Bab 10. Bocil jahil

991 Words
Selain ancaman, cibiran Ayah mertua yang cukup memoriabel, sorotannya seolah mengatakan bahwa Garran tidak pantas untuk Gianni. Bahkan setelah Oma memutuskan pulang setelah menghabisi waktu cukup lama di kediamannya, Tanto tidak kunjung beranjak seolah ingin berlama-lama ada di rumah tersebut. Tanto seolah ingin mengawasi setiap gerak-gerik Garran yang dianggap berbahaya. “Ayah mau nginep?” tanya Gianni. Pertanyaan yang seharusnya diganti dengan kalimat pengusiran secara halus bukan ajakan yang mungkin saja berdampak buruk untuk keduanya nanti. “Iya.” jawaban yang tidak kalah membuat Garran terkejut. “Asik!!” Kesengsaraannya bertambah banyak sesaat setelah melihat ekspresi Gianni yang begitu kegirangan dengan rencana ayahnya. “Janji ya? Nggak bohong.” Gadis itu bergelayut manja di lengan ayahnya. “Iya.” Masih terlalu siang untuk rencana menginap, baru pukul empat sore dan masih ada beberapa jam lagi yang harus mereka lewati sebelum memasuki jam tidur. Garran sudah sangat pusing dibuatnya, memikirkan topik pembicaraan apa yang akan mereka obrolkan nantinya, selain itu ia pun harus berada dalam satu kamar yang sama dengan Gianni. Gianni sibuk menyiapkan keperluan untuk ayahnya dibantu oleh Bi Ati, sementara Garran justru menyusun strategi untuk terlihat sibuk di hari libur seperti ini. Bisa saja ia menghubungi beberapa teman-temannya, meminta bantuan dari mereka untuk menyeretnya keluar dengan berbagai jenis alasan yang bisa dengan mudah Gianni percaya. Garran pernah melakukan hal tersebut berulang kalian dan selalu berhasil. Gianni tidak pernah mencurigainya sedikitpun, karena pada dasarnya wanita itu memang tidak terlalu mengurusi kehidupannya. Tapi beda halnya dengan Tanto, ayah mertuanya itu sangat menyeramkan dan Garran yakin sedikit saja kebohongan yang akan dilakukannya bisa langsung terdeteksi dengan cepat. Garran akhirnya memutuskan untuk menghadapi kecanggungan antara dirinya dan Tanto dengan ikut bergabung bersama keduanya menonton televisi sambil menikmati cemilan sore yang sudah dibuat oleh Bi Ati. Sesekali Gianni melibatkan Garran dalam obrolannya dengan sang ayah, tapi Garran akhirnya menyadari bahwa Gianni kerap membuat sang ayah sibuk dengan celotehnya, hingga tidak ada celah untuk Garran ikut bergabung kecuali saat Gianni melibatkannya. “Aku mau ke belakang dulu sebentar,” Garran beranjak dari tempat duduknya hendak menuju kamar, setelah mendapat pesan singkat dari Gilang. “Iya, aku mau nonton dulu sama ayah.” “Iya.” Garran pun pergi menuju kamar, membalas beberapa pesan singkat salah satunya dari Gilang. Tidak bermaksud untuk berlama-lama di dalam kamar mandi, hanya saja ia memang sedikit membicarakan hal penting bersama Gilang. Hampir dua puluh menit berlalu, Garran pun memutuskan untuk kembali bergabung. Selain hari sudah semakin sore, dimana Bi Ato mulai menyalakan lampu di seluruh penjuru rumah, Garran pun melihat pemandangan yang begitu menghangatkan hati. Yakni saat Gianni bermanja-manja dengan sang Ayah. Tatapan dingin dan tajam yang kerap dipertontonkan Tanto tidak nampak, bergantian dengan senyum sumringah dan tatapan penuh cinta. Seperti dua orang berbeda ada dalam satu diri Tato. Garran memperhatikannya sejenak, mengerti seberapa besar cinta dan kasih sayang yang dicurahkan lelaki itu untuk sang anak semata wayangnya. Akhirnya Garran pun mengerti mengapa selama ini Tato kerap bersikap ketus padanya, semua itu dilakukan karena Tanto tidak ingin melihat Gianni terluka. Sayangnya, Gianni justru harus menikah dengannya, walaupun dengan kesepakatan dan keinginan wanita itu secara sukarela dan mereka akan tetap bercerai sesuai kesepakatan awal, tapi status Gianni tetap berubah. Dia akan tetap menjadi janda. Status yang mungkin tidak pernah diharapkan oleh siapapun di dunia ini. “Jadi, selama ini kalian berdua menempati kamar yang sama?” Sepertinya kecurigaan itu belum usai, interogasi masih berlanjut saat sesi makan malam. “Iya dong, mana ada suami istri nggak satu kamar. Ayah ini aneh, deh..” jawab Gianni dengan senyum meyakinkan. “Tapi kami menunda punya anak, selain karena Gianni masih ingin menyelesaikan kuliahnya, juga aku yang masih harus bolak balik Jakarta-makassar karena beberapa proyek besar ada disana.” Garran ikut menimpali. “Ayah nggak akan minta cucu buru-buru pada kalian, cukup hidup rukun dan bahagia, itu sudah lebih dari cukup. Dan kamu,” Tanto menoleh ke arah Gianni. “Jangan selalu mengurusi pacar halu kamu itu terus, kamu harus perhatikan suamimu dengan baik.” “Dia sudah terlalu tua untuk aku urus, Ayah. Usianya sudah lebih dari kepala tiga, nggak perlu lagi di urus.” balas Gianni dengan senyum jahil. “Bukan itu maksudku Ayah, kamu harus memperhatikan suamimu dengan baik.” “Tentu, Ayah. Nggak perlu khawatir, aku sudah menjalani peranku sebagai seorang istri dengan baik.” Gianni mengusap punggung tangan Ayahnya. “Dan untuk suami onlen ku, aku sudah tidak mengurusnya lagi. Kami cerai secara online.” Gianni menoleh ke arah Garran sambil mengedipkan satu matanya, tentu saja Garran mengerti dengan kode dan isyarat dari wanita itu. “Benar, Gianni sudah tidak terlalu fokus pada hobinya lagi, dia sudah mulai terbiasa dengan perannya sebagai seorang istri.” Garran berusaha melengkapi kebohongan Gianni, padahal beberapa waktu lalu wanita itu baru saja meminta uang padanya dalam jumlah yang lumayan banyak. Uang tersebut dipergunakan Gianni untuk membeli album idolanya, yang entah berjumlah berapa. “Ayah akan sering-sering datang untuk berkunjung,” Garran tersedak seketika. “Oh itu bagus, tapi Ayah kan tahu sendiri, aku dan Kak Garran baru menikah kami masih sangat baru dan,,” Gianni sengaja menjeda ucapannya menatap dengan tatapan penuh arti ke arah Garran dan Tanto secara bergantian. “Kami butuh lebih banyak waktu berduaan, jadi kami nggak terlalu suka ada orang lain di rumah kecuali Bi Ati.” lanjutnya. “Ayah kan pernah menikah, tahu lah yaa bagaimana pengantin baru.” Gianni menggeser sedikit duduknya. “Ayah nggak mau jadi nyamuk di tengah kemesraan kami, kan?” Gianni menaruh kepala di pundak Garran, sementara Garran hanya tersenyum saja. Akting Gianni patut diacungi jempol! Dia begitu lihai dan pandai dalam mencari celah kelemahan Tanto. “Dasar!” Tanto berdecak saja. “Ya sudah, Ayah nggak akan terlalu sering. Takut banget lihat pemandangan tidak senonoh di rumah ini.” Gianni menghela lemah, terlihat ia begitu berusaha meyakinkan ayahnya dan ternyata berhasil.. Gianni menoleh ke arah Garran, mengedipkan sebelah mata saat Tanto tidak melihat. “Dasar bocah jahil!” gumam Garran dengan suara pelan..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD