Mata Nadira terbuka lebar sesaat mendengar penuturan orang di seberang sana. Jantungnya berdegup lebih kencang, bersamaan dengan sesal yang mulai menghampirinya. "Tidak mungkin," gumamnya. Tak sadar jika ponsel dalam genggamannya terjatuh. Nafasnya tersengal dengan butiran peluh yang mulai merembes di pelipisnya. 'Aku telah berdosa,' batinnya. Tak ada angin, tak ada hujan. Namun, cairan bening yang menggenang di pelupuk mata Nadira saling berebut untuk menjatuhkan diri. "Ada apa?" Kai yang terusik dengan tangisan istrinya, tak jadi melanjutkan tidurnya. "Hei! Katakan ada apa?" ulang Kai. Bukan sebuah ucapan yang Nadira berikan sebagai jawaban, melainkan hanya derai air mata yang mewakili perasaannya saat ini. Kai membawa tubuh mungil itu kembali ke dalam pelukannya, mengusap pun