BAB 18. Bertemu Donna

1140 Words
Hari ini Krishna datang ke kantor, meskipun dia baru berangkat jam sembilan tadi dari rumah. Akibatnya Faris tidak bisa seenaknya keluar dari kantor. Seperti siang ini, dia akan keluar makan siang. Dengan langkah malas Faris menuju ruang CEO, tempat Krishna berada saat ini. Itu adalah ruangan yang selalu diimpakan Faris untuk bisa ditempatinya suatu saat nanti. Sekertaris Krishna langsung berdiri dari kursinya ketika melihat Faris berjalan mendekat. Dia membungkuk sedikit sebagai gestur memberi hormat lalu kembali menegakkan punggung. “Bapak ada di dalam, kan?” “Ada, Pak Faris. Mari saya antar.” Sekertari itu sudah akan keluar dari meja kerjanya tapi Faris mengangkat tangannya sedikit. “Tidak perlu, saya sendiri saja.” Tanpa menunggu jawaban sang sekertaris CEO, Faris mengetuk pintu ruang CEO. Kemudian dia membuka pintu setelah ada jawaban dari dalam. Krishna mendongak, berpaling sebentar dari layar laptop. “Hemm ya Faris, ada apa? Duduklah.” “Nggak, Pa. Aku mau langsung saja. Aku ada janji temu makan siang dengan relasi.” Krishna memiringkan kepala sedikit. “Oh ya? Dengan siapa?” Faris tampak berpikir sebentar. “Ehm itu ... calon relasi sebenarnya. Perusahaan baru yang sedang kulobi.” “Ohh begitu. Kamu sendiri atau dengan anak buahmu?” Krishna memang selalu detail jika soal pekerjaan. Itu pula sebabnya yang membuat Faris agak kesulitan jika mau melenceng sedikit. “Sendiri saja dulu, Pa. Kan ini baru awal, nanti kalau sudah goal pasti akan kuundang untuk makan siang bersama dengan bawahanku juga. Supaya nanti ke depannya mereka bisa handle sendiri.” Krishna mengangguk-angguk pelan. “Ya sudah kalau begitu. Tapi ingat, nanti sore ada meeting dengan Global Indo.” Faris tersenyum. “Oke, Pa. Itu sudah masuk jadwalku, tenang saja. Aku berangkat, ya.” Faris pamit dan keluar dari ruangan dengan menarik napas lega. Biasanya Krishna lebih sulit dikelabui dari ini, mungkin hari ini sang CEO terlalu sibuk makanya Faris dapat dengan mudah mendapat izin. Dengan bersenandung kecil Faris mulai melajukan mobil keluar dari kawasan kantor. Seorang satpam yang mengenali mobil sang direktur pemasaran langsung memberi hormat saat mobil keluar gerbang kantor. Hanya sekitar lima belas menit, mobil mewah itu memasuki halaman parkir sebuah restoran masakan Itali yang sudah mewah. Faris telah mengatur rencana dengan matang. Dia telah melakukan reservasi untuk VIP room di restoran tersebut. Seorang pelayan mengantar Faris memasuki ruangan yang sudah dipesan. Dalam ruangan besar tersebut telah tersedia satu meja bundar dengan dua kursi berlapis kain sutra berwarna emas. “Terima kasih,” ucap Faris sebelum pelayan itu pamit keluar ruangan. Faris memperhatikan dekor ruangan dan juga detail di atas meja yang menarik. Sesuai dengan pesanannya, harus terlihat mewah berkelas. Dia tersenyum puas. Di atas meja juga telah tersedia dua buku menu serta camilan ringan untuk menemani Faris yang masih menunggu. Ya, memang benar dia sudah ada janji dengan seseorang siang ini, tapi bukan dengan calon rekan bisnis. Tidak menunggu terlalu lama, pintu ruangan terbuka. Pelayan mempersilakan seseorang untuk masuk. Senyum Faris langsung mengembang melihat kedatangan seorang wanita cantik nan mempesona. Faris berdiri dari duduknya lalu menggeser kursi untuk wanita cantik ini. “Terima kasih,” katanya dengan senyuman terlalu manis bagi Faris. “Sama-sama.” Keduanya telah duduk saling berhadapan sekarang. “Ck ck Donna, kamu makin cantik banget loh sekarang!” Faris menatap dengan sorot berbinar. Memindai Donna di depannya. Donna terkekeh kecil. “Hemm apa dulu aku jelek, ya?” Faris mengibaskan tangan di depan wajah. “Mana ada hei! Dari dulu kamu memang sudah cantik, sayang saja ....” “Sayang apa hayoo?” Donna mengerling genit. “Yahh sayang saja kamu pilih Arion daripada aku.” Faris pura-pura cemberut, tapi kemudian dia tertawa. Donna juga ikut tertawa. “Sudahlah, itu sudah berakhir. Penyesalan memang selalu datang di akhir, kan. Karena kalau di awal namanya—“ “Pendaftaran!” seru Faris yang langsung membuat Donna kembali tergelak. “Ayo Donna, pilihlah kamu mau pesan apa.” Faris membuka buku menu dan meletakkan di depan Donna. Lalu dia terus memperhatikan kala wanita cantik itu seperti sedang berpikir akan memilih menu apa. Faris suka sekali memandangi wajah Donna seperti ini. Khas garis wajah campuran Inggris-Indonesia. “Ahh sudahlah. Aku pilih menu favorit saja di restoran ini.” Donna menutup buku menu. Faris langsung menjentikkan jari. “Pilihan bagus!” Kemudia dia menekan bel di atas meja. Tidak lama kemudian seorang pelayan memasuki ruangan dengan membawa buku catatan kecil. “Saya pesan semua menu andalan di restoran ini. Makanan dan minumannya,” ucap Faris. “Baik Tuan.” Pelayan tersebut kembali pamit keluar ruangan. “Donna, kenapa sih kamu tuh sibuk banget? Baru bisa bertemu lagi sekarang. Terakhir kita bertemu kapan, ya? Sampai lupa loh aku.” “Ck ah, masa’ lupa sih. Itu loh waktu kamu menghadiri undangan Jakarta Fashion Week! Kan kamu datang dengan Astrid. Aku saja ingat masa’ iya kamu lupa sih?” Donna memberengut. Dengan memasang wajah seperti itu membuat Faris semakin gemas melihatnya. Bibir agak tebal Donna yang berwarna merah muda tampak begitu sensual, cocok sekali dengan garis rahang dan hidungnya yang bangir. “Ahh iya, maaf maaf, Don. Aku benar sampai lupa. Iya ya, waktu itu aku datang dengan Astrid. Hampir setahun lalu kalau nggak salah kan, ya? Dan ... kamu masih bersama Arion kan waktu itu?” Donna tersenyum tipis dan mengangguk. “Ya benar, waktu itu aku masih bersama Arion. Sekarang sudah nggak lagi. Ah, kamu sebagai temannya pasti sudah tahu kan kalau aku dan dia ....” Faris mengangguk. “Ya Don, aku sudah tahu. Makanya aku berani ajak kamu makan siang hari ini.” Faris mengedipkan sebelah mata. “Melanjutkan misi yang pernah gagal dulu.” Donna melotot sambil menunjuk ke arah wajah Faris. “Hemm kamu nih, ya!” Namun kemudian dia tertawa. Donna sangat tahu apa yang dimaksud oleh Faris. Dulu saat mereka bertiga sama-sama menempuh pendidikan di London. Mereka terlibat cinta segitiga. Arion dan Faris sama-sama menyukai Donna, padahal mereka bersahabat. Dan saat Donna lebih memilih Arion, Faris patah hati tapi dia tetap bersikap gentle. Bahkan Faris juga yang membantu Arion saat menyiapkan kejutan manis untuk melamar Donna. Setelahnya Faris pulang ke Indonesia lalu bertemu dengan Astrid di sebuah klub malam. “Tapi ... kamu masih dekat kan dengan Arion?” Donna bertanya dengan rauit serius. Dia mengangkat kedua alis. Kening Faris mengernyit. “Hemm kenapa? Kok malah tanya begitu? Apa kamu menyesal bercerai dengannya. Hohoo jangan bilang aku akan menjadi comblang kalian berdua untuk kedua kali! Tega banget asli!” Faris berkacak pinggang sambil geleng-geleng kepala. Donna tergelak sambil menutup mulutnya. “Bukan! Bukan itu! Ah, mana mungkin aku kembali padanya. Pikiran dia itu terlalu kuno! Ternyata aku sangat nggak sejalan dengan dia! Sudahlah, demi apapun aku nggak akan mau kembali padanya lagi. Lebih baik cari yang baru.” Faris tersenyum mendengar kalimat Donna terakhir. Dia menatap lurus wanita cantik di depannya ini. Ada sesuatu yang yang sedang dia pikirkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD