PROLOG

174 Words
Tangerang, kediaman Ardi dan Risya.   Rahman sedang membereskan bajunya ketika Marni masuk ke kamarnya dan membawakan makanan. "Kamu sudah siap?," tanya Marni. "Insya Allah sudah Bu...," jawab Rahman. "Di pesantren nanti kamu nggak akan lupa tengokin Ibu kan?," Marni ingin memastikan. Rahman tersenyum lalu berbalik menatap Ibunya yang semakin menua. "Bu, jarak rumah Teteh sama pesantren kan dekat, Insya Allah aku akan sering-sering nengokin Ibu," jawab Rahman, memberi pengertian. Marni tersenyum. "Ibu cuma mau tahu jawabanmu saja Nak, kalau kamu cuma bisa telepon Ibu pun tidak masalah. Yang penting Ibu bisa dengar suaramu dan tahu kalau kamu sehat." Rahman sangat mengerti kekhawatiran itu. Hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan seorang anak ketika Ibunya menuntut untuk lebih sering diperhatikan. Di dalam hati kecil Orang tua, kita akan selalu menjadi anak-anak meskipun kita sudah dewasa. Mereka akan tetap memperlakukan kita selayaknya anak kecil yang selalu saja dikhawatirkan. "Ibu nggak perlu khawatir, pokoknya Rahman akan lakukan apapun yang membuat Ibu senang dan tidak khawatir lagi dengan keadaan Rahman. Insya Allah." Marni pun tersenyum lega. * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD