5. Selangkah Lagi

1188 Words
Supir menghentikan kendaraan di pinggir jalanan di depan sebuah bangunan ruko tiga lantai. Seorang pria bersetelan rapi keluar dari mobilnya. Pria itu memandangi bangunan di depannya yang adalah sebuah bengkel mobil yang siang itu tampak sibuk. Pria itu melangkah masuk ke dalam area bengkel dengan sikap hati-hati. Dia tidak mau bila oli atau jenis kotoran lain mengotori pakaiannya. Tatapan matanya mengedar ke sekeliling ruangan bengkel yang dipenuhi mobil itu, seperti sedang mencari seseorang. Ada salah satu petugas bengkel tersebut memperhatikan pria yang terlihat asing dan kemudian menghampirinya. “Selamat siang, Pak, ada yang bisa saya bantu?” Pria itu menoleh ke arah suara yang menyapanya. “Saya ingin bertemu dengan Andreas. Benar dia bekerja di sini?" “Andreas? Benar sekali, Pak. Sebentar saya akan panggilkan.” Andreas menemui orang yang mencarinya, keningnya sedikit mengkerut ketika tahu siapa orang yang ingin bertemu dengannya. Dia tersenyum tipis dan berjalan menghampiri pria itu. “Selamat siang, Pak.” Pria yang tengah sibuk dengan ponsel di tangannya, sontak saja mendongak dan mendapati orang yang dicarinya sudah berdiri di depannya. “Andreas, bisakah kita bicara?" tanya Adrian pada pria di depannya. Saat ini dua pria berbeda generasi itu sudah duduk di salah satu kursi di cafe yang tidak jauh dari bengkel mobil tempat kerja Andreas. Sudah beberapa menit mereka di sana dan belum ada pembicaraan yang keluar dari mulut masing-masing. Andreas memperhatikan pria di depannya yang wajahnya mirip dengan gadis manja yang beberapa hari lalu mulai memenuhi isi kepalanya. Dia sama sekali tidak menyangka jika ayah gadis itu bisa datang mencarinya hingga ke tempat kerjanya. “Andreas, kamu pasti sudah tahu kedatangan saya ke tempat kerjamu.” Adrian mulai membuka percakapan. Kepala Andreas mengangguk. Tentu saja dia tahu dengan hal itu, tidak mungkin bila pria itu datang mencarinya dengan alasan lain yang tidak masuk akal. “Apakah dia baik-baik saja?” tanya Andreas mengenai Bella, karena sudah dua hari mereka tidak berkomunikasi untuk membahas kelanjutan kontrak mereka. “Sebenarnya dia baik-baik saja, hanya saja hubungan kami semakin memburuk. Dia tidak mau berbicara dengan saya sejak pulang dari pertemuan kita.” Adrian tidak akan menyangkal bila hubungannya dengan Bella memang sudah memburuk sejak beberapa tahun lalu ketika gadis itu mendengar gosip tidak mengenakan dari pelayan mereka yang pada akhirnya Adrian memecat si pelayan itu agar tidak menyebar fitnah di dalam rumah ataupun di luar. Dan, dengan adanya masalah ini membuat hubungannya dengan putrinya semakin buruk. Bella semakin menjauhinya. “Beritahu saya, siapa dirimu sebenarnya.” Adrian berbicara dengan penuh penekanan, dari nada suaranya terdengar sangat menuntut. Andreas tampak tersenyum tipis. “Saya sudah memberitahu Anda tentang diri saya dipertemuan kita dua hari lalu, Pak. Inilah saya. Saya memang tidak memiliki harta melimpah seperti keluarga anda." Bagi Adrian, sepertinya semua itu tidak cukup. Dia menginginkan sesuatu yang membuatnya tergugah, sehingga dia memiliki alasan kuat untuk bisa memberi restu hubungan pria itu dengan putrinya. “Apa kamu benar-benar mencintai Bella?” Andreas tidak langsung menjawabnya. Dia berpikir sejenak, karena tahu semua ucapannya akan menjadi konsekuensi di masa depan. Meski dia tidak tahu menahu apa rencana Bella dengan mencari suami kontrak, tapi dia tahu apa rencana yang akan dilakukannya. “Ya, saya sangat mencintai putri anda, Pak.” Adrian manggut-manggut. “Saya harap, kamu benar-benar mencintainya. Karena saya tidak mau membuat putri saya mengalami hal yang sama seperti ibunya." Andreas mengernyit mendengar ucapan Adrian. Tentu saja hal itu membuatnya penasaran, tapi dia tidak mau bertanya lebih banyak, karena itu diluar dari rencananya. “Meski hubungan kami terlihat baru, tapi jujur saja saya memang mencintai putri anda.” Andreas kembali menegaskan dan ingin ucapannya terdengar meyakinkan pria di depannya. “Apa karena Bella berasal dari keluarga berada?” selidik Adrian. Tatapan matanya menyoroti pemuda di depannya penuh dengan raut curiga. Andreas tertawa kecil seraya menggeleng. “Dia tidak pernah mengatakan siapa dirinya, Pak. Kami hanya berkenalan tanpa membahas latar belakang, sampai kami memutuskan untuk menikah dan tahu latar belakang kami masing-masing.” Adrian cukup lama terdiam setelah mendengar penjelasan dari Andreas. Menurutnya hal itu sangat masuk akal, dia tahu benar bagaimana sifat putrinya. Kemudian kepala pria paruh baya itu manggut-manggut. “Ya, saya mengerti.” Mereka cukup lama terdiam, hingga akhirnya Adrian kembali berbicara, “Saya akan membicarakan mengenai rencana pernikahan kalian dengan ayah saya. Bella adalah cucu kesayangannya, dan ayah saya ingin yang terbaik untuk cucunya.” Andreas tersenyum penuh arti mendengar ucapan Adrian. ‘Selangkah lagi,’ ucapnya membatin. *** “Kamu akan merestui Bella menikah dengan pria itu?" Adrian menoleh pada istrinya yang tampak terkejut setelah tahu bahwa dirinya baru saja bertemu dengan Andreas dan akan segera membicarakan tentang pernikahan putrinya dengan sang ayah. “Ya. Ayah juga sepertinya sudah setuju.” Indira tersenyum kecut. “Apa kamu tidak curiga dengan semua ini?” Indira bertanya lagi. Kening Adrian mengernyit. “Curiga? Maksud kamu?" “Ini seperti sangat mendadak, kamu tidak lupa 'kan bila Bella mencuri dengar percakapan kamu dan ayahmu, mengenai jika dia menikah dia akan mendapatkan setengah warisan milik ayahmu. Dan, tiba-tiba saja dia memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat. Bukankah ini sangat mencurigakan?" Adrian terdiam mencerna perkataan istrinya yang menurutnya sedikit masuk akal. Namun, dia merasa bingung harus percaya pada istrinya atau putrinya. Di sisi lain, dia juga harus melakukan sesuatu untuk hubungannya dengan Bella. Adrian melangkah mendekat pada Indira dan menyentuh pundaknya. “Dengar, Indira. Aku tidak tahu bagaimana pandanganmu terhadap Bella, yang aku tahu apa yang aku lakukan adalah bentuk rasa bersalahku pada ibunda Bella. Jadi, daripada aku terus dimusuhi oleh anakku sendiri, sebaiknya aku merestui hubungan mereka. Dengan begitu hubunganku dan Bella akan semakin membaik.” Indira hanya menatap suaminya dengan raut kecewa. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat tidak senang bila Bella menikah, karena Pramana akan memberikan setengah warisannya untuk Bella. Sementara untuk dua anaknya, mereka hanya mendapat seperempatnya saja. Baginya itu sama sekali tidak adil. Dia harus menggagalkan pernikahan Bella dengan pria itu agar Bella tidak mendapatkan warisan tersebut. “Tolong panggilkan Bella, minta dia untuk ke ruangan ayah.” Setelah mengatakan itu, Adrian keluar dari kamar menuju ke ruang kerja ayahnya. Selang waktu kemudian, Bella mengetuk pintu ruangan kakeknya. Terdengar suara berat Pramana yang meminta cucunya itu untuk masuk. Bella sempat terkejut ketika masuk ke ruang kerja kakeknya yang ternyata tidak sendirian, ada ayahnya di sana. “Kakek ingin bertemu dengan Bella?” tanyanya. “Kemarilah, Bella. Ada yang ingin kami bicarakan.” Bella menghampiri ayah dan kakeknya, lalu mengambil duduk di sofa kosong di antara dua pria itu. “Apa ada hal penting?” Gadis itu bertanya gugup. Kepala Pramana manggut-manggut. “Ini jelas penting untuk kakek dan ayahmu, Bella.” Bella tidak ingin berspekulasi mengenai apa yang akan dibahas oleh kakek dan ayahnya. Dia tahu bahwa semua ini pasti ada hubungan dengan rencana pernikahannya bersama Andreas yang masih belum mendapatkan restu dari ayah dan kakeknya. Bila saja ayah dan kakeknya mulai menjodohkannya dengan orang lain, mungkin dia akan menolaknya mentah-mentah. Karena dia yakin pria—yang entah siapa itu, pastinya tidak akan mau diajak bekerjasama. “Apa yang ingin kakek bicarakan?" Pramana melirik ke arah Adrian, begitu juga dengan Bella yang sontak saja ikut melirik pada ayahnya. “Kami akan merestui pernikahanmu dengan Andreas.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD