Tanpa sempat sarapan, sesuai permintaan Kania, pasangan suami istri itu tergesa-gesa meninggalkan rumah. Waktu sudah mencengkeram mereka; rasa bersalah menghantui Kania walau Edward adalah pemilik perusahaan dan dia adalah istri sang pemilik. Hati Kania terlalu berat, seolah ada beban tak terlihat yang tak bisa ia buang begitu saja. Padahal Edward santai saja dan berkata tidak masalah, apalagi hanya sesekali. Tapi dalam hati, Kania tahu betapa tajam tatapan dan bisik-bisik di perusahaan. *** Sesampainya di perusahaan, Kania segera melangkah cepat menuju meja kerjanya. Sementara Edward menuju ke ruang CEO dengan tenang. Kania menatap Sherly dengan cemas. "Sher, maaf ya, saya terlambat. Pasti banyak pekerjaan yang kamu tangani sendiri, ya?" Suaranya serasa berlomba dengan denyut jantungn