BAB 5 PAGI**

770 Words
Rutmini sudah mandi dan ikut berkumpul di meja makan bersama tuan Serkan dan keluarganya, selain nyonya Maris ada juga putra termuda mereka Leon yang umurnya mungkin dua atau tiga tahun lebih muda dari Rutmini. Leon masih duduk di bangku kelas dua SMU dan sepertinya dari kemarin sama sekali tidak terlalu ambil pusing dengan keberadaan Rutmini di rumah mereka. Kadang Rutmini masih sering heran bagaiman tuan Serkan bisa punya putra yang ganteng-ganteng semua seperti artis-artis di televisi. Maklum karena Rutmini berasal dari kampung jadi dia cuma pernah melihat orang tampan dan cantik di televisi. Nyonya Marisa sempat kembali bertanya pada salah seorang pengurus rumahnya, karena putranya Evan belum nampak keluar dari kamar sejak kemarin. Tapi sepertinya mereka semua sama-sama terkejut karena justru Rutmini yang menjawab. "Bang Evan sudah sarapan, dai bilang masih ingin istirahat setelah tadi minum obat. " "Jadi kalian sudah bertemu?" tanya nyonya Marrisa yang tiba-tiba merasa seperti baru kecolongan oleh putranya sendiri. "Tadi bang Evan minta dibuatkan roti," polos Rutmini ketika mengulang ceritanya. "Jadi, Evan menyuruhmu membuatkan sarapan di pagi-pagi buta? " rasanya nyonya Marisa tidak percaya mendengar cerita gadis polos itu. "Mungkin bang Evan kelaparan karena tadi malam tidak makan dan kebetulan hanya menemukan aku di dapur. " "Seharusnya dia tetap bertanya tidak boleh asal menyuruhmu seperti itu." Nyonya Marrisa masih agak kesal dengan tindakan kurang sopan putranya. Tapi Tuan Serkan sepertinya justru sedang tersenyum kemudian melanjutkan kembali sarapannya dan tidak ada lagi yang bicara setelah itu bahkan sampai sarapan mereka selesai. Setah sarapan Leon langsung pamit pergi ke sekolah sedangkan nyonya Marrisa juga pergi untuk mengunjungi cucunya. Tinggal ada Rutmini yang kemudian menemani tuan Serkan berjalan-jalan di taman belakang. Tuan Serkan memang harus rutin berjalan kaki untuk terapi kesehatan jantungnya yang semakin menurun belakangan ini. Rutmini sepertinya anak yang telaten dan sudah biasa mengurus orang tua. Tuan Serkan sebenarnya belum terlalu tuan seperti kakek dan nenek Rutmini di kampung, cuma kondisi jantung tuan Serkan yang bermasalah membuatnya harus mengambil pensiun dini. Bang Harris yang sekarang harus bertanggung jawab menggantikan semua tanggung wewenangnya di kantor. Tuan Serkan memang di anjurkan untuk istirahat total di rumah dan kehadiran Rutmini sepertinya juga akan menjadi penghibur baginya yang sejak dulu menginginkan perhatian dari anak perempuan. "Jadi kau sudah bertemu putraku? " tanya tuan Serkan ketika mereka beristirahat di gazebo dan Rutmini membuatkan teh herbal untuknya. Gadis lugu itu hanya tersenyum baru kemudian mengangguk. "Aku senang karena kulihat kau juga menyukainya." Rutmini sangat malu karena dia tidak tahu jika ternyata ekspresinya bisa ditebak semudah itu oleh tuan Serkan walaupun dia tahu jika semua orang pasti akan juga akan menyukai bang Evan. "Bang Evan sangat baik, " kata Rutmini, kemudian. Walau baru bertemu sekali tapi Rutmini tahu jika putra kedua tuan Serkan itu adalah pria yang baik, bahkan sangat baik. "Apa yang kau pikirkan? " tabah tuan Serkan ketika melihat keraguan di senyum Rutmini kali ini. "Jika bang Evan tidak menyukaiku, tolong Tuan jangan memaksanya. " "Dia akan menyukaimu!" Mini menggeleng. "Bang Evan sangat baik, aku tidak mau membuatnya sedih. " Mungkin memang hanya wanita seperti Rutmini yang memikirkan hal sesepele itu untuk seorang pria, bahkan dia hanya takut Evan sedih. "Percayalah dia akan menyukaimu, dia adalah putra terbaikku karena itu aku yakin dia bisa melihat kebaikan dalam dirimu. " Berulang kali tuan Serkan berusaha meyakinkan gadis muda yang masih sangat lugu itu agar kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Tuan Serkan yakin jika putra keduanya pasti akan segera menyadari keberuntungannya, walau pun Rutmini justru merasa khawatir tuan Serkan sudah berlebihan menilainya. Sementara itu dari jendela besar di lantai dua kamarnya Evan yang baru bangun sedang menyibak tirai jendela agar sinar matahari pagi yang sudah agak kesiangan itu masuk ke dalam kamar. Evan merasa sudah lebih baik dari gejala flu-nya. Dia baru ingin meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku ketika tidak sengaja melihat wanita muda yang sedang duduk bersama papanya di gazebo belakang. Tuan Serkan tersenyum dan sempat melambai ketika melihat putranya yang baru bangun tersebut melihat ke arah mereka. Rutmini hanya ikuti tersenyum dan baru saat itu Evan sadar jika gadis muda itu adalah Rutmini. Gadis yang tadi pagi membuatkannya roti bakar. Evan segera berpaling kilat ke dalam kamarnya, dia duduk di ujung ranjang untuk kembali memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pening lagi. Evan sedang tidak ingin memikirkan Rutmini atau siapapun yang hanya akan membuat kepalanya nyeri. Evan pikir lebih baik dia mandi dulu untuk memperbaiki moodnya yang tiba hilang gara-gara melihat Rutmini tadi. Rasanya Evan masih sulit percaya jika Rutmini ternyata gadis mungil yang bahkan masih terlalu muda untuknya, pantas kalau Alex sampai ngotot menamainya Mini. Bahkan Evan yakin usianya tidak lebih tua dari Leon. Benar-benar mengerikan jika dirinya harus takut berurusan dengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD