Bab 3. Gagal Total

1305 Words
Atas permintaan Audri untuk selalu berada di dekat Aslan, pria itu membiarkan Audri untuk magang di kantornya. Ia menempatkan Audri di ruangan yang berada tepat di depan ruangannya, supaya ia bisa memantau pergerakan wantia itu dari jendela transparan yang menjadi pembatas antara dua ruangan. Dan ini adalah hari pertama Audri magang di perusahaan Aslan. Dan seperti halnya mahasiswa magang, Audri kerap mendapatkan job desc yang tidak sesuai dengan bagiannya. Seperti siang ini, ia diminta oleh salah satu seniornya membeli kopi di kafe depan kantor. Ia tak menolak karena ia juga ingin melihat-lihat area di sekitar kantor Aslan. Audri sedang mengantre ketika seseorang tiba-tiba menarik lengannya. “Apa sih?!” seru Audri kesal. “Audri?” Audri segera mendongak dan mendapati seorang wanita berambut panjang menatapnya dengan mata membelalak. “Kak Rora? Kok Kakak bisa ada di sini?” tanya Audri heran. Bukannya menjawab, wanita itu justru balas bertanya. “Kamu masih hidup?” Kening Audri langsung terlipat. “Apa maksud Kakak tanya kayak gitu?” “Eh, jangan tersinggung dong.” Aurora tertawa pelan. “Maksudku, kamu aman-aman aja sama Aslan? Nggak diapa-apain? Dia kan… suka mukul orang?” “Buktinya aku masih sehat wal afiat sekarang.” Audri membalas ketus. Tawa renyah Aurora mengudara. “Iya juga sih. Kok bisa? Bukannya siapa aja yang berurusan sama dia pasti kena tonjok?” “Rahasia,” balas Audri acuh tak acuh. “Jawab yang bener, Audri. Kok bisa kamu masih hidup? Aku sama papa udah ngira kamu babak belur loh. Tapi ajaib banget kamu masih hidup sampe sekarang.” Aurora tetap menahan lengan Audri, memaksanya bicara padahal antrean di depan Audri sudah kosong. Audri ingin menghempaskan tangan Aurora, namun belum sempat ia melakukannya, sebuah geraman nyaring yang memanggil namanya sudah lebih dulu memenuhi langit-langit kafe itu. “Audri! Sedang apa kamu di sini?” Itu Aslan. Pria itu melangkah lebar memasuki kafe, tatapannya lurus ke arah Audri, tubuhnya yang tinggi besar segera menjadi pusat perhatian para pengunjung kafe. Ia berdiri menjulang di depan sang istri, mengabaikan Aurora yang masih mencengkram lengan Audri. “Ayo balik ke kantor,” ucapnya tegas. “Tapi aku belum juga pesen kopi, Om.” Sebelah alis Aslan terangkat. “Kamu pikir aku membiarkan istriku magang di kantorku buat jadi office girl? Siapa yang menyuruhmu, hah?!” Mampus! Audri mengutuk dalam hati. Namun ia buru-buru memasang senyum terbaik. “Eh, nggak ada sih. Tadi aku menawarkan diri beliin kopi soalnya pada nggak bisa keluar kantor kan? Mereka lembur buat tender proyek yang revitalisasi taman itu loh, Om.” Aslan mendengus, meraih lengan Audri kasar dan membuatnya terlepas dari cengkraman tangan Aurora. “Om, aku belum pesen kopi. Seenggaknya biarin aku pesen dulu!” Audri memukul pelan tangan Aslan yang mencengkramnya. Aurora ternganga seketika. Ia menutup mata rapat-rapat. Jika melihat dari cara Audri memukul tangan Aslan barusan, sudah pasti gadis itu tidak akan selamat dari tinju Aslan. Namun yang terjadi berikutnya, justru membuat Aurora semakin ternganga. “Sana cepet! Aku tunggu di sini,” ucap Aslan sambil melepas cengkraman tangannya di lengan Audri dan berdiri mematung di tempat dengan tangan menyilang di depan d**a. “Hai,” sapa Aurora hati-hati setelah Audri berjalan ke arah kasir kafe dan memesan kopi. Aslan menunduk, menatap Aurora sekilas. “Aku tidak tahu ada kamu di sana,” balasnya asal. Aurora tertawa canggung, sekilas memperbaiki penampilannya. Ia tak tahu bahwa Aslan akan terlihat setampan ini dari dekat. Ia berdehem pelan, mencari topik untuk memperpanjang obrolan dengan mantan calon suaminya itu. “Maaf soal perubahan yang begitu mendadak soal rencana pernikahan kita,” lirihnya dengan nada yang dibuat semanis mungkin. “Itu karena–” “Tidak masalah,” sahut Aslan cepat. Tatapannya sama sekali tidak lepas dari sosok istri kecilnya. Sebuah seringai tipis menghiasi wajahnya saat ia melanjutkan kalimatnya. “Keputusan bagus karena sudah menjadikan Audri sebagai penggantimu.” Aurora terbelalak. Wajahnya merengut tak suka. “Apa?” Aslan tak menjawab karena kini Audri telah berjalan ke arahnya dengan senyum terkembang. Pria itu segera meraih tangan sang istri, menggenggamnya erat, dan membawanya keluar dari kafe. Meninggalkan Aurora yang hampir meledak karena marah dan malu. *** “Papa bilang Audri nggak akan bertahan lama jadi istri Aslan, tapi buktinya enggak tuh! Aku tadi ketemu Audri masih hidup.” Aurora menghempaskan tubuhnya di sofa ruang kerja papanya, wajahnya cemberut dengan kedua tangan bersedekap di depan d**a. “Apa maksud kamu, Rora?” Panca Prabu Mahardika, pria yang dipanggil ‘papa’ itu langsung menatap putrinya dengan kerutan di dahinya. “Papa bilang kalau Audri nikah sama Aslan dia akan menghilang dalam semalam kan? Tanpa perlu kita ikut campur tangan dan menghilangkan jejaknya. Papa bohong! Buktinya Audri masih hidup, tadi aku ketemu di kafe depan kantornya Aslan.” Aurora menggerutu, menatap papanya tajam. Panca langsung berdiri dan menghampiri putrinya. Ia duduk di sebelah Aurora dengan tatapan bingung dan tak percaya. “Kamu serius? Kamu yakin yang kamu lihat itu Audri?” “Iya dong, Pa. Masa hantu? Aku juga sempat ngobrol sama dia, bahkan aku ketemu Aslan lagi jemput dia ke kafe.” “Apa kamu bilang? Aslan jemput dia ke kafe? Jemput gimana maksud kamu?” Panca semakin tak mempercayai cerita putrinya. Itu terlalu tidak masuk akal untuk ukuran seorang Aslan yang bisa memukul hingga pingsan orang yang baru pertama ditemuinya. “Iya, jemput biasa, Pa. Ngajak Audri balik ke kantor. Kayaknya Audri juga kerja atau magang di kantornya Aslan. Dia kan juga mahasiswi arsitek.” “Tapi….” Panca kehabisan kata-kata. Ini jelas di luar rencananya. Sebenarnya, bukan Aurora saja yang tidak mau menikah dengan Aslan, tapi juga dirinya tidak mau mempunyai menantu seperti pria arogan dan tempramen itu. Karena itu ia menumbalkan Audri untuk menjadi samsak hidup bagi Aslan. Ia berharap, dalam sekejap Audri akan menghilang dari peredaran karena tewas di tangan Aslan. Namun ternyata ia keliru, gadis mungil itu masih hidup setelah beberapa hari menikah dengan Aslan. Itu ajaib! “Bagaimana anak itu bisa selamat dari binatang buas seperti Aslan?” Panca menggumam. “Nggak tahu! Makanya aku juga tanya Papa.” Aurora mendengus kesal. Ia masih terbawa rasa malu dan marah akibat Aslan yang mengabaikannya tadi. “Atau jangan-jangan rumor itu bohong, Pa?” Panca menggeleng. “Sudah banyak buktinya, Rora. Aslan bahkan pernah dipenjara karena ulahnya. Tapi tentu saja tidak ada yang tahu dan dia bebas dalam semalam.” “Seriusan sampe dipenjara, Pa?” Aurora membelalak. Ia tak bisa membayangkan betapa beringas dan kejamnya pria itu sebenarnya. Panca mengangguk. “Tapi kenapa Audri bisa selamat?” “Itu yang Papa nggak tahu.” Panca menghela nafas. “Kalau begini, Papa harus memikirkan cara lain untuk melenyapkan anak kecil itu.” Aurora melirik papanya yang bersandar di sofa. Ia mengangguk setuju. Kedatangan Audri beberapa tahun lalu sudah cukup untuk menjadi ancaman bagi mereka. Apalagi sekarang, setelah Audri makin dewasa dan terlihat memiliki insting yang semakin tajam. Tak menutup kemungkinan jika kelak ia bisa dengan mudah mengambil alih perusahaan kontraktor yang sudah dikelola oleh keluarga Mahardika sejak lama. Karena alasan ini pula, Panca memilih untuk merahasiakan status Audri dan menyembunyikannya dari publik. Dan alasan lainnya adalah, supaya lebih mudah baginya untuk melenyapkan Audri karena tak ada yang mengenal anak itu sebagai bagian dari keluarga Mahardika. “Apa rencana Papa?” tanya Aurora setelah hening beberapa saat. Sebuah helaan nafas berat kembali lepas dari bibir Panca. “Papa lihat situasi dulu. Karena Papa sudah menarik semua mata-mata yang biasa mengawasi Audri, Papa kira dia benar-benar sudah tewas di tangan Aslan.” “Memangnya mata-mata Papa bisa mendekati rumah Aslan?” Aurora bertanya penasaran. Panca menggeleng. “Nggak bisa. Tapi kita bisa coba mendekatinya saat Audri di luar rumah. Kamu bilang, dia magang di kantor Aslan kan?” Aurora mengangguk pelan. Membuat Panca menyeringai tipis. Sebuah ide telah berkeliaran di kepalanya. Ia harus cepat melenyapkan gadis bertubuh mungil itu sebelum Audri menemukan fakta yang selama ini ia tutupi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD