bc

Wajah Kedua Sang Mafia

book_age18+
43
FOLLOW
1K
READ
revenge
dark
love-triangle
family
HE
escape while being pregnant
second chance
friends to lovers
arranged marriage
arrogant
badboy
kickass heroine
mafia
single mother
billionairess
gangster
heir/heiress
blue collar
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
serious
kicking
city
office/work place
childhood crush
polygamy
like
intro-logo
Blurb

Enam bulan setelah menikah, Sekar Ayunda Maheswari kehilangan segalanya. Suaminya, Adyatma Wirantara, dinyatakan tewas dalam kecelakaan misterius. Tinggal bersama ibu tiri dan adik tiri sang suami yang bagai neraka, Sekar terpaksa bertahan demi anak yang tengah tumbuh dalam rahimnya. Empat tahun berlalu, luka tak pernah pulih. Hingga pada suatu senja, di depan nisan sang suami, sebuah bisikan lirih dan ciuman hangat membuat dunia Sekar gelap. Saat terbangun, ia berhadapan dengan pria yang wajahnya persis mendiang suaminya—dan mencium dengan cara yang sama. Siapa dia? Kenapa dia tahu begitu banyak? Saat kebenaran terungkap, Sekar menyadari satu hal paling kejam yang bisa dilakukan cinta: pergi tanpa benar-benar pergi. Dan untuk kedua kalinya, ia jatuh cinta pada lelaki yang sama. Tapi kali ini, cinta mereka berada di antara darah, peluru, dan dendam.

chap-preview
Free preview
1
Langit senja di atas pemakaman terlihat gelap dan tak memunculkan cahaya terang yang indah seperti biasanya. Warna jingga tua tertutup oleh warna abu tua yang kelam. Dibalut dengan suasana hening bersamaan dengan deru angin sore yang berhembus pelan diantara dedaunan dan pepohonan yang ada di atas barisan nisan yang tertata rapi. Ditemani tangis yang tak terdengar. Suara tangis juga menemani sore kelam itu. Sekar Ayunda Maheswari, duduk mematung di depan gundukan dengan terdapat baru marmer hitam di atasnya. Bertuliskan, Adyatma Wirantara Wafat : 1989-2021 Empat tahun. Sudah empat tahun, tapi rasa kehilangannya itu seakan masih belum sembuh. Kejadian itu seakan terus berputar disekitar ingatannya. Luka yang seakan membekas, menempel seperti jamur yang tak mudah hilang begitu saja. Menjdi kerak yang tak bisa hilang begitu saja. Bagaimana tidak, Sekar kehilangan cintanya saat pernihakan itu masih berjalan di enam bulan. Saat pernikahan itu masih hangat. Tangannya menggenggam bunga melati yang sebagian kelopaknya hancur karena digenggam terlalu erat. Tubuhnya terlihat ringkih dalam balutan blus hitam dan rok panjang sederhana. Tatapannya masih terus tertuju pada nama suaminya. Sekar berlutut. Dahi dan ujung jari-jarinya menyentuh tanah basah. “Aku capek, Mas...” suara lirih seperti doa atau rintihan yang tak pernah diminta untuk dikabulkan. “Rasanya aku pengen pergi. Biar semuanya selesai. Aku, kamu, dan anak kita... bisa bareng lagi.” Air matanya menetes pelan di atas nisan. Lelah yang dirasakan Sekar begitu menyesakkan. Andai saja tidak ada Rana disisihnya mungkin dirinya akan menyusul kepergian suaminya. Rana adalah anak semata wayangnya bersama suaminya. Dalam enam bulan pernikahan yang langsung dikaruniai anak tanpa suaminya tau, hingga kecelakaan itu terjadi. “Jemput aku, Mas... Jemput aku dan anak kita. Aku udah nggak kuat.” itu saja yang Sekar ucapkan di tengah tangisnya saat ini. Senja kian memudar, dan angin berembus lebih dingin. Entah ini nyata atau tidak. Sekar tertegun saat tiba-tiba... Terdengar langkah kaki dengan suara sepatu yang menghentak tanah. Suara itu terlalu dekat dan terlalu nyata. Sekar semakin membeku. Dadanya mencelos. Nafasnya tercekat. Saat mata sendu Sekar melihat siluet pria dengan tubuh tegapnya berjalan mendekat. Menggunakan pakaian hitam dengan coat tebal yang berwarna hitam pula. Dia semakin mendekat. Membuat Sekar beranjak dari tempatnya untuk berdiri melihat siapa gerangan orang itu. “Kuatlah, sebentar saja.” suara berat itu masuk ke pendengaran Sekar. Jantung Sekar seakan berhenti berdetak. Matanya mengerjab tiga kali. Di depannya pria itu menatapnya seakan memberi keyakinan pada Sekar. Semua akan baik-baik saja. Kamu hanya cukup bertahan dan tak akan lama lagi. Sekar memperhatikan wajah itu lamat-lamat. Wajah itu. Wajah yang dikubur empat tahun lalu. Dan itu adalah wajah suaminya. “A-Adyatma...?” bisiknya dengan suara bergetar tak percaya. Sebelum ia sempat memastikan benar tidaknya wajah yang dia tatap barusan apakah benar suaminya. Pria itu semakin mengikis jarak. Satu tangan besarnya meraih pinggang Sekar dan satu tangannya sudah meraih tengkuk Sekar. Pria itu dengan bibir hangatnya mencium bibir Sekar yang dingin karena sedari tadi menangis. Ciuman itu... Hangat dan dalam. Persis seperti empat tahun lalu. Saat terakhir kali mereka berpisah di gerbang rumah, di pagi hari sebelum kecelakaan itu. Sekar ingin menolak dengan mendorong tubuh pria ini. Tapi ciuman itu seakan membiusnya. Membawanya dalam kenangan yang hanya terjalin singkat. Lumatan lembut pria itu berikan hingga Sekar seketika melemas. Dunia di sekelilingnya mendadak kabur. Bunga melati yang belum sempat dia letakkan terjatuh begitu saja. Namun sebelum Sekar benar-benar hilang kesadaran. Suara berat itu kembali berbisik. Lirih. “Aku kembali. Tapi kau harus kuat... untuk hari itu.” *** Tangis itu memecah hening. Di ruangan rumah sakit. Dimana Sekar dirawat karena dirinya yang tak sadarkan diri di makam suaminya. Membuat Rana, putranya terus menangis ketakutan. “Ma... Mama bangun, Ma... Jangan tinggalin Rana ya...” Gemetar tubuh kecil anak berusia tiga tahun lebih itu tak terbendung. Rana terus mengguncang pelan lengan ibunya yang terkulai lemas di ranjang rumah sakit. Air matanya mengalir deras, membasahi jemari mungil yang mencengkeram tangan sang ibu. Berharap agar segera bangun dari tidurnya. “Ma, denger suara Rana, ya... Jangan tidur terus... Rana sama siapa ma...” Suara Rana begitu menyayat siapa saja yang mendengarnya. Termasuk Larasati. Wanita yang umurnya tak jauh dari Sekar. Sahabat sekaligus asisten pribadi Sekar selama ini yang juga di anggap aunty dari Rana. Dan kemudian—helai bulu mata itu bergerak. Sekar mengerjab perlahan. Menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke sela-sela kelopak matanya. Satu, dua kali... hingga akhirnya napas berat keluar dari bibirnya yang terlihat pucat. Tatapannya kosong sejenak. Lalu mulai berkeliling, menangkap warna langit-langit putih, aroma khas antiseptik, dan suara... Itu. Suara putra kesayangannya. “Rana...?” “Mama!!” jerit Rana, langsung memeluk tubuh ibunya erat-erat. "Mama bangun! Mama beneran bangun...” Sekar terdiam. Tangannya yang masih lemah, perlahan terangkat, menyentuh kepala anak laki-lakinya yang terisak dalam pelukannya. “Aku di mana...?” bisik Sekar, nyaris tak terdengar. “Kamu di rumah sakit, Sekar,” jawab Larasati yang akhirnya mendekat dengan senyumnya merekah lega. “Kamu pingsan di makam almarhum Aditya. Rana histeris. Aku langsung bawa kalian ke sini.” Sekar mengerjap lagi. Jantungnya masih terasa berat. Samar-samar dia mengingat apa yang terjadi sebelum dirinya hilang kesadaran. Dirinya yang pergi bersama putranya dan juga sahabatnya. Namun saat itu mereka berdua memilih menunggu Sekar di dalam mobil. Hingga dirinya... Aditya... Pria itu. "Laras, kamu tau kenapa aku pingsan? " Tanya Sekar memastikan. Larasati hanya menggeleng. Dirinya tak tau apa-apa memang. Saat itu Laras hanya merasa aneh karena Sekar yang tak kunjung kembali ke mobil. Hingga dirinya mengalah dan pergi ke makam. Barulah dia menyadari jika Sekar jatuh pingsan di sana. “Mama...” panggil Rana lagi, lebih lembut. “Jangan tinggalin Rana ya... Mama janji ya…” Sekar menunduk. Hatinya mencelos. Ia menahan napas, lalu menarik Rana dalam pelukannya, meski tubuhnya masih lemah. “Mama di sini... Mama janji nggak akan ke mana-mana, sayang...” Tangis kembali pecah. Tapi kali ini tangis lega dan bersyukur jika dirinya masih bisa memeluk Rana dengan erat. Larasati pun tak kuasa menahan air matanya lagi. Sekar mengelus rambut anak semata wayangnya. Di antara sakit dan kehilangan, dia masih punya alasan untuk bangkit. Dia masih punya alasan untuk hidup. Karena Rana. Rananta Wirantara. "Mama kenapa pingsan? " Tanya Rana dengan rasa ingin tahunya. "Mama cuma kecapean sayang" Sekat mengelus lembut pipi Rana. "Kamu nggak ngantuk? Tidur sini" Sekar menepuk temoat kosong di sisi ranjangnya. "Emang kuat mama? Ranjangnya kecil" celetuk Rana mengundang senyum geli dari Laras dan juga Sekar. "Nggak sayang. Kuat kok ini tempat tidurnya. Buat nggak ngantuk. Besok Rana sekolah kan? " pinta Sekar yang langsung di angguki Rana dan naik merangkak ke arah samping ibunya. "Sek-" Larasati yang hendak berbicara distop dahulu oleh Sekar. Sekar tau apa yang akan dikatakan Laras. Hanya saja saat ini sedang ada Rana. Biarkan Rana untuk tertidur dahulu baru mereka akan berbicara. Benar saja tak butuh waktu lama. Karena tepukan lembut tangan Sekar di punggung putranya berakibat Rana yang akhirnya tertidur pulas. "Sekar sebenarnya apa yang terjadi? " Tanya Larasati yang masih penasaran dengan kejadian di makam tadi. "Mungkin benar apa kata dokternya Laras. Kecapekan aja. Kamu tau bukan beberapa bulan ini kita harus berusaha keras buat perusahaan kita nggak jatuh" Jelas Sekar yang mengundang tatapan tajam Laras. "Jangan bohong Sekar" "Buat apa aku bohong?" "Aku kenal kamu lama Sekar" Laras mengingatkan. Sekar menghela napasnya pelan. "Aku seperti bertemu dengan Mas Atma Ras" "Adyatma?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
24.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
184.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
231.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
154.9K
bc

TERNODA

read
195.9K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
21.2K
bc

My Secret Little Wife

read
129.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook