Akbar berkata dalam hati, “Apa? Menikah dengan perempuan ini? Mama enggak salah? Gimana ya caranya menolak permintaan mama?”
“Harus ya, Ma, balas budi dengan menikah? Apa tidak ada cara lain untuk membalas kebaikan Hana?” Akbar pikir pasti ada cara lain untuk membalas pertolongan Hana pada mamanya.
Namun, keinginan Ririn tidak bisa diganggu gugat. “Enggak ada, Nak. Hana ini sudah menyelamatkan nyawa Mama loh. Jadi, kamu harus menikahi dia sebagai balas budi Mama sama Hana.”
Akbar mengusap wajah. Pria itu bingung bagaimana cara membujuk sang mama agar tidak memaksanya menikah dengan Hana. “Ma, aku boleh ngomong sebentar sama Hana di luar?”
Mata Ririn langsung berbinar. Perempuan itu mengira anaknya sudah tidak sabar untuk segera dinikahkan dengan Hana. “Boleh dong, Sayang. Kamu mau ngobrol serius ya dengan Hana? Mau tanya mas kawin ya, Nak?”
“Iya, Ma, aku harus ngomong serius dengan Hana.” Akbar pun menatap Hana. “Hana, ikut saya keluar sebentar!”
Akbar keluar dari ruangan kerjanya lebih dulu. Hana mengikutinya di belakang. Akbar terus berjalan sampai dia menemukan lorong yang tidak jauh dari ruangannya dan sepi. Dia pun berhenti di sana lalu menunjukkan wajahnya yang serius.
“Hana, langsung aja ya. Saya tahu kamu pasti tidak mau menikah dengan saya, kan?”
Hana mengangguk. “Iya, saya tidak mau menikah dengan Mas-nya. Saya sadar diri, tidak pantas saya menikah dengan Mas yang seorang direktur rumah sakit sementara saya cuma seorang karyawan catering biasa.”
“Nah, saya mau kamu membujuk mama saya supaya tidak menikahkan kita. Saya juga akan membujuk mama saya nanti di rumah. Kamu bisa kan, Hana?”
Hana mengangguk, “Saya usahakan sebisa saya ya, Mas. Mas dengan saya itu sama. Sama-sama tidak mau dinikahkan.”
“Iya, kamu minta ganti yang lain kalau mama maksa buat balas budi sama kamu.”
“Baik, Mas.”
“Ok, saya percaya sama kamu. Sekarang kembali ke ruangan saya, ajak mama saya ngobrol di mana saja, di kantin atau di kafe terserah.” Akbar mengeluarkan dompetnya lalu memberikan beberapa lembar uang untuk Hana. “Ajak mama saya makan di luar. Kamu ambil uang ini buat membayar makanan nanti.”
Hana menatap uang yang diberikan Akbar dengan tatapan bingung. “Maksudnya saya yang bayari makan ibu Ririn?”
“Iya. Kamu bayar pakai uang saya ini.”
Hana masih diam. Namun, Akbar meraih tangan Hana lalu dia letakkan uang itu di tangan perempuan itu.
“Ambil dan jangan dikembalikan!”
Hana terpaksa menerima uang itu.
“Simpan nomor HP kamu di sini!” Akbar memberikan ponselnya pada Hana, perempuan itu mengetikkan nomor ponselnya di sana. Ponsel itu pun dia kembalikan.
Akbar menghubungi nomor Hana. “Simpan nomor saya supaya saya bisa menghubungi kamu nanti.”
“Baik, Mas.”
Setelah itu, keduanya pun kembali ke ruangan kerja Akbar. Akbar menatap Hana seolah memberi perintah agar Hana mengajak Ririn meninggalkan ruangan kerja Akbar.
“Ibu, bisa enggak kita ngobrol di luar. Saya mau bicara berdua saja sama Ibu.”
“Ok, kita ke kafe yang ada di dekat sini!” Ririn pamit pada Akbar dan pergi bersama Hana.
Tiba di kafe, Ririn memesan makanan. Hana hanya bisa pasrah dan menerima apa pun yang dipesan oleh perempuan paruh baya itu.
“Kamu mau ngomong apa, Hana?” Ririn penasaran.
“Saya memang sudah membantu Ibu, tapi saya ikhlas kok bantuin Ibu, jadi Ibu tidak perlu membalas apa pun untuk bantuan saya.”
Ririn menggeleng. “Hana, saya ini orangnya tahu diri. Kalau ada yang sudah membantu saya harus membalas kebaikan orang itu. Kamu sudah menyelamatkan nyawa saya. Balasan yang paling pantas buat kamu ya menikah dengan anak saya.”
“Tapi, saya cuma karyawan biasa. Mas Akbar direktur rumah sakit. Perbedaan saya dengan Mas Akbar itu seperti bumi dan langit, Bu. Saya tidak pantas menjadi menantu Ibu.” Hana menunduk.
Ririn meraih tangan Hana. Perempuan itu semakin menyukai Hana yang tidak silau dengan jabatan Akbar dan harta keluarga Ririn. “Hana, dengan berkata seperti itu, kamu malah pantas buat jadi istri Akbar, jadi menantu Ibu. Ibu suka dengan kesederhanaan kamu. Zaman sekarang ini cari perempuan kayak kamu.” Ririn sangat berharap pada Hana.
Hana menghela napas. Sepertinya rencana penolakannya tidak disetujui oleh Ririn. Dia takut Akbar akan marah padanya. “Ibu, tolong saya. Saya tidak mau menikah dengan Mas Akbar.” Hana menatap Ririn penuh harap.
“Kalau alasan kamu hanya karena kamu merasa biasa saja, saya bisa membuat kamu supaya jadi perempuan luar biasa yang pantas menikah dengan anak saya. Sekarang kamu minum dulu ya. Biar saya yang memikirkan soal pernikahan kalian.”
Hana bimbang, apa dia masih bisa menolak permintaan Ririn sesuai janjinya dengan Akbar tadi.
Di saat Ririn sedang menikmati hidangan di hadapannya. Hana mendengar suara seorang pria yang dia kenal sedang bicara dengan seorang perempuan. Hana menajamkan pendengarannya agar bisa menguping obrolan pasangan itu.
“Mas Farhan, jadi kan mau nikah sama aku? Papa sudah tanya kapan Mas Farhan mau datang ke rumah untuk melamar?” suara perempuan yang Hana dengar.
Hana terdiam. Dia penasaran dengan sosok Farhan yang disebut oleh perempuan itu. Hana tidak mungkin menoleh, dia pun mengeluarkan ponselnya lalu mengarahkan layar ponselnya agar bisa memantulkan wajah siapa yang sedang berbicara itu.
Ketika melihat sosok pria yang terpantul di layar ponsel itu, Hana menutup mulutnya yang terbuka. Dia masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Hana terus memperhatikan layar agar lebih yakin dengan apa yang dia lihat. Saat itu, perasaan Hana semakin hancur saat dia mengetahui fakta jika Farhan memutuskan hubungan dengannya bukan karena pendidikan. “Jadi, mas Farhan selingkuh?” ucap Hana dalam hati.