"Bernapaslah dengan normal!" Irene menghipnotis dirinya, hanya hitungan jam tak bertemu dengan Arkan, saat akan berjumpa di perpustakaan, Irene merasa jantungnya berdegup. Irene berusaha mengabaikan pertengkaran semalam dengan Pram, dan meninggalkan pria itu di pagi hari lebih awal. Irene bahkan tak menyapa Pram yang menoleh sekilas padanya sambil mengaduk sesuatu di wajan. Dia dan Arkan akan sering bertemu, karena sama-sama mengambil shif pagi. Arkan tak lagi disibukkan dengan kuliah di kampus, pria jenius itu hanya menunggu waktu wisuda, pria jenius yang bisa menyelesaikan studinya lebih awal. "Sedang apa, Ren?" Sontak, Irene terkaget. Ternyata Arkan belum berada di dalam sana, pria itu menepuk bahu Irene. Pria itu di belakangnya. Senyum jenaka Arkan terbit, cerah, secerah matahari