3

938 Words
"Tidak! Aku tidak mau kerja hari ini!" Seru Wisma di telfon. Ia menutup telfonnya kasar. Ia kesal bukan main. Setelah kejadian kemarin kini ia disuruh melakukan adegan itu lagi, ia tak sudi, ia memang orang yang menyukai sex tapi ia juga pilih-pilih dengan pasangannya. "Ini tasnya" kata Abirah memeberikan tas kerja milik Wisma. "Siapa yang menyuruhmu menyiapkan tas?" Tanya Wisma marah. Beginilah dirinya, ketika sedang marah selalu saja di amuknya orang-orang didekatknya. "Ma-maaf tuan, tadi saya pikir tuan ingin berangkat ker-" "Sini kau, ikut aku!" Potong Wisma menyeret lengan Abirah kasar. "Sakit tuan.." rintih Abirah karena tuannya terlalu kuat mencengkaram lengannya. "Berdiri di sana!" Perintah Wisma mendorong Abirah kedalam kamar mandi. Lalu wisma membuka seluruh pakaian yang di pakai Abirah. Ia melepas ikat pinggang yang di kenakannya lalu menunjukan pada wanita yang tengah ketakutan itu. "Nikmatilah wanita sialan!" Ucap Wisma dengan penuh penekanan. Ia tersenyum licik disana, lalu mulai mencambuk tubuh Abirah dengan ikat pinggangnya. Abirah menahan suara jeritannya. Ini bukan yang pertama Wisma menyiksanya seperti ini, dan ia tau apa yang akan terjadi jika dirinya berteriak. Tapi sungguh, ini sakit. Perih. Tubuhnya bahkan masih sakit akibat aktivitas sex semalam tapi pagi ini tuannya menyiksanya kembali. Ia hanya bisa menangis dalam diam membekap mulutnya agar tak berteriak. "Enak? Sakit? Hmm..., rasakan!" Ujar Wisma dengan kejam. Ia menghidupkan shower hingga air shower itu mengguyur tubuh Abirah yang penuh dengan luka cambuk. Wisma keluar dengan senyum sumringah. Ia puas pagi ini, sangat puas karena telah menyiksa wanita yang telah membuat cintanya hancur. Didalam kamar mandi, Abirah menagis terisak. Ia merasakan tubuhnya yang teramat perih karena cambukan dari tuannya. Ia tahu kalau ini bukan untuk yang pertama dirinya diperlakukan seperti ini tapi kenapa tuannya itu tak ada sedikit hati baik dengan dirinya yang sudah begitu rapuh. Lagi dan lagi Abirah hanya bisa menangis. ¤¤¤¤ "Arthur, Antar aku ke makam" suruh Wisma dengan pakaian rapih. Artur mengangguk cepat dan menyiapkan mobil lalu bergegas menuju makam. Laila Anjani, Makam dengan nama Laila Anjani itu tengah di elus sayang oleh Wisma si pria kejam. Wisma mengusap gundukan tanah dengan bunga yang baru ia taburi. "Apa kabar sayang? Ku harap kamu baik-baik saja" sapa Wisma. "Sayang, kau tau, aku sudah membalaskan dendammu, pria tua itu sudah terbaring koma dirumah sakit dan anaknya menjadi budakku, apa kau senang? Pasti kau senang" seperti orang gila Wisma bicara pada tanah yang dipenuhi bunga. Laila Anjani, adalah sosok wanita cantik dan baik, ia adalah kekasih Wisma dulunya, namun sayang nyawa wanita itu terpaksa hilang meninggalkannya. Dan itu semua di sebabkan oleh ayah Abirah yang telah menabrak kekasihnya ini. "Sayang...aku mencintai Laily, saudara kembarmu, ku rasa aku akan menikahinya tahun depan, kami sama-sama mencintai, dan itu berkatmu yang selalu mendukung kami, terima kasih sayang, kau akan terus ada di hatiku" Wisma mengecup papan nama yang tertancap di atas tanah. Laily Anjani adalah saudara kembar Laila, setelah Laila meninggal Laily lah yang mengisi kekosongan hati Wisma, dan kini mereka saling mencintai. ¤¤¤¤ Tubuh Abirah malam ini menggigil hebat. Suhu tubuhnya bahkan sangat panas, ia sulit untuk beranjak dari kamarnya, sepertinya ia demam tinggi. "ABIRAH!" Teriakan itu membuat Abirah terpasa beranjak meski tubunya akan ambruk sebentar lagi. "Ada apa tuan?" Tanya Abirah lemas. "Kau tidak lihat?" Ketus Wisma dengan nada tinggi. Tapi Abirah memang sama sekali tidak mengerti dengan ucapan sang tuan. "Lihat, Lantai kamarku kotor! Cepat bersihkan!" Seru Wisma. Dengan tubuh lemasnya Abirah pergi mengambil alat pel dan mengepel lantai keramik itu. Tubuhnya semakin menggigil kala tangannya menyentuh air di ember bekas mengepel. Suhu tubuhnyapun bukannya menurun malah semakin tinggi. "Sudah tuan" ucap Abirah setelah mencuci tangannya. "Hmm" gumam Wisma sembari memainkan ponselnya. "Tuan, jika boleh saya ingin meminta uang untuk membeli obat di apotek" ujar Abirah dengan sedikit takut. Wisma mendongak. Ia menatap wanita yang masih berdiri dekat ranjangnya. Pucat? Yah memang pucat wajah wanita itu. "Kau mau uang? Dan kau minta uang pada ku? Hahah..lucu sekali, pergi sebelum aku menyiksamu seperti pagi tadi" ucap Wisma. Abirah kembali menitihkan air mata. Ia hanya meminta sedikit uang untuk membeli obat tapi tuan kejam itu bahkan tak memberinya. Semalaman Abirah terus saja terisak. Ia merasakan sakit di tubuhnya. Ia menggigil sejadinya, sungguh ia butuh obat sekarang. Tok...tok.. Suara ketukan pintu itu membuat Abirah terbangun. "Arthur" ucap Abirah kaget karena melihat seseorang didepan pintu kamarnya. "Cepat ambil" kata Arthur sembari memberikan plastik putih berisi obat serta nasi bungkus. "Tapi.." Abirah takut jika Wisma tau ini semua maka ia akan di siksa lagi, bukan hanya itu ia juga takut ini akan membahayakan Artur dalam posisi kerjanya disini. "Arthur tau non butuh ini" kata Arthur dengan mata memohon agar Abirah menerimanya. Denga ragu Abirah menerima pemberian Arthur. "Terima kasih Artur" ucap Abirah. Artur melangkah pergi. Ia legah karena Abirah mau menerima obatnya. Ia segera pergi meninggalkan gudang yang sekarang menjadi kamar Abirah. Krek.. Arthur menutup pintu belakang sehabis dari gudang. "Arthur" Dada Arthur bergemuruh. Wisma tiba-tiba sudah ada di dapur dengan segelas air putih di tangannya. "Pa-pak Wisma" ucap Arthur gugup. "Kau dari mana?" Tanya Wisma menyeledik. "Gudang pak" jawab Arthur menggaruk telengkuknya agar mengurangi rasa gugup. "Gudang?" Mata Wisma menyipit. "Iya pak, tadi bik tami suruh Arthur taruh gelas lama untuk di masukan gudang" jelas Artur. Wisma memandang Arthur menyeledik sejenak lalu mengangguk percaya setelahnya. Dan pergi ke kamar. Arthur bernafas legah disana. Hampir saja dirinya tertangkap. "Oh Tuhan..terima kasih" ucap Arthur dalam hati. Tuhan masih menyelamatkan nyawanya kali ini, ia harus lebih berhati hati lagi setelah ini, ia tak ingin wisma tau tentang ini. "ah, ya antar aku kesuatu tempat"perinta Wisma, dan dengan segera Arthur langsung beranjak dari sana, ia mengambil kunci mobil diatas nakas lalu mulai
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD