Romantisnya Arman.

1139 Words
Tubuh Alin masih sedikit gemetar karena kejadian mendadak itu. Arman pun merasa sangat canggung dan segera membantu Alin berdiri dengan tegak. “Ya Tuhan, terima kasih, Pak Arman. Kalau bukan karena kamu, mungkin aku sudah jatuh dan memecahkan semua barang di dus ini,” jawabnya dengan senyum canggung. “Jangan panggil aku 'Pak', cukup Arman saja. Biarkan aku membantumu,” ucapnya sambil dengan mudah mengambil alih dus besar dari tangan Alin. “Kamu kuat juga ya,” gumam Alin setengah bercanda, mencoba mengusir rasa malunya. Arman hanya tersenyum kecil. “Ini terlihat berat untuk kamu bawa sendiri. Barry seharusnya membantumu.” Alin terkekeh pelan. “Dia lembur malam ini, Aku harus memindahkan barang-barang ini karena sudah mulai hujan.” Mata Alin melihat jas Arman yang mulai basah karena terkena air hujan. “Astaga! Kau jadi kehujanan, tunggu sebentar!” pekik Alin panik dan segera berlari ke dalam. Arman ingin mencegah tapi Alin sudah menghilang dari pandangannya. “Aku sudah basah dari tadi,” gumamnya merasa baik-baik saja dan tetap berjalan mendekati pintu rumah Alin. “Permisi,” ucap Arman dan perlahan masuk dengan meletakkan dus itu di depan pintu. Lalu dia kembali ke halaman untuk mengambil dus yang lain. Tepat Alin yang berlari dari dalam rumah dengan membawa payung. “Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memayungiku,” tolak Arman saat kembali membawakan dus lainnya. “Jangan begitu, pakaianmu jadi basah. Aku bisa memayungimu hingga ke dalam rumah,” ucap Alin memaksa. “Baiklah, kalau begitu apa kau bisa menumpuk dus yang kecil? Biar cepat selesai.” “Oh, oke.” Alin mencoba mengambil dus kecil tapi dia merasa bingung karena harus memegangi payung. Keduanya tampak kebingungan dan sedikit canggung. “Kamu bisa taruh dulu payungnya, lalu ambil dus kecilnya,” ucap Arman memberikan saran. “Kamu benar.” Alin pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Arman. Setelah menaruh dus kecil di atas dus yang dipegang oleh Arman. Alin pun kembali memayungkan Arman dan berjalan bersamaan menuju rumahnya. Beberapa saat kemudian, semua dus yang ada di luar sudah berada di dalam. Alin memberikan handuk kecil untuk mengeringkan rambut Arman yang sudah basah. “Padahal kamu tak perlu memberiku handuk. Rumahku tepat di sebelah,” ucap Arman meski tetap menerima handuk itu. “Tetap saja, aku merasa tidak enak karena kamu sudah membantuku padahal di luar hujan deras,” jawab Alin merasa tidak enak. Tingkahnya yang imut membuat Arman merasakan hawa panas di saat udara dingin. “Sepertinya aku harus pulang, jangan lupa kunci pintu rumahmu dan jangan bukankan pintu kecuali Barry yang datang. Selamat malam,” ucap Arman pamit. “Kamu sudah mau pulang? Padahal aku bisa memberikan secangkir kopi,” ucap Alin merasa bingung dan tidak enak hati. “Sebaiknya kita tidak boleh berduaan terlalu lama. Sampaikan salamku pada Barry ya.” Arman memberikan handuk kecilnya lalu bergegas untuk pergi. “Terima kasih banyak, Arman. Aku benar-benar merepotkan, ya?” “Tidak masalah. Tetangga memang seharusnya saling membantu, kan?” jawab Arman sambil tersenyum, lalu berbalik menuju rumahnya. “Payungnya ... aku lupa memberikannya,” gumam Alin kembali merasa tidak enak karena lupa memberikan payung untuk Arman. Alin pun masuk ke dalam rumah dan mendesah panjang saat melihat banyaknya dus yang belum sempat dia buka. Alin kembali mengecek ponselnya, tapi tak ada kabar dari Barry setelah mengiriminya pesan lima jam yang lalu. Lalu Alin teringat pesan Arman untuk mengunci pintu, dengan tergesa dia pun mengunci pintu rumahnya. “Dia pria yang sangat perhatian,” gumam Alin mengingat perlakukan Arman. Tapi detik kemudian Alin menggelengkan kepalanya dan kembali menyibukkan diri dengan membereskan barangnya. *** Hari Minggu yang cerah membawa suasana riang ke rumah Arman dan Lisa. Di dapur, keduanya sibuk mempersiapkan makan siang untuk menyambut tetangga baru mereka. Aroma tumisan bawang dan rempah memenuhi udara, berpadu dengan suara gemericik panci dan gelak tawa kecil di antara mereka. “Kamu yakin ini sudah cukup?” tanya Lisa sambil mengatur piring di atas meja makan. Arman melirik ke arah meja yang sudah penuh dengan hidangan seperti pasta krim, ayam panggang, salad segar, dan sepiring camilan. “Ini lebih dari cukup. Aku rasa Alin dan Barry akan sangat menyukai semua masakan ini,” jawabnya sambil tersenyum. Lisa tertawa kecil, lalu meraih saus salad yang baru saja selesai ia buat. “Aku harap mereka merasa diterima dengan baik di lingkungan ini. Padahal aku sudah mengajak yang lain, tapi rupanya mereka sudah ada rencana hari ini.” “Tentu saja, siapa yang tidak ada rencana di hari minggu? Beruntung karena Barry dan Alin mau menerima ajakanku,” ucap Arman dan mencicipi saus salad yang Lisa buat. “Bagaimana? Apa terlalu asin?” Arman menatap Lisa dengan cukup lama, dia tampak sedang berpikir membuat Lisa sangat penasaran. “Katakan! Jangan buat aku penasaran!” desak Lisa tidak sabaran. Tapi kemudian Arman tertawa. “Enak! Masakan istriku selalu enak,” puji Arman dan membuat Lisa berdecak tidak percaya. Dia dikejutkan dengan kedatangan Barry dan Alin datang yang berdiri di ambang pintu melihat keharmonisan keduanya. “Oh, kalian sudah datang? Kok aku gak dengar suara Bell ya?” tanya Lisa dan menghampiri keduanya. “Maaf, pintu rumah kalian terbuka lebar, jadi kami langsung masuk,” ucap Barry dan menunjukkan buah-buahan di tangannya. “Kalian tampak romantis sekali,” sahut Alin dan memberikan cake strawberry pada Lisa. “Astaga! Ini cantik sekali, padahal kalian tidak perlu membawa apa-apa,” ucap Lisa menerima cake strawberry dan mengajak keduanya untuk masuk. “Kami tidak bisa datang dengan tangan kosong. Jadi Alin membuatkan cake itu khusus kalian,” ucap Barry dan duduk di kursi makan dengan pandangan yang takjub pada hidangan di meja. Arman menarikkan kursi untuk Lisa duduk dan itu menjadi perhatian Alin. Arman menyadari hal itu dan melakukan yang sama untuk Alin. “Ah tidak perlu, aku bisa menariknya sendiri,” tolak Alin merasa tidak enak. “Gak usah heran, Arman memang selalu romantis dengan semua wanita yang dia temui,” ucap Lisa berkomentar. “Seorang pria itu harus bersikap romantis pada wanita. Jika tidak, wanita akan merasa kesepian karena tidak diperhatikan bukan?” jelas Arman dengan menatap tajam pada Barry. Barry yang sedang minum menaruh gelasnya dengan duduk santai. “Itu bukan perhatian atau sikap romantis, tapi memanjakan. Wanita tidak boleh terlalu sering dimanjakan. Mereka akan kesulitan kalau tidak ada pria yang membantunya. Aku tidak mau membuat Alin kesulitan saat aku tidak ada di rumah. Jadi, dia harus bisa menangani semua masalahnya sendiri,” jelas Barry dan mengejutkan semuanya. Tapi kemudian Alin tertawa kecil, “itu benar, jika tidak begitu mungkin aku akan merepotkan orang lain.” “Seperti malam itu?” sahut Barry dengan menatap Arman. “Alin cerita kalau kau membantunya memindahkan dus ke dalam rumah. Aku lupa berterimakasih padamu,” lanjut Barry mengingatkan Arman. “Ah itu-” “Benarkah? Arman tidak cerita apa-apa padaku,” sela Lisa bingung sendiri dan menatap dengan curiga pada Arman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD