“Hai,” suara seorang pelayan menyambut pelanggannya. “Kau ingin di minibar atau di dining table?” Lia dan Deni sama-sama tak tau apa yang Dzaki lakukan. Mereka hanya mempertahankan apa yang tengah diperbuat sambil berharap Dzaki tak nekat menyambangi pengunjung kafe satu persatu. Lagi pula, urusan apa yang membawanya mengejar Deni? “Maaf, tidak jadi.” “Oh, baik.” Dan saat lonceng di atas pintu berbunyi kembali, menandakan sang tamu sudah keluar dari tempat itu, Lia mengusaikan ciumannya. Ia menarik diri, menoleh ke balik punggung. Benar, Dzaki tak lagi ada di sana. Untuk sementara, Lia tetap diam, terpaku memandang jendela, menunggu hingga Dzaki melintas. “Lia?” “Kak Deni ngga apa-apa?” “Iya.” “Syukurlah.” “Sayang, kaki kamu?” Tiba-tiba diingatkan seperti itu, Lia sontak meringis