"s**t!" Maven mengumpat keras, napasnya memburu. Ia mengacak rambutnya kasar saat matanya menatap Mita yang duduk di tepi ranjang, hanya dengan dress tipisnya yang sudah kusut dan membentuk tubuh indahnya dengan sempurna. Mata gadis itu berkaca-kaca, tapi tubuhnya... tubuhnya menggoda seperti api. “Mita, kamu harus dengerin aku,” suara Maven berat, serak, penuh tekanan. Tapi gadis itu malah merangkak mendekatinya. “Bang… tolong aku…,” suara Mita lirih, nyaris seperti rengekan. Tangannya yang mungil menarik tangan besar Maven, lalu meletakkannya di leher jenjangnya sendiri. “Aku butuh abang sekarang…” Maven menelan ludah. Tubuhnya tegang. Godaan Mita terlalu nyata. Terlalu liar. Terlalu indah. Tapi ini bukan Mita yang ia kenal. Ini bukan Mita yang ingin ia miliki. "Aku pengen kamu, Ban

