BAB 4

1206 Words
Ismail pulang kerja dengan hati jedag-jedug. Antara takut dan penasaran. Bu Sasha akan membawanya kemana ya? Ke jurang kah? Ke laut kah? Ih...serem semuanya. Ismail keluar kantor sembari celingak-celinguk. Takut ada yang melihatnya dan nanti malah curiga. Ismail berjalan mengendap-endap, dan terus melihat sekeliling. "Jalan seperti biasa bodoh, kalau seperti itu malah mencolok." Ismail kaget dan langsung menatap orang yang berbicara dengannya. "Bu Sasha." Mail melongo. Sasha menatapnya sejenak sebelum pergi. "Aku tunggu di depan." Sasha langsung pergi dengan cepat dan masuk ke dalam mobilnya. Ismail berjalan dengan cepat bahkan berlari agar tidak ada yang curiga dengannya. Sementara orang-orang yang melihatnya nampak bingung dan curiga kepada Ismail. Ah...entahlah... Ismail berjalan mengendap-endap kembali saat melihat mobil Sasha yang terparkir di pinggir jalan. Berkali-kali Ismail harus menoleh kanan dan kiri. Membuat Sasha di dalam mobil gemas dibuatnya. Andai ini bukan tempat umum. Sudah Sasha tarik telinganya dan ia paksa masuk ke dalam mobil. Ismail akhirnya sampai di depan pintu mobil Sasha. Dan dengan cepat Sasha membuka pintu dan meminta Ismail masuk. Ismail masuk ke dalam mobil di samping Sasha. Membuat Sasha melongo. "Kok duduk di sini?" Tanya Sasha. Ismail bingung sekarang. "Lalu dimana Bu?" Tanya Ismail. Sasha menoleh ke bangku belakang. Ismail pun akhirnya turun dan duduk di belakang. Sasha bimbang lagi. Kok berasa Sasha supir ya? "Ismail, balik lagi ke depan!" Bentak Sasha. Membuat Ismail pusing. Yang benar yang mana sih? Ismail jadi bingung. "Tapi tadi kata ibu...." "Udah jangan banyak omong, buruan balik ke depan. Memangnya saya supir kamu apa?" Ismail manyun dan keluar lagi dari mobil lalu balik duduk di depan. Ismail memangku tas ranselnya dengan kencang. Sasha melirik Ismail. "Ngapain kamu begitu?" Tanya Sasha. Ismail menatap Sasha dengan bingung. "Kenapa Bu?" Tanya Ismail balik. Membuat Sasha menghela nafas dan kembali fokus menyetir. Sasha memasuki sebuah komplek perumahan elit yang membuat Ismail melongo takjub. Setelah seminggu lalu ia takjub dengan kantornya sekarang takjub dengan perumahan di kota. Benar-benar edan. Sasha membunyikan klakson dan tak lama sebuah gerbang besar terbuka lalu Sasha memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumah mewah. Ismail semakin melongo di buatnya. Sasha berhenti dan keluar dari dalam mobil. Ismail bengong, karena Sasha keluar tanpa mengucap sepatah katapun. Ini Ismail  keluar juga atau tetap di dalam mobil ya? Akhirnya dari pada Ismail membuat masalah, Ismail memilih menunggu di dalam mobil sampai ada perintah dari Sasha. Lumayan lama Ismail menunggu sampai ia kehabisan nafas. Karena kondisi mobil yang mati dan AC tak menyala. Ismail megap-megap kehabisan nafas. Keringat sudah membasahi tubuhnya. "Bu Sasha!!! Tolong saya...!!! " Ismail berteriak di sela nafasnya yang sudah putus-putus. Pintu mobil tak bisa ia buka, Ismail terkunci !!! Sementara itu Sasha yang selesai mengganti pakaiannya nampak teringat sesuatu. Ismail!!! Sasha langsung lari ke luar rumah dan mendapati Ismail pingsan di dalam mobil. Sasha tepok jidat. Kenapa ia mendadak lupa dengan Ismail??? Sasha meminta satpam untuk mengangkat tubuh Ismail yang pingsan ke dalam rumah. Di taruhnua tubuh itu di sofa ruang tamu. Sasha meminta asisten rumah tangganya untuk mengurus Ismail. Sementara dirinya kembali ke kamar. Ismail tersadar dan tersedak ludahnya saat ingin mengucap sesuatu. Ismail terbatuk-batuk dan dengan cepat asisten rumah tangga itu memberikannya air minum. Hingga Ismail bisa bernafas lega. Sial amat nasibnya. "Kamu sudah sadar?" Tanya sang asisten rumah tangga yang masih muda dan manis. Ismail jadi kikuk sendiri di perhatikan seperti itu. Buru-buru Ismail bangun dan duduk di sofa. Melihat si mbak manis yang duduk di lantai Ismail jadi ikutan duduk di lantai. Membuat si mbak manis bingung. "Loh, kok duduk di lantai toh, mas?" Tanyanya. Ismail jadi bingung sendiri. "Lah, mbak juga duduk di lantai, ya masa saya tamu, duduk di sofa super empuk itu?" Jawab mail sembari tersenyum malu. Si mbak manis jadi ikut-ikutan senyum malu-malu. "Kamu, sudah sadar?" Sebuah pertanyaan yang terlontar dari seseorang yang berkuasa membuat si mbak manis dan Ismail kalang kabut. Buru-buru mereka bangun dan Ismail ikut menunduk karena melihat si mbak manis menunduk. Lalu tatapan Ismail bertemu dengan Sasha dan Ismail melongo. Karena melihat Sasha dengan pakaian casualnya. Membuat Sasha menjadi lebih berbeda dari di kantor. Lebih cantik dan lebih muda. Sasha duduk di sofa. Dengan tatapan berwibawa menatap ismail. "Susan, bisa tinggalkan kami berdua?" Ucap Sasha kepada si mbak manis yang bernama Susan. Jenenge apik, neng kota memang beda Karo di kampung. Gumam ismail. Sembari melirik Susan yang ikut melirik Ismail sembari tersenyum. Susan lalu pamit dan meninggalkan Ismail dengan Sasha. "Duduk." Ismail langsung duduk di lantai. Membuat Sasha mendengus kesal. "Di sofa Taufik Ismail. Siapa yang menyuruhmu duduk di bawah hah?" Ismail buru-buru bangun dan duduk di sofa yang empuk. Rasanya tidak pantas sekali Ismail duduk di tempat yang sama dengan Bu Sasha. "Kamu tau, kenapa kamu saya ajak ke rumah saya?" Tanya Sasha membuat Ismail menggeleng penasaran. Apa Ismail akan di ajak tinggal di sini ya? Untuk jadi pembantu tentunya. Haha. Ngarep apa kamu Il? "Nanti malam, orang tua saya kembali dari luar negri. Dan orang tua saya mengharuskan saya menjemput mereka dengan calon suami saya," jelas Sasha. Membuat Ismail bengong. Menjemput ke bandara dengan calon suaminya? Lalu gunanya Ismail apa ya? "Calon suami, ibu?" Tanya Ismail. Sasha mengangguk. "Lalu, gunanya saya apa ya, Bu?" Tanya Mail lagi. Sasha menghela nafas berat. "Kamu, calon suami saya." Uhuk uhuk uhuk... " Apa Bu?" Ismail terbatuk mendengar lontaran Sasha. Ismail calon suaminya? Ngayal aja Mail enggak berani. "Iya, kenapa? Kamu keberatan?" Tanya Sasha. Membuat Ismail semakin bengong. Ini beneran? Miyapah? "Tapi, saya ini dan itu Bu....aduh gimana ngejelasinnya ya?" "Tidak perlu di jelaskan, saya akan menyewa kamu menjadi calon suami saya. Kamu akan tetap menjadi diri kamu sendiri. Tidak perlu berpura-pura kaya. Orang tua saya tidak peduli masalah itu. Mereka hanya butuh calon suami laki-laki untuk saya. Tidak peduli tampan atau jelek. Kaya atau miskin. Kami sudah terlalu kaya untuk mencari calon yang kaya itu tidak di perlukan. Jadi kau bersedia kan?" Ismail berkali-kali menelan Salivanya. Kenapa Bu Sasha memilihnya? Bukan Asep atau lainnya. "Ke...kenapa ibu milih saya?" Tanya ismail bingung. "Karena wajahmu lebih baik ketimbang yang lain." "Tapi kata ibu, tidak peduli wajah tampan atau jelek?" "Memang kamu fikir kamu tampan? Pria di luar sana lebih tampan dari pada kamu. Kenapa saya memilih kamu, karena kamu dari kampung. Pria kota sudah terlalu terkontaminasi polusi. Dan aku benci. Paham atau tidak dengan penjelasan ku, kau harus mau menikah dengan ku. Kau dengar itu!" Ismail diam. Bingung harus jawab apa? Baru juga tinggal di kota seminggu. Kerja aja belum ngerasain gajian. Udah di lamar anak orang. Cantik plust kaya lagi. Buset dah... Harus bahagia apa seneng nih? Eh sedih maksudnya. "Bu." "Ya?" "Apa kalau sudah menikah, kita akan itu...?" "Itu apa?" "Itu Bu, anu Bu..." "Bicara yang jelas!" Bentak Sasha. "Naena, Bu!" UPS... Keceplosan. Sasha mengernyitkan dahinya. "Apa itu naena?" Astajim... Bu Sasha polos ternyata. Hahaha "Kata bang Asep, kalau sudah menikah pasti akan tidur satu kamar dan kita akan telanjang berdua dan kita akan...." "Cukup Ismail, hentikan ucapan mu itu." "Ke...kenapa Bu?" Bu Sasha tak menjawab, justru mendekat ke arah Ismail dan menarik dagu Ismail. Mengecup bibirnya dengan lembut. Membuat Ismail tersentak dan beristighfar berkali-kali. "Bu, stop!!! Saya masih perjaka Bu. Nanti aja kalau sudah sah!!" Teriak Ismail. Membuat Sasha tertawa geli. "Dasar payah !" Sasha langsung bangun dan meninggalkan Ismail sendiri di ruang tamu. Emak, Ismail mau kawin Mak!!!    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD