Bab 9. Pulang Malam

1076 Words
Pulang dari makan siang di restoran yang menjual masakan Jepang, Akbar berpikir bagaimana caranya dia dapat mencoba masakan Hana. Namun, tidak ada satu ide pun yang terlintas di pikiran Akbar. “Gimana ya caranya?” Pria itu mengetuk-ngetuk layar ponselnya, tetapi tetap tidak mendapat ide sama sekali. “Apa tunggu agak malam aja ya? Hana pasti sudah tidur jam 10 malam, kan?” Akhirnya, pria itu senang karena mendapat ide itu. Dia pun akan menunggu malam hari. Untuk makan malam mengganjal perutnya, Akbar pun pergi ke kafe dekat rumah untuk membeli kopi dan roti saja. Dia akan pulang mendekati jam 10 malam. “Hana, saya mau keluar. Kunci saja pintunya dan jangan tunggu saja datang. Kamu cabut saja kunci rumah itu karena saya ada kunci cadangan.” “Iya, Mas.” Akbar pun pergi untuk menjalankan rencananya. Dia segera pergi ke kafe dengan mobilnya. Tiba di kafe, Akbar memesan kopi dan roti bakar. Lalu dia menonton film di ponselnya agar waktu terasa cepat berlalu. Menjelang jam 10 malam, pria itu pulang ke rumah. Akbar pun tiba pada jam 10 malam. Dia segera membuka pintu dari luar dan mengunci pintu dari dalam. Akbar berjalan perlahan ke dapur. Dia mencari masakan Hana di lemari es karena dia pikir pasti Hana menyimpannya di sana. Namun, di dalam sana tidak ada masakan Hana. Lalu Akbar pun menoleh ke kompor. Di sana ada satu panci. “Mungkin itu semur ayam yang dimasak Hana. Dia pun berjalan ke dapur dan memeriksanya. Ternyata benar, isi panci itu adalah semur ayam masakan Hana, masih ada setengah panci dan dia segera mengambil mangkok dan menumpahkan semur ayam ke dalam mangkok. Akbar ke meja makan untuk menikmati masakan Hana, rasanya enak karena memang Hana sudah bertahun-tahun bekerja di catering sebagai salah satu tukang masak di sana. Tanpa Akbar sadari, dia sudah menghabiskan semua masakan Hana. Ketika dia kembali untuk mengambil ayam untuk yang kesekian kalinya dia terkejut melihat panci itu sudah kosong. “Astaghfirullah, habis? Duh, Hana maaf ya. Salah sendiri kenapa masakan kamu enak.” Akbar pun meninggalkan dapur tanpa perasaan bersalah. Besoknya, masih pagi Hana berteriak di dapur, “Astagfirullah. Siapa yang menghabiskan semur ayam ini? Masa iya ada kucing ya? Tapi, kok ada bekas mangkok di bak cuci piring? Enggak mungkin mas Akbar yang makan masakanku.” Hane geleng-geleng kepala. Teriakan Hana itu membuat Akbar datang ke dapur. “Ada apa, Hana?” “Ini Mas, semua ayam yang saya masak kemarin kan masih ada setengah panci, kok pagi ini sudah habis ya? Apa kucing yang makan? Tapi rasanya enggak mungkin, tadi malam Mas lihat kucing enggak masuk rumah ini?” Akbar pura-pura berpikir. “Oh iya, tadi malam pas saya masuk rumah ada kucing masuk, terus dia bikin keributan di dapur, pas itu saya udah di kamar, terus saya balik ke dapur, eh kucing makan semur ayam kamu tuh, saya usir dia dari rumah ini.” Hana terlihat bingung, tetapi dia mencoba untuk percaya pada ucapan Hana itu. “Oh gitu ya, Mas? Ya sudah deh enggak apa-apa. Eh ya, Mas mangkok itu bekas apa ya?” “Wah, kalau itu saya enggak tahu, Hana, tadi malam kan saya langsung ke kamar. Saya kan sudah makan di luar tadi malam.” “Ya sudah, lain kali biar saya aja yang tangkap kucingnya ya, Mas.” “Iya, Hana.” Akbar pun bisa bernapas lega karena Hana percaya dengan apa yang dia katakan pada Hana. “Mas, mau saya siapkan sarapan?” “Tidak usah, saya tidak terbiasa sarapan.” “Mau saya antar bekal makan siang?” “Saya ada makan siang sambil meeting. Saya sudah bilang kamu enggak usah repot menyiapkan makanan untuk saya.” Apa yang ada di mulut tidak sama dengan yang di dalam. Sesungguhnya Akbar mau makan masakan Hana, tetap gengsinya tetap lebih besar. Pria itu lalu kembali ke kamarnya dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit. *** Siang harinya, Ririn menjemput Hana di tempat kursus. Setelah menikah dia mulai mengurangi jadwal kursus Hana. Kursus yang masih harus diikuit Hana adalah kursus bahasa Inggris, kursus kepribadian dan manner yang lain. Dia terus menyiapkan Hana untuk mendampingi Akbar di setiap pertemuan bisnis suatu hari nanti. Ririn mengajak Hana makan siang di sebuah restoran. Hana hanya bisa mengikuti ibu mertuanya itu. “Hana … Mama mau kamu punya anak dari Akbar.” Permintaan Ririn itu membuat Hana tersedak saat makan. “Apa, Bu? Anak?” “Iya. Hana, panggil saya Mama aja ya, jangan Ibu lagi.” “Iya, Bu, eh Mama.” “Iya, Mama mau kamu punya anak. Supaya pernikahan kalian bisa bertahan lama.” Hana tampak bingung. “Duh, gimana ya, Ma?” “Kenapa? Kamu tuh cantik Hana, cantiknya alami, tubuh kamu juga bagus, masa Akbar enggak tertarik buat menyentuh kamu?” “Gimana ya, Ma? Mama tahu kan Mas Akbar punya pacar?” “Mama tahu kok, Hana. Kata Mama sih, suatu hari nanti Akbar pasti suka sama kamu. Apalagi kalau kamu pakai ini, dia pasti enggak tahan pengen ngajak kamu ngamar.” Ririn memberikan sebuah paper bag pada Hana. “Coba kamu buka!” Hana mengintip paper bag itu lalu mengangkat isinya. Perempuan itu terkejut dan wajahnya memerah melihat lingerie yang dia pegang. Refleks Hana melepaskan lingerie itu. “Astaghfirullah, apa ini, Ma?” “Itu pakaian dinas. Pakainya malam hari setelah Akbar pulang kerja.” Hana meragu apa dia bisa memakai pakaian itu dan merayu suaminya. “Ma, kayaknya saya enggak bisa.” Hana menunduk. “Kamu bisa, Hana. Mama enggak banyak permintaan sama kamu, cuma minta cucu aja, Sayang. Kamu bisa kan mengabulkan permintaan Mama?” Ririn memegang tangan Hana. Perempuan itu hanya bisa menelan ludah. Makanan yang ada di hadapannya itu terasa sulit untuk dihabiskan. Malam harinya, Akbar mengirim pesan ke ponsel Hana. Akbar : Saya pulang malam, teman-teman saya ngajak makan malam di luar. Jangan tunggu saya pulang. Hana : iya, Mas. Setelah membalas pesan dari Akbar, Hana meletakkan ponselnya. Dia pun memutuskan untuk tidur. Tepat jam 10 malam, pintu depan rumah digedor, Hana pun terbangun. “Apa itu mas Akbar ya?” Hana pun turun dari ranjang dan segera membuka pintu depan. Ketika pintu itu terbuka, Akbar mendorong tubuh Hana masuk rumah lalu dia mengunci pintu depan. Kemudian, Akbar menarik lengan Hana menuju kamarnya. Hana coba melepaskan tangannya dari genggaman Akbar, tetapi tidak bisa karena tenaga pria itu jelas lebih kuat. Hana hanya bisa pasrah pada apa yang Akbar lakukan padanya. Karena malam itu sikap Akbar tidak seperti biasanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD