7. Rencana Pernikahan

1082 Words
Andreas berdiri di dekat jendela kamarnya dengan tatapan mata yang memandang keluar. Wajahnya terlihat mengeras seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat pelik. Apa yang sudah direncanakannya selama sebelas tahun ini akan segera terjadi. Dia merasa jika inilah saatnya untuk mengambil hak keluarganya. Sebuah tangan mengusap punggungnya lembut dan membuatnya menoleh. “Ibu.” Pria itu tersenyum melihat wanita yang sangat disayanginya dan mengambil tangan ibunya untuk digenggam. “Apa ada yang mengganggumu?” tanya Rania sedikit khawatir. Kepala Andreas menggeleng pelan. “Tidak ada, Bu. Semua akan berjalan sesuai dengan rencana.” “Kamu terlihat cemas atau sedang memikirkan sesuatu." Rania tidak mudah dibohongi. Andreas menggelengkan kepalanya lagi dan tersenyum tipis. “Setelah sebelas tahun kita merencanakan semua ini, kita akan melakukannya sekarang. Mungkin aku harus lebih menyiapkan mentalku untuk menghadapi apa yang akan terjadi.” “Bagaimana dengan gadis itu?” Rania bertanya lagi. Dia sedikit mengetahui tentang Bella, dan gadis itu sama sekali tidak tahu apapun mengenai tujuan putranya. “Bella. Kenapa dengan dia?" Kening Andreas sedikit mengernyit. “Dia tidak akan mendapat perlakuan buruk ‘kan?" Rania menatap lekat pada wajah putra tunggalnya yang sangat mirip sekali dengan mendiang ayahnya, tapi dalam versi lebih muda. Andreas tersenyum tipis. “Dia akan baik-baik saja, meski dia akan sedikit kecewa dengan apa yang akan diterimanya.” “Oh, soal warisan itu.” Rania menghela napas panjang. “Jangan khawatir, Bu. Dia tidak akan disakiti.” Andreas melingkarkan tangannya pada pundak sang ibu dan mengecup pipinya penuh sayang. Andreas sangat tidak mengerti pada ibunya yang begitu takut bila dia akan menyakiti Bella. Padahal, ibunya sama sekali tidak mengenal siapa itu Bella dan hanya mengenal dari cerita yang dituturkan oleh Icha dan dirinya. Siang itu Andreas sudah bersiap dengan penampilannya yang lebih baik. Hari itu dia akan mengunjungi kediaman Bella untuk bertemu dengan seluruh anggota keluarga Tanuwidjaja. Andreas sudah tidak sabar untuk berhadapan langsung dengan pria yang selama ini menjadi pusat kebenciannya. Saat ini Andreas sudah berada di depan kediaman Tanuwidjaja. Dia memandangi bangunan mewah di hadapannya yang dia yakin jika seluruh penghuni rumah itu hidup dengan bergelimang kemewahan dan tanpa kekurangan. Membayangkan hal itu membuatnya semakin muak dan rasa bencinya semakin memuncak. “Kamu sudah datang?" Andreas sedikit tersentak dengan sapaan dari suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya, yaitu Bella. Gadis itu mengenakan dress selutut berwarna pastel yang lembut. Rambut hitam ikal panjangnya sedikit dijepit ke belakang sehingga menampilkan kesan manis yang menawan. Namun, Andreas tidak akan mudah terpengaruh dengan pesona gadis itu meski di matanya Bella tampak sangat sempurna dalam ukuran wanita. “Ya.” Andreas membalas singkat. Kembali dia memasang ekspresi datar pada gadis itu yang masih berada di teras rumah. “Kakek dan papa sudah menunggu di dalam. Sebaiknya kita masuk sekarang," ucap Bella lagi yang kemudian memutar tubuhnya untuk berjalan lebih dulu. Di belakangnya, Andreas berdehem. “Apa kamu akan membiarkan calon suamimu berjalan seorang diri untuk masuk ke dalam rumahmu?” Ucapan Andreas sukses membuat langkah kaki Bella terhenti. Gadis itu terdiam, lalu menoleh ke arah belakangnya. Andreas tersenyum kecut, kemudian melangkah naik ke tangga teras untuk menghampiri Bella dan berdiri tepat di sebelahnya. Bella masih terdiam dan tanpa dia duga, Andreas menggandeng tangannya membuat tatapan mata mereka bertemu. “Kita harus lebih natural agar keluargamu bisa melihat sedekat apa hubungan kita,” ucap Andreas dengan tenang. “Apa aku juga harus mengingatkanmu tentang aturan yang tertulis?” Bella mengingatkan pria itu pada kontrak yang sebelumnya sudah mereka sepakati. Andreas sedikit mengernyit yang kemudian dia menyadari kesalahannya, dan refleks melepas tangan Bella dari genggamannya. “Tidak ada kontak fisik. Ya, ya, aku mengerti.” Bella hanya menatap pria itu datar dan kembali melangkah masuk ke dalam rumah dengan Andreas yang mengekor di belakangnya. Andreas sudah menyiapkan dirinya untuk bertemu langsung dengan pria itu, Pramana Tanuwidjaja. Di ruangan itu bukan hanya ada Pramana saja, tapi ada Adrian dan juga Indira yang menyambut kedatangan Andreas. “Kakek, ini Andreas.” Bella memperkenalkan Andreas pada kakeknya. Andreas tampak tersenyum tipis ketika tatapan matanya bertemu dengan sepasang mata tua milik pria itu. “Andreas, senang akhirnya kita bisa bertemu. Bella tidak banyak bercerita mengenai hubungan kalian," ujar Pramana tanpa basa-basi lagi. “Sepertinya kami menjalani hubungan backstreet, dia tidak mau ada yang mengetahuinya termasuk keluarga besarnya,” balas Andreas sedikit melirik pada Bella yang tidak berkomentar banyak mengenai ucapannya. Pramana menganggukkan kepalanya dan memandang Bella dengan senyum hangat. Lalu, dia melirik ke arah pemuda yang berdiri di sebelah cucunya. Dalam sekilas dia seperti melihat wajah seseorang. “Aku seperti pernah melihatmu, tapi di mana ya ...,” gumam Pramana. Hal itu membuat Bella ikut memandang ke arah Andreas. Andreas tersenyum samar. “Mungkin wajah saya memang pasaran, Tuan.” “Ah, iya, kamu benar. Ayo, kita duduk dan membicarakan mengenai rencana pernikahan kalian.” Pramana berjalan lebih dulu ke arah sofa yang kemudian diikuti oleh semua orang. Mereka mulai membahas tentang pernikahan Bella dan Andreas yang rencananya akan dilangsungkan pada awal bulan depan. Pramana ingin pernikahan Bella diadakan di salah satu hotel berbintang dan mengundang beberapa orang penting dari relasi bisnisnya. Adrian pun tidak keberatan dengan rencana ayahnya mengingat Bella adalah cucu pertama dan kesayangannya. Namun, Bella sedikit keberatan dengan rencana pernikahannya yang digelar secara mewah oleh kakeknya hingga membuat semua orang di sana tampak terkejut. “Ada apa, Bella? Kenapa kamu tidak mau bila kami membuat resepsi pernikahan kalian seperti yang diinginkan oleh kakek?" tanya Adrian mewakili ayahnya. Andreas sekilas melirik ke arah Bella yang duduk tepat di sebelahnya. “Aku hanya ingin menikah dengan resepsi sederhana.” Suara Bella terdengar sangat pelan. Adrian memandang ayahnya setelah mendengar ucapan Bella. “Bella pahamilah, bahwa sudah lama sekali kakek menantikan hari ini. Pernikahanmu. Kamu sudah memutuskan untuk menikah dengan pria pilihanmu dan kakek sama sekali tidak menentangnya. Bukankah sebagai balasan kamu harus menerima keputusan kakek. Bukankah begitu lebih adil?” Pramana pun angkat bicara mengenai protes dari cucunya. Bella tampak bergeming. Dia memikirkan ucapan kakeknya yang memang ada benarnya. Meskipun dia tidak menginginkan resepsi mewah, tidak mungkin juga dia kembali egois dan melupakan kebaikan kakeknya yang telah menerima Andreas dengan tangan terbuka. Pada akhirnya Bella menganggukkan kepalanya dan menatap sang kakek yang menunggu respon darinya. “Baiklah, Kek. Bella tidak akan melarang kakek untuk melakukan resepsi mewah untuk pernikahan kami.” Ucapan Bella membuat Pramana tersenyum senang, begitu juga dengan Adrian. Berbeda dengan Indira yang tampak sangat tidak senang mendengarnya. Dan, Andreas bisa melihat sikap kesal Indira terhadap pernyataan Bella. Dia tahu jika wanita itu adalah ibu tiri Bella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD