Pagi Terburuk

2212 Words
Suara berisik dari bunyi bel yang  memekakkan telinga berhasil menarik paksa Sandra dari tidur lelapnya. Kelopak matanya seketika terbuka, pemandangan langit-langit kamar bernuansa gelap menyambut pandangan matanya untuk pertama kali. Sejenak, Sandra hanya terdiam menatap samar dalam ruangan remang-remang yang hanya mengandalkan cahaya matahari yang menyelinap masuk lewat celah-celah gorden. Sandra mendesah berat, merasakan kepalanya begitu pusing. Ia berusaha bangun, memaksakan badanya yang terasa pegal semua itu untuk duduk. Namun, ketika ia merubah posisinya jadi duduk, tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang berada di sampingnya. Sesuatu yang lentur dan menonjol, sesuatu yang menggelikan dan berhasil membuat Sandra syok saat melihatnya. "Haaa!" Secepat kilat Sandra menarik tangannya kembali, membungkam mulutnya yang menganga. Matanya melotot, nyaris keluar dari tempatnya. Bagaimana tidak, jika sesuatu asing yang baru saja ia pegang itu ternyata sesuatu yang dimiliki oleh seorang pria———pria yang saat ini masih tertidur memunggunginya. What the hell!  Pekik Sandra tanpa bisa merealisasikan dalam ucapan. Ia seperti baru saja mengalami spot jantung. Seakan jantungnya berhenti berdetak, napasnya tercekat, bibirnya kelu dan otaknya langsung blank. Apa yang sebenarnya sudah terjadi? "Arghhh!" Sandra meremas rambutnya, kepalanya terasa berdenyut hebat. Seakan puluhan kilo beban hidupnya bertumpuk di atas otak kecilnya. Ia tak dapat berpikir, tapi ia tetap memaksa otaknya untuk mengingat kembali kejadian kemarin yang membuat dirinya sampai terdampar di atas ranjang bersama seorang pria dalam keadaan naked. Tunggu dulu, naked? Sadar akan kondisi pria di sampingnya yang hanya memakai boxer ketat saja, spontan Sandra langsung mengalihkan pandangan kepada dirinya sendiri. Astaga naga dragon Ball ... Sundel bollong!!! Mata Sandra nyaris loncat dari tempatnya, ia membeku melihat penampilannya sendiri. Sama-sama dalam keadaan naked, tanpa sehelai benang pun yang membungkus tubuhnya. Selain itu, sesuatu yang sangat menakutkan tercetak jelas di sekujur d**a dan lehernya, bahkan sampai ke perut-perut. OMG! Siapa yang kerokin aku!!! Sandra rasanya ingin berteriak sekencang mungkin, tapi bibirnya terkunci rapat, suaranya tertahan di tenggorokan. Ia seperti orang yang baru kena hipnotis. Hingga memori kilas kejadian kemarin berputar-putar di dalam kepalanya, seperti putaran video film di bioskop. "Lepas!!" Sandra menarik-narik tangannya, menahan langkahnya sebisa mungkin. Tapi, tenaganya tak sebanding dengan orang yang tengah menyeret paksa dirinya. Ditambah ia yang dalam keadaan mabuk jelas tak bertenaga, jalan saja ia sempoyongan. "Leon, lepas! Kau mau membawaku ke mana?" Leon mendengkus kasar, mengabaikan celotehan Sandra yang terus bertanya, sesekali diselipin cacian dan makian atau kadang juga gerutuan tidak jelas yang samar-samar terdengar. "Leon——hei!!" Sandra memekik ketika tubuhnya didorong masuk ke mobil. "Apa kau tak bisa pelan sedikit, kau sangat kasar!" gerutunya dengan wajah merengut sembari mengusap-usap sikunya yang terkena pintu mobil. Leon mencondongkan tubuhnya ke depan Sandra, kedua tangannya bertumpu pada kedua sisi kepala Sandra, ia mengungkung wanita itu dengan tatapan tajam menjurus ke arah iris matanya. Wanita itu nampak takut, sampai bergidik merapatkan tubuhnya ke sandaran kursi ketika Leon menepis jarak pandang keduanya. "Aku bisa berbuat lebih kasar lagi jika kau tak bisa diam, Sandra!" ucap Leon penuh penekanan, embusan napas berbau mint menyapu wajah Sandra. Terlihat ketika wanita itu sempat terlena, tapi kemudian menepisnya dan memalingkan muka. "Aku tidak main-main Sandra dengan ancamanku tadi. Jika kau tak bisa diam, akan kubuat kau menjerit semalaman!" Leon kembali memperingati Sandra, seraya memakaikan sabuk pengaman pada wanita itu. Sandra terdiam sesaat, hingga Leon masuk dan duduk di kursi kemudi. Pria itu mengendarai mobil Ferrari miliknya dalam kecepatan penuh. Mobil itu langsung membelah jalanan ibu kota yang sangat lenggang di malam hari. Terlebih keadaan larut malam begini, hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. "Kau mau membawaku ke mana, Singa?" Dalam keadaan setengah sadar Sandra bertanya, melirik Leon yang tengah fokus menyetir. Leon tak menggubris pertanyaan Sandra, ia tetap fokus menyetir, melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Seolah dirinya sedang dikejar-kejar setan. Sandra mengembuskan napas panjang, lelah. Bukan sekedar fisiknya yang lelah, tapi juga batin dan pikirannya sangat lelah. Terlebih saat bayangan laknat itu kembali hadir menghantui, berputar-putar dalam kepalanya seperti kaset rusak. "Singa," panggil Sandra tanpa mengalihkan pandangan dari luar jendela. Sedangkan Leon hanya melirik sekilas, sebelum kembali menatap ke depan. "Apa kau pernah patah hati?" Leon tak menjawab hanya menaikkan sebelah alisnya karena heran mendengar pertanyaan konyol Sandra. Sandra terkekeh sendiri, entah apa yang ia tertawakan. Mungkin menertawakan nasibnya sendiri. "Ternyata jatuh cinta tak seindah yang diucapkan para pujangga. Tak seperti bayangan para penulis syair lagu, karena kenyataannya jatuh cinta justru mengerikan. Sakit, sakit sekali!" Sandra mulai melantur bicara. Apa saja yang jadi unek-uneknya ia katakan dengan mantap, tak ada keraguan, meski Leon tak sekali pun menanggapi ocehannya. "Singa, apa kau pernah berciuman?" Sandra kembali terkekeh. "Pasti sering, sudah berapa wanita yang kau cium?" Pandangan Sandra masih menerawang ke luar jendela, memperhatikan setiap lampu jalanan yang dilewatinya. "Apa semua pria memang suka mencium? Apa mereka selalu melakukannya pada sembarang wanita?" Leon mendengkus pelan. Entah apa yang terjadi pada Sandra, ia bingung kenapa wanita itu sampai mabuk-mabukkan dan meracaukan ocehan tak jelas. Apa mungkin Sandra sedang patah hati? Tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul dalam benak Leon. Tapi dengan siapa? Leon jadi penasaran, tapi ia terlalu malas meladeni ocehan Sandra yang makin terdengar ambigu. Bayangkan saja, Sandra tiba-tiba mengajak Leon untuk making love. Bukankah wanita itu gila? Meski Leon berminat, tapi ia tak akan melakukan pada wanita mabuk. Pantang baginya, ia memang pria berengsek. Namun, ia bukan pria yang suka mencari kesempatan dalam kesempitan dan memanfaatkan ketidakberdayaan seorang wanita. Mobil yang dikendarai Leon akhirnya tiba di baseman sebuah gedung bertingkat. Gedung pencakar langit di mana apartemennya berada. Beruntung parkir mobilnya berada di parkir VIP, mempermudah ia membawa Sandra ke lift yang langsung mengantarkan ke unit apartemennya. "Singa, kau mau membawaku ke mana? Jangan bawa aku pulang, aku tak mau mendengar ocehan mak Lampir dan Grandong. Suara mereka terlalu menyebalkan seperti geledek!!" Tentu saja orangtua Sandra yang dimaksud. Sudah dipastikan mereka berdua akan mengamuk jika mengetahui Sandra minum minuman laknat sampai mabuk begini. "Ahrgh!" Sandra mengerang ketika Leon melempar tubuhnya ke atas ranjang. "Kau makan apa si? Tubuhmu sangat berat, dasar babon!" omel Leon, lengannya terasa pegal-pegal setelah menggendong Sandra dari lift. "Apa kau bilang Singa? Aku babon? Apa kau buta? Aku yang seksi begini kau bilang babon?" Sandra bangun, merubah posisinya jadi duduk sambil menunjuk-nunjuk Leon dengan jari telunjuknya. "Jaga mulutmu!! Aku bukan babon!" "Lalu apa? Gentong?" sarkas Leon, menyamakan Sandra dengan gentong. "HEH!!" Sandra jelas tidak Terima. "Kau ... kau keterlaluan singa. Kau menyamakan aku dengan gentong? Padahal lihat, aku seksi begini." Sandra membusungkan dadanya dengan bangga. Mungkin jika dalam keadaan sadar, ia akan sangat risih melakukan hal itu. Apalagi di depan Leon si mata keranjang. Leon berdecih, tersenyum miring mengejek Sandra. "Apa yang ingin kau tunjukkan, punyamu saja tepos begitu. Terlalu kecil, bahkan punya anak SMP saja lebih besar dari itu!" cibir Leon, mulai ikutan tidak waras karena menanggapi ocehan Sandra. "Apa kau bilang? Lebih kecil dari anak SMP?" Sandra terpancing oleh cibiran Leon. Tanpa pikir panjang ia menurunkan resleting halter dress yang dikenakan dan mencopotnya tanpa merasa malu. "Kau lihat, punyaku besar, lebih besar dari anak SMP!" Gila memang Sandra, ia tak sadar apa kalau perbuatannya memancing singa yang tengah tertidur. Leon menelan ludah, bagaimana ia tak terangsang kalau tindakan bodoh Sandra yang menggoyang-goyangkan pepaya gandul miliknya yang lumayan besar itu. Bahkan pikiran kotornya sudah membayangkan tangan kekarnya menjamah daerah teritorial yang pas dalam genggamannya. Sial! Leon mengutuk pikirannya sendiri, ia tak boleh larut dalam hasrat yang mulai menenggelamkan kewarasannya. Dengan langkah cepat, Leon menarik selimut dan menutupi tubuh Sandra. "Jangan bertingkah konyol Sandra! Kalau kau tak ingin menyesal!" Leon memperingati Sandra. Namun, bukannya menuruti Sandra malah menantang Leon. Ia menepis tangan Leon dan menyingkirkan selimut tebal dari tubuhnya. "Why? Apa kau mulai tertarik? Aku bilang juga apa, milikku lebih besar dari anak SMP. Lihat, kau lihat, bahkan kau tak akan menemukan yang seperti ini. Karena hanya aku yang punya." Lagi, dengan bangganya Sandra memamerkan aset beharga miliknya ke depan Leon. Shit! Leon tak bisa terus melihat pemandangan yang meruntuhkan ego dan membangkitkan napsunya. Ia harus pergi, atau kejadian tak diinginkan bisa saja terjadi. "Lebih baik kau istirahat, aku akan telepon orangtuamu agar tak perlu mengkhawatirkanmu," kata Leon, cepat-cepat berbalik karena tak tahan melihat squishy kenyal milik Sandra yang berbalut bra berwarna merah terang. Benar-benar menggoda. Namun, tanpa diduga Sandra malah menahan pergelangan tangan Leon. Sontak, pria itu menoleh, memasang wajah datar padanya. "Apa? Kau mau apa?" Sandra mendongak, memandang lekat-lekat wajah Leon. "Jangan beritahu mereka." "Kenapa?" tanya Leon, heran. Sandra menghela napas panjang dan dalam. "Pokoknya jangan." "Hm." Leon hanya bergumam, ia tak mau memperpanjang pembicaraan karena matanya terus jelalatan ke arah yang salah. Tubuhnya meremang, atmosfer di dalam ruangan jadi terasa panas dan membuat Leon kegerahan. Sepertinya hal itu juga terjadi pada Sandra. "Huh, panas!" keluh Sandra. "Kau!" Leon memekik, matanya melotot. Ia tak habis pikir dengan kelakuan Sandra yang makin menggila. "Sandra, apa yang kau lakukan bodoh! Apa kau gila?" "Apa si singa? Panas tahu, apa kau tak merasa kepanasan?" Sandra cuek saja saat melihat tatapan Leon tertuju padanya. "Why? Kau mau ini? Atau mau ini?" Benar-benar sudah tidak waras, bukannya sadar malah makin menantang. "Kau akan menyesal Sandra!" geram Leon, rahangnya mengeras menahan gondok luar biasa. Tangannya terkepal erat, jika saja itu bukan Sandra, maka Leon tak akan menahan diri. Tapi karena ini Sandra, wanita yang dijadikan tunangannya. Entah kenapa ia enggan mengotori wanita itu, walau sebenarnya Leon sangat berminat sekali. Apalagi tubuh ideal Sandra yang sesuai dengan kriteria wanita yang diinginkannya. Ah, bisa gila Leon! "Why?" Sandra menarik tangan Leon, sampai tubuh pria itu condong ke depannya. "Memangnya apa yang akan kau lakukan? Kenapa aku harus menyesal?" Mata mereka saling bertemu, menyelami pandangan satu sama lain. "Kau ...." "Apa aku tak menggoda? Apa kau tak berselera melihatku? Apa aku tak menarik sama sekali?" cerocos Sandra, mendekatkan wajahnya pada wajah Leon. Bahkan ia bisa merasakan embusan napas pria itu menyapu wajahnya. Harum maskulin bercampur mint, Sandra menyukai bau itu. Menenangkan dan membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Leon sendiri tertegun, tak menyangka Sandra akan melontarkan semua pertanyaan konyol itu. Seandainya Sandra dalam keadaan sadar saat mengatakannya, mungkin Leon akan langsung menerkamnya. Sayangnya wanita itu mengucapkannya dalam keadaan tak sadar dan dalam pengaruh minuman laknat. Melihat Leon terdiam membisu, Sandra tertawa pelan. "Pantas saja aku kalah, kau saja tak tertarik padaku." Pegangan tangan Sandra pada lengan Leon mulai mengendur. "Harusnya aku sadar diri, aku tidak cantik, tidak menarik, apalagi menggoda. Pantas saja jika tak ada lelaki yang akan tertarik padaku." Sandra memalingkan wajahnya ke samping, terlihat murung. Entah dorongan setan mana, Leon tanpa ba-bi-bu menarik dagu Sandra dan saat wanita itu menatap ke arahnya ia langsung mencium bibir sekal yang selalu menggoda pandangannya. "Uh!" Sandra melenguh, merasakan serbuan Leon sampai membuatnya kehabisan napas. Beruntung Leon cepat melepaskan pagutannya, jika tidak Sandra bisa-bisa sesak napas karena kehabisan oksigen. Di saat Sandra tengah menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, tangan Leon mengusap pipi wanita itu sampai sang empu spontan menatapnya. Leon mengikat sorot mata Sandra ke dalam pesona dan kharisma yang  menguar dari tatapannya. "Kau cantik, kau menarik, kau menggoda, Sandra. Dan aku ... aku sangat menginginkanmu," bisik Leon. Seolah terbius oleh kata-kata yang diucapkan Leon, Sandra tanpa pikir panjang menyambar bibir pria itu. Melakukan aksi amatirnya, tanpa ia sadar kalau aksinya akan membawanya pada sebuah penyesalan. Karena seperti yang kalian tahu, selanjutnya mereka melakukan hal yang tak sepatutnya dilakukan oleh dua orang yang belum menikah. Sandra menganga, tak percaya akan ingatannya sendiri. Lantas, ia menoleh ke samping. Sekedar ingin memastikan, tapi yang terjadi ia malah tercengang melihat wajah seseorang yang sangat dikenalnya ketika pria yang tidur di sebelahnya berbalik. LEON!!! "Nggak mungkin!" Sandra tidak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini pasti cuma mimpi!" Ia sampai mencubit, menampar pipinya sendiri. Berharap  kalau ini semua hanya mimpi buruk. Tapi nyatanya memang inilah kenyataannya. Ia baru saja menghabiskan malam yang panas dengan Leon, pria yang sangat ia benci dan sialnya pria itu yang pertama kali melepas segel miliknya. "TIDAK MUNGKIN!!" teriak Sandra, paginya benar-benar jadi pagi terburuk. Pagi paling terkutut sepanjang hidupnya. "Berisik!!" Suara serak berat dari samping menginterupsi, bersamaan dengan suara teriakan dari luar. "LEON ARTADIPURA!!" Sandra menegang, bukan karena bentakan Leon, melainkan karena suara dari luar yang sangat ia kenali. Mampus! Lengkap sudah kesialan Sandra pagi ini. Sadar kalau ia masih dalam keadaan naked, refleks Sandra menarik selimut yang ada di bawah tubuh Leon untuk menutupi tubuhnya. Terutama daerah teritorial dan area sensitifnya yang tak lagi bersegel. "LEON KELUAR KAMU!!!" "KELUAR LEON, ATAU MAMA YANG AKAN SERET KAMU DAN CABE-CABEANMU ITU!!!" Teriakan melengking dan gedoran pintu berhasil membangunkan Leon secara paksa. "Berisik banget si!" Leon mengucek-ngucek matanya, segera bangun tanpa menoleh pada Sandra yang masih membeku di sebelahnya. "LEON KELUAR!" "Iya, Ma! Iya, sabar!!" balas Leon, tak kalah lantang. Dengan ogah-ogahan ia melangkah ke pintu dan membukanya. "MANA CABE-CABEANMU ITU!!" sergah mamanya ketika pintu terbuka. "Cabe-cabean?" Leon mengernyit, nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Jadi ia belum ingat kalau saat ini ada seorang wanita di dalam kamarnya. "Nggak ada," jawab Leon. "Halah, bohong! Minggir kamu!" Mamanya langsung mendorong Leon, menerobos masuk. Namun, alangkah terkejutnya ia saat melihat siapa wanita yang ada di dalam kamar putra semata wayangnya itu. "Loh, Sandra?" Mendengar nama Sandra disebut, Leon sontak berbalik. Matanya membulat lebar ketika melihat wanita itu menatapnya dengan frustrasi. Sialan! pekik Leon dalam hati. Terlambat menyadari semuanya, ia yakin setelah ini keadaan akan semakin rumit baginya. TINGGALKAN LOVE UNTUK SANDRA DAN LEON BIAR CEPETAN UPDATE, HEHE.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD