Bab 5

1705 Words
Sudah kesekian kali Ian mencoba menghubungi nomor ponsel Madeline, namun hasilnya tetap sama, nomor Madeline tidak aktif. Ian membanting ponselnya ke atas sofa dengan frustrasi. Wajahnya tegang, dan kemarahan bercampur ketidakpastian tampak jelas di matanya. Dia mengingat dengan jelas bagaimana Madeline melangkah keluar dari pesta dengan anggun, naik ke mobil mewah milik Daniel Reynard. Mobil itu sudah menunggu di sana, seolah-olah semuanya sudah direncanakan dengan sempurna. ‘Apa hubungan Madeline dengan Daniel Reynard?’ tanya Ian dalam hati. ‘Bagaimana mungkin gadis miskin yang hanya beruntung mendapatkan beasiswa bisa berhubungan dengan keluarga Reynard yang begitu berpengaruh?’ Madeline, wanita yang tiga tahun ini menjadi istrinya, setahunya hanyalah putri dari keluarga miskin yang berasal dari desa. Dia bisa lulus dari perguruan tinggi ternama dengan nilai mengagumkan, pasti karena dukungan beasiswa. Rasanya aneh wanita itu bisa berhubungan dengan keluarga Reynard adalah salah satu keluarga terkuat dan terkaya di Ibukota. Ian tahu betul tentang kekuatan dan pengaruh keluarga itu. Orlando Reynard, ayah Daniel, membangun kerajaan bisnis yang sekarang menjadi salah satu yang terbesar di negara ini. Mereka menempati puncak peringkat orang terkaya di sini, dan kekuasaan mereka meluas ke berbagai sektor. Ian memijat pelipisnya, mencoba memahami semua ini. "Bagaimana mungkin Madeline bisa terhubung dengan mereka? Apakah dia menyembunyikan sesuatu selama ini? Atau apakah ini semua hanya kebetulan yang luar biasa?" Pikiran Ian kembali ke saat pertama kali dia bertemu Madeline. Dia adalah staf baru di kantornya, cantik dan pintar, berhasil membuat beberapa kontrak besar. Ian mengingat betapa tekunnya Madeline bekerja, selalu berusaha keras untuk membuktikan dirinya. Tapi kini, dia merasa ada lebih banyak hal tentang Madeline yang belum dia ketahui. "Mengapa aku tidak melihat ini sejak awal?" gumam Ian, merasa marah pada dirinya sendiri. "Aku terlalu meremehkannya. Aku menganggapnya hanya sebagai istri pengganti yang tidak penting. Tapi ternyata dia memiliki koneksi yang jauh lebih besar daripada yang pernah aku bayangkan." Ian berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tamu, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, setiap kali dia berpikir tentang Madeline dan Daniel Reynard, kemarahannya semakin membara. Dia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Madeline, tetapi juga oleh dirinya sendiri karena tidak menyadari kebenaran lebih awal. Ian menatap keluar jendela, melihat bayangan kota yang tenang di malam hari. ‘Madeline, apa sebenarnya yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu capai dengan semua ini?’ tanya Ian dalam hati. Dia teringat dengan jelas perjalanan pulang dari pesta tadi malam. Ibu dan kedua adik perempuannya tidak henti-hentinya membicarakan kejadian itu. Mereka semua curiga bahwa Madeline telah berselingkuh dengan Daniel Reynard. "Aku sudah mengatakan dari awal, Madeline itu mencurigakan," ucap ibunya dengan nada tajam saat mereka berada di dalam mobil. "Dia mungkin sudah berhubungan dengan Daniel Reynard sejak lama. Pikirkan saja, bagaimana mungkin gadis miskin seperti dia bisa tiba-tiba punya koneksi seperti itu?" "Kamu tahu, Ian," tambah salah satu adiknya, "aku tidak pernah suka Madeline. Dia selalu tampak terlalu ambisius. Mungkin ini semua rencananya sejak awal." Adiknya yang lain menimpali, "Ya, mungkin dia sudah merencanakan ini sejak lama. Menggunakan kamu untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, dan sekarang dia menemukan seseorang yang lebih kuat dan kaya." Ian mendengarkan semua itu dengan diam, tetapi sekarang, saat dia memikirkannya kembali, kecurigaan mereka mulai terdengar masuk akal. "Dia sudah memperdayaiku," gumam Ian marah, tinjunya mengepal. "Wanita licik itu. Dia menggunakan aku untuk mendekati Daniel Reynard." Namun, di tengah pembicaraan mereka tadi, Carla Ellis berusaha menenangkan Ian. "Ian, kita tidak tahu pasti apa yang terjadi," ucap Carla dengan suara lembut. "Mungkin saja Madeline punya alasan sendiri. Kita tidak bisa langsung menyimpulkan hal buruk tentangnya." Ian terkejut mendengar Carla berbicara seperti itu. Setelah video yang diperlihatkan oleh Madeline, gambaran Carla yang sempurna, yang sangat dia kagumi dan percaya mulai memudar di matanya, digantikan oleh keraguan dan kekecewaan. "Carla, kamu tidak mengerti," kata Ian dengan suara penuh kemarahan. "Madeline sudah menghancurkan semuanya. Dia memperdaya kita semua."Carla mencoba tersenyum, meski tampak terpaksa. "Ian, mungkin kita perlu bicara dengan Madeline dulu sebelum membuat kesimpulan. Dia mungkin punya penjelasan." "Penjelasan?" Ian tertawa sinis. "Penjelasan apa? Dia naik ke mobil mewah Daniel Reynard. Mobil itu sudah ada di sana untuk menjemputnya. Jelas bagaimana hubungan Madeline dengan Daniel Reynard.” Kata Ian, tidak percaya Madeline bisa memperlakukannya seperti itu. Keluarga Reynard adalah salah satu keluarga terkuat dan terkaya di ibukota. Putra kedua keluarga itu, Orlando Reynard, yang merupakan ayah Daniel, membangun kerajaan bisnisnya sendiri dan sekarang mereka menetap di kota ini. Mereka menempati posisi puncak dalam peringkat orang terkaya di sini. “Madeline pasti sudah memperdayaiku." Ucap Ian lagi. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan dan kekecewaan yang campur aduk. Carla menghela napas. "Ian, aku hanya mencoba melihat sisi positifnya. Mungkin ada sesuatu yang kita tidak tahu." Ian menggelengkan kepala, merasakan kemarahan yang membakar di dalam dadanya. “Madeline akan membayar atas apa yang sudah dia lakukan padaku.." *** Carla duduk di ruang keluarga rumah keluarga Bastian, ditemani oleh Vonny, ibu Ian, serta kedua adik perempuan Ian, Rina dan Moren. Mereka semua tampak gelisah dan marah atas kejadian malam sebelumnya. Carla tahu ini adalah kesempatan sempurna untuk melancarkan triknya dan menarik simpati mereka. "Kalian pasti merasa sangat terkejut dengan apa yang terjadi tadi malam," ujar Carla dengan suara lembut, mencoba memancing perhatian mereka. Vonny menghela napas panjang. "Kami tidak pernah menyukai Madeline. Dia bukanlah pilihan yang tepat untuk Ian." Rina dan Moren mengangguk setuju. "Kami selalu merasa ada yang aneh dengan Madeline," tambah Rina. "Dia tidak pernah benar-benar cocok dengan keluarga ini." Carla tersenyum tipis, mengetahui bahwa dia telah berhasil menanamkan benih keraguan di hati mereka. "Aku juga terkejut melihat Madeline bersama Daniel Reynard. Itu sangat tidak terduga." Moren menyipitkan mata, tampak marah. "Apa yang sebenarnya terjadi antara mereka? Bagaimana mungkin seorang gadis miskin seperti Madeline bisa mengenal seseorang seperti Daniel Reynard?" Carla berpura-pura berpikir sejenak sebelum menjawab. "Mungkin Madeline memiliki rahasia yang tidak pernah kita ketahui. Mungkin dia sudah merencanakan semuanya sejak awal." Vonny menggelengkan kepala, merasa semakin yakin bahwa Madeline adalah wanita yang tidak bisa dipercaya. "Aku tidak akan pernah bisa memaafkan Madeline. Ian seharusnya menikah dengan perempuan yang setara dengannya, seseorang dari keluarga kaya dan terhormat." Carla merasa puas melihat reaksi mereka. "Kalian benar. Ian pantas mendapatkan yang terbaik. Seseorang yang bisa mendukungnya dan keluarganya tanpa ada niat tersembunyi." Rina mengepalkan tangan, merasa semakin marah terhadap Madeline. "Aku benci memikirkan bahwa kita semua telah dibodohi oleh Madeline. Dia tidak layak menjadi bagian dari keluarga ini." Moren menambahkan, "Kita harus memastikan Ian tidak terpengaruh oleh Madeline lagi. Dia harus tahu bahwa kita semua mendukungnya." Carla mengangguk setuju. "Aku hanya ingin membant." Vonny menatap Carla dengan penuh simpati. "Carla, kamu selalu menjadi wanita yang baik dan tulus. Aku tahu kamu hanya ingin yang terbaik untuk Ian." Carla tersenyum hangat, merasa puas dengan hasil pembicaraan itu. "Terima kasih, Tante Vonny." Dengan begitu, karakter Madeline telah sepenuhnya hancur di mata keluarga Bastian. Vonny, Rina, dan Moren semakin membenci Madeline dan yakin bahwa Ian harus segera melepaskan diri dari wanita yang mereka anggap tidak pantas itu. Carla merasa bahwa dia telah berhasil melancarkan triknya dan mendapatkan simpati yang dia butuhkan dari keluarga Bastian. "Ian, kita sudah membicarakan ini. Kamu harus menikah dengan Carla," ujar Vonny dengan suara tegas. Ian mengerutkan kening, tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Ibu, setelah semua yang terjadi? Setelah wajah asli Carla terbongkar?" Vonny menegakkan tubuhnya, tak bergeming. "Aku yakin Carla adalah yang terbaik untukmu. Madeline sudah membuktikan dirinya tidak layak menjadi bagian dari keluarga ini." Rina dan Moren mengangguk setuju, mendukung pernyataan ibu mereka. "Kami setuju dengan Ibu, Ian," kata Rina. "Carla sudah menunjukkan betapa dia peduli padamu dan keluarga ini." Ian menghela napas panjang, merasa terpojok. "Aku tidak bisa percaya kalian semua masih mendukung Carla setelah apa yang terjadi." Tiba-tiba, Carla berdiri dan melangkah mendekati Vonny. Air mata mengalir di pipinya. "Tante Vonny, aku ingin meminta maaf. Aku merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi harapan kalian untuk menjadi istri Ian. Aku tidak layak." Vonny menatap Carla dengan penuh simpati, lalu memeluknya. "Tidak, Carla. Kamu wanita yang baik. Semua ini bukan salahmu. Kamu hanya berusaha membantu kami." Carla tersedu-sedu di pelukan Vonny, sementara Rina dan Moren mendekat untuk memberikan dukungan. "Kamu sudah melakukan yang terbaik, Carla," ujar Moren. "Kita semua tahu itu." Ian merasa semakin bingung dan marah melihat sandiwara ini. "Ibu, kalian semua buta? Carla hanya berpura-pura!" Vonny menatap Ian dengan tajam. "Ian, cukup! Carla sudah cukup menderita. Kita tidak akan membiarkannya pergi begitu saja." Carla menghapus air matanya dan menatap Ian dengan tatapan penuh penyesalan. "Ian, aku benar-benar mencintaimu. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Jika kamu tidak bisa menerima cintaku, aku akan pergi." Ian merasakan dorongan kuat untuk menjawab dengan marah, namun dia menahan diri. "Carla, aku tidak bisa menikah dengan seseorang yang tidak aku percayai." Vonny menghela napas panjang. "Ian, kamu harus memikirkan masa depanmu dan keluarga ini. Carla adalah pilihan terbaik." Carla meraih tangan Vonny, berusaha terlihat tulus. "Tante, mungkin Ian benar. Mungkin aku tidak pantas untuknya. Aku tidak ingin menjadi beban." Rina dan Moren langsung memprotes. "Tidak, Carla. Kamu tidak boleh pergi," kata Rina. "Kami semua ingin kamu tetap di sini." Ian menatap Carla dengan tatapan penuh kebencian. "Ini semua permainan bagimu, bukan? Aku tidak akan membiarkan diriku terjebak dalam rencana licikmu." Vonny berdiri dan menatap Ian dengan tegas. "Ian, pikirkan baik-baik. Carla adalah wanita yang tepat untukmu. Kami semua tahu itu." Carla tersenyum tipis di balik air matanya, merasa puas dengan perkembangan situasi. "Ian, aku akan pergi jika itu yang kamu inginkan. Tapi, aku hanya ingin kamu tahu bahwa cintaku padamu tulus. "Ian, tolong dengarkan aku," ujar Carla dengan suara yang lirih namun penuh emosi. Ian mengerutkan kening, masih merasakan kemarahan yang membara. "Apa lagi, Carla?" Carla mengambil napas dalam-dalam, menatap Ian dengan mata yang memohon. "Ian, semua yang aku lakukan dalam video itu... aku melakukannya karena aku sangat mencintaimu. Aku tidak ingin Madeline menghalangi keinginanku untuk bersatu denganmu." Ian mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosinya. "Carla, kamu tidak bisa membenarkan perbuatanmu hanya karena alasan cinta." Carla menggelengkan kepala, air matanya mengalir lagi. "Aku tahu, Ian. Tapi kamu harus mengerti, aku sangat takut kehilanganmu. Ketika aku tahu tentang Madeline, aku merasa putus asa. Aku hanya ingin kamu kembali padaku." Ian terdiam, merasakan sedikit keraguan. "Dan soal kakimu? Kamu berpura-pura cedera?" Carla menundukkan kepalanya, suaranya semakin rendah. "Aku ingin memberi kejutan padamu. Aku ingin menunjukkan betapa aku bisa bangkit kembali demi cinta kita. Aku hanya ingin membuatmu bahagia." Mata Carla penuh air mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD