Kita harus segera menyelesaikannya sekarang juga!” Kayra hanya bisa mengikuti lelaki itu dengan berjalan di belakang Arhan menuju mobil. Selama perjalanan pulang, lelaki itu terdiam dengan ekspresi terlihat kesal. Kenapa ia selalu memasang ekspresi seperti itu? “Aku ingin segera melakukannya bukan karena ingin merasakannya bersamamu, tapi karena aku ingin segera mengakhiri hubungan ini. Aku ingin segera kembali pada Salsa.” Arhan menoleh ke arah Karya yang terdiam menatap lurus kedepan. “Aku nggak bahagia.” lanjutnya. “Kamu nggak bahagia?” Kayra balik bertanya dengan senyuman. “Iya! Rumah tangga macam apa ini, sangat jauh dari kata bahagia.” Kayra terdiam sejenak, lantas mengangguk. “Jika selama ini kamu tidak merasa bahagia bersamaku, lantas bagaimana denganku yang selalu dituntut mengerti?” Karya menghela. “Memergoki suami pacaran dengan mantan istrinya.” saat mengatakannya tidak terdengar sedikitpun nada marah atau kesal. Kayra terlihat benar-benar tenang. “Jika kamu keberatan dan tidak suka, seharusnya kamu bilang sejak awal. Dengan begitu kita nggak perlu sejauh ini dan bisa berpisah lebih cepat.” Kayra terkekeh pelan. “Karena aku masih berharap kamu berubah, ternyata tidak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD