Bab 3. Pacar Akbar

976 Words
Hana masih mencuri dengar obrolan antara Farhan dan seorang perempuan yang tidak dia kenal itu. “Nanti dulu ya, Sayang, Mas kan masih harus ngumpulin uang dulu buat biaya pernikahan kita.” “Oh jadi, mas Farhan enggak ada rencana melanjutkan pendidikan? Dia mau nabung buat biaya nikah? Ternyata mas Farhan sudah membohongi aku?” Hana bicara dalam hati. “Mas … papa kan sudah bilang, jangan pikirkan biaya pernikahan. Kalau sudah ada niat mau nikah harus disegerakan. Papa sanggup kok biayain pernikahan kita.” “Sama perempuan itu mas Farhan merencanakan masa depan? Terus denganku yang sudah 10 tahun menjadi kekasihnya enggak. Apa karena aku cuma seorang karyawan catering aja?” “Mas malu, Sayang kalau semua biaya ditanggung sama papa kamu. Kesannya Mas ini enggak usaha apa-apa buat nikahin kamu.” “Nah, itu kamu sadar diri enggak punya apa-apa, Mas, " gerutu Hana dalam hati. “Mas pikirin aja soal mas kawin untuk pernikahan kita nanti. Lainnya biar papaku yang urus.” “Sekarang aku enggak akan marah lagi ke kamu mas Farhan. Silakan menikah dengan perempuan itu biar mereka tahu jati diri kamu yang sebenarnya. Aku juga tidak akan balas dendam sama kamu karena aku yakin kamu akan mendapatkan karmamu sendiri karena sudah menyakiti perasaanku. Lihat saja nanti, aku yakin akan mendapatkan suami yang jauh lebih baik dari kamu. Lebih tampan, lebih kaya dan tentu saja hatinya jauh lebih baik.” Hana mendoakan yang terbaik untuk masa depannya. “Hana sudah selesai makannya? Ayo kita pulang! Oh ya, biar Ibu yang bayar semua makanan ini ya.” “Tapi, Bu … saya harus bayar semua makanan ini karena ….” Hana tidak bisa melanjutkan ucapannya lagi. “Sudah biar Ibu yang bayar, tadi Ibu kan sudah janji sama kamu.” Hana terpaksa menurut. Ririn yang membayar makanan. Saat Hana keluar dari kafe bersama dengan Ririn, perempuan itu berusaha agar tidak dikenali oleh Farhan. Untungnya dua sejoli itu sedang dimabuk asmara sehingga tidak memperhatikan orang-orang di sekeliling mereka. *** Malam harinya, Hana menghubungi Akbar. Dia merasa bersalah karena tidak bisa membujuk Ririn agar membatalkan rencana perjodohannya. “Mas, maaf ya, saya enggak bisa membuat ibu Mas Akbar membatalkan rencananya.” Terdengar helaan napas Akbar. “Ya, ibu saya memang begitu, keras sekali, kalau sudah mau A ya harus A. Saya juga sudah coba membujuk, tapi ibu tetap dengan keputusannya.” “Terus saya harus gimana dong, Mas?” Hana bingung dengan rencana selanjutnya. “Saya akan terus mencoba membujuk ibu saya. Oh ya, misalnya ibu saya mengajak kamu ketemu usahakan untuk terus menolak ya, Han.” “Iya, Mas, saya janji akan berusaha menolak dan meyakinkan ibunya Mas supaya membatalkan perjodohan kita.” Hana selalu sadar diri dan merasa tidak pantas menjadi istrinya Akbar. “Oh ya, Mas, tadi saya enggak jadi bayarin makan siang. Jadi, besok saya mau kembalikan uang Mas Akbar ke rumah sakit ya.” “Uang itu? Ok. Datang saja ke ruangan saya pada jam kerja.” “Baik, Mas.” Akbar menutup panggilan telepon. Keesokan harinya, Hana datang ke rumah sakit dan menemui Akbar di ruangannya. Dia letakkan uang yang diberikan oleh Akbar kemarin padanya di meja. “Ini ya Mas, uangnya sudah saya kembalikan.” “Ya, Hana.” “Maaf ya, Mas karena saya tidak bisa membujuk ibunya Mas supaya saya yang membayar makanannya.” “Iya, enggak apa-apa.” Pada saat itu, ponsel Akbar berdering. Di layar ponsel muncul nama kontak seseorang dengan emoticon love. Hana yakin jika orang yang menelepon Akbar itu adalah kekasihnya. Hana semakin merasa tidak pantas menikah dengan Akbar. “Saya terima telepon dulu ya, Han. Atau kalau urusan kamu sudah selesai. Kamu boleh keluar dari ruangan ini!” Karena tidak ingin mengganggu privasi Akbar, Hana pun keluar dari ruangan itu. Akbar pun menerima panggilan itu. “Halo, maaf ya, Sayang, tadi ada yang datang ke ruangan sebentar. Oh ya, kamu sudah sampai di mana?” “Aku di udah di depan ya, Mas.” “Ok, jadinya mau makan di mana? Kamu beneran hari ini libur syuting?” “Iya, Mas. Hari ini aku free cuma buat Mas aja. Kita makan di kafe seberang rumah sakit aja yuk.” “Ok. Mas ke depan dulu. Tunggu ya, Sayang, jangan ke mana-mana ya.” “Ok.” Setelah menutup panggilan telepon, Akbar pun keluar dari ruangannya. Di depan rumah sakit dia menemui seorang perempuan cantik memakai kacamata hitam dengan penampilan yang terlihat mewah. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Hana yang hanya seorang pekerja di sebuah usaha catering. Akbar tersenyum lebar saat bertemu dengan kekasihnya, Rara. Mereka pun bergegas menuju kafe di seberang rumah sakit. Dari jarak yang agak jauh, Hana melihat pertemuan Akbar dengan Rara. Dia merasa senang karena jika Akbar memiliki pacar maka dia akan terbebas dari rencana Ririn. Sementara itu, di kafe, Akbar duduk berhadapan dengan Rara. Wajah Akbar terlihat sangat serius. Siang ini dia memang sengaja mengajak Rara bertemu karena ingin membicarakan sesuatu. “Ra, Mas mau kita menikah. Mas akan lamar kamu secepatnya.” Rara terkejut mendengar ucapan Akbar. “Mas, aku belum siap nikah. Jangan paksa aku untuk menikah sekarang. Aku lagi merintis karir keartisan, kalau belum jadi bintang utama, aku belum mau nikah, Mas. Sudah berkali-kali aku bilang ke Mas loh.” Akbar mengusap wajah. Obrolan soal pernikahan dengan Rara pasti selalu berakhir dengan penolakan dari perempuan itu. “Orang tua Mas sudah mendesak Mas untuk segera menikah. Bahkan sekarang mama mau menjodohkan Mas dengan seseorang perempuan yang sangat mama sukai. Kamu yakin tidak mau menikah dengan Mas dalam waktu dekat? Gimana kalau ternyata Mas malah menikah dengan perempuan yang dijodohkan mama itu?” Akbar kali ini menggunakan Hana untuk memaksa agar Rara mau segera menikah dengannya. “Apa? Mas, jangan nikah sama perempuan lain ya. Aku tuh cinta sama Mas Akbar.” Wajah Rara terlihat memelas. “Kalau kamu menolak terus, Mas bisa apa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD