bc

45 Days With Benefit

book_age16+
42
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
independent
tragedy
bxg
city
office/work place
rejected
lonely
friends with benefits
victim
like
intro-logo
Blurb

"Ini kontraknya."

"Gue gak mau."

Jimin menarik napasnya perlahan dan membuangnya perlahan. Ia kehabisan akal untuk membuat wanita di depannya mengikuti rencananya.

"Hanya 45 hari."

Di sisi lain wanita di depannya sedang di ambang kebingungan, kapan lagi Ia bisa mendapatkan bantuan tanpa harus mencari di aplikasi dating.

Namun tubuhnya berkata lain, kedua tangan wanita di depannya malah merobek selembar kertas itu hingga berkeping-keping.

.

.

.

"Gue harus mendapatkannya."

chap-preview
Free preview
1
Suara elektrokardiograf belum terdengar sudah beberapa detik perawat menekan dada pria itu. "Minggir!" "Satu dua...." Alat pemacu jantung diarahkan ke dada pria muda itu. "Belum ada dokter." Dua lempengan itu diarahkan kembali ke dada sang pria muda. "Satu dua..." Nit.. nit.. nitt.. *** Ting. Pintu elevator terbuka, seorang wanita berumur hampir tujuh puluh tahun bersama seorang asisten laki-laki nampak dari dalam elevator. Baru saja Edelia ingin melangkah kan kakinya namun secara cepat Ia hentikan. "Iyaaa sebentar, ini gue ada di lobi lagi masuk ke lift." "Cepet mbak Lia, tuan sudah mulai emosi." Sang wanita berumur itu tersenyum kepada Edelia dan Edelia segera membalasnya walaupun Ia tidak mengenalnya. Awan bergerak dan matahari mulai terlihat, pemandangan kota dengan deretan gedung-gedung pencakar langit dengan matahari yang sedang naik perlahan. "Huftt ini baru jam tujuh pagi seharusnya saya masuk pukul delapan." "Perginya lusa tapi kerusuhannya sekarang, ada-ada saja punya bos seperti ini." Edelia menghadapkan tubuhnya ke sebelah kanan dan menatap cermin, Ia tersenyum sambil mengecek penampilannya. "Hari baru, tantangan baru ! Edelia, ayo semangat !" Setelah pintu elevator terbuka di lantai dua puluh Edelia langsung melangkah cepat dengan kaki yang beralaskan sepatu. Iya sepatu, tepatnya flatshoes dengan hak seminim mungkin. Edelia sadar harus berlari kesana kemari maka Ia akan mengenakan flatshoes, namun dengan model yang cukup elegan agar tidak mempermalukan dirinya. "Saya datangg." Nampak Lovina Dwi di depannya sedang menarik napas dan membuangnya. "Hmmmm.." "Apa hm ? Jam masuk kita memang jam 8 kok." "Ini mbak, mbak aja yang antar ya." Edelia langsung meletakan tasnya dan mengambil setumpuk laporan serta beberapa kotak yang entah isinya apa. "Permisi." "Masuk." Edelia melangkahkan kaki nya ke dalam, nampak Eric, CEO perusahaan Edelia bekerja sudah menatapnya. "Apa saja ini?" "Laporan keuangan keseluruhan, laporan keuangan dan perkembangan proyek pembukaan outlet baru di supermall." "Okay, dua kotak ini?" "Sepertinya kiriman, ada alamat dan nama disana." "Hm." "Untuk kunjungan ke new zealand sudah disiapkan semuanya?" "Sudah tuan, tim yang akan pergi juga sudah dipersiapkan." "Kamu?" "Saya tidak ikut tuan." Eric mengangkat salah satu alisnya dan menatap tajam Edelia. "Ada pasangan suami istri yang ingin menginvestasikan asetnya dan ingin mengunjungi kantor untuk melihat apakah suasana mendukung, mereka adalah rekan dari Crysan Village Group tuan." "Hmm.. okay, saya percayakan pada kamu." "Baik tuan." Eric kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan terusan pada ponsel Edelia. Drt Drt. Drt. Drt. Pesan beruntun masuk ke ponsel Edelia dan membuat getaran berkali-kali pasa saku roknya. "Tolong catat semua pesanan itu, berikan pada Lovina. Saya tidak mau direpotkan dengan berjalan jauh ke tempat cendramata atau oleh-oleh." "Baik tuan." "Satu lagi, tolong perkirakan total biaya yang harus dikeluarkan dan cari seberapa besar ukuran semuanya, bila harus membawa koper lagi tambah bagasi saja dan lihat apakah akan dicek di beacukai atau tidak. Saya tidak mau kepergian maupun kepulangan saya terhambat dan harus menunggu di bandara." "Baik tuan." "Pastikan jangan ada yang rusak ketika sampai. Minta Lovina untuk mengecek di mobil saat perjalanan pulang." "Baik tuan." Setelah beberapa waktu akhirnya Edelia keluar dari ruangan itu dan melangkah ke balik mejanya. Meja bersama dengan Lovina. "Bagaimana?" Edelia kemudian tersenyum dengan sangat lebar. "Mbak, saya hapal mana senyum yang palsu mana yang asli." "Hahaha, ada kerjaan buat lo." "Kan... saya bilang juga mending saya yang disini." "Ehh? Yang waktu itu bilang 'capek ah mau ke luar negeri aja.' Bagian dikasih liburan keluar malah ngeluh." "Liburan yang saya maksud bukan gitu mbak, ah mbak mah." "Tenang pasti bahagia kok lo disana." "Ckkkk.." *** Sebuah mobil memasuki lobi rumah sakit dan seorang pria membuka salah satu pintu penumpang. "Saya akan menunggu di tempat parkir, tuan." Jimin mengangguk. "Ayo, nek." Jimin dan nenek nya melangkah masuk ke dalam mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit dan duduk di salah satu kursi tunggu. "Nenek dari mana saja tadi?" "Pergi, kunjungan." Beberapa orang memperhatikan sekilas Jimin dan neneknya. Beberapa orang berbisik wah Jimin pria yang penuh kasih sayang mengantar nenek nya ke rumah sakit bagian saraf. "Nenek hanya olahraga." "Iya-iyaa.." "Panggil saja grandma apa sulitnya?" "Sh.... agar terlihat seperti tidak akrab." "Ck kau ini, ya. Mulai besok kita tidak mengenal satu sama lain ya." "Hahaha, aku bercanda grandma." Mereka menunggu giliran dipanggil dan tiba saatnya. "Pasien atas nama Jimin Acynonycx." "Saya.." Beberapa orang disana terkejut karena seorang pria muda dengan wajah cukup menarik ternyata yang menjadi pasien, bukan neneknya. Lagipula semua umur bisa menderita sakit kan? Jimin dan neneknya masuk ke dalam dan duduk di seberang dokter saraf. "Baik, Pak Jimin boleh saya lihat hasil pengecekan sebelunya?" Sang dokter mengambil hasil elektromiografi bulan sebelumnya dan kemudian mempersilakan Jimin berbaring di tempat tidur. Dokter tersebut mengenakan nametag Ardika Noema. Jimin terus mengucap terima kasih dalam hati ketika melihat nama itu. Dokter Dika memasangkan alat itu pada lengan Jimin. "Hmm sudah baik, okay gak ada masalah, obatnya teratur ya?" "Teratur dok." Nenek Jimin tak dapat menyembunyikan senyumnya mendengar hal itu. "Terima kasih ya dok." Ucap sang nenek. "Saya juga terima kasih karena pasien nya mau nurut minum obat." Dokter Dika melepas kabel-kabel itu dari lengan Jimin dan Jimin kembali ke tempat duduk. "Obatnya saya akan kurangi, karena sudah terlihat sangat baik jadi obat nya diminum ketika tiba-tiba terasa sakit." "Baik dok." "Terima kasih dok." Jimin dan neneknya keluar dari ruangan tersebut, mereka menuju apotik untuk menebus obat. "Akhirnya..." Jimin menghela napas ketika mendapati obatnya tinggal dua kantong. "Habis ini grandma akan kemana?" "Pulang, grandma mau memasak untuk makan siang. Kamu ada apa hari ini?" "Ke cafe, hanya memantau." "Sebelum grandma lupa.." Jimin menoleh pada neneknya. "Apakah kamu tidak ingin hubungan yang serius?" Jimin hanya terdiam, hal yang paling malas Ia bicarakan akhirnya nenek nya juga ikut mempertanyakan. "Seingat grandma masih ada 5 lahan dan dua koporatif yang belum grandma berikan pada cucu nenek, sebaiknya berikan pada siapa ya." "Ckkkk.. grandma." Setelah hampir dua puluh menit perjalanan akhirnya Jimin sampai di tempat kerjanya. "Jangan lupa makan obat mu, makan siang yang teratur." "Iya..." "Ingat dua hari lagi?" "Iyaaa mama ulang tahun." "Hati-hati grandma." Jimin memasuki sebuah toko bakery dan masuk ke dalamnya. Ia melihat-lihat ke lorong sandwich dan mengambil dua bungkus serta membayarnya. "Selamat siang tuan Jimin." "Shutt.." Sang penjaga kasir yang juga adalah stafnya menyapa Jimin. "Terima kasih telah berbelanja." Jimin segera memasuki bagian dalam toko dan menuju pintu yang mengarahkan pada kantor di belakang toko bakery itu. Sambil melewati Ia tersenyum pada beberapa staf dan menyapa. "Bagaimana kondisi anda tuan?" "Baik." Seorang staf yang menjadi sekretararis Jimin mengikuti Jimin masuk ke dalam ruangan kecil. "Apa saja ini?" "Undangan pertemuan." Tumpukan amplop disana hanya berisi undangan pertemuan. "Aish, yang benar saja." "Saya belum membuka nya tuan, mungkin undangan pertemuan sekaligus kerjasama, melihat dari alamat pengirim adalah grup perusahaan pemasok bahan baku, seperti serealia, mocaf dan lain-lain." "Seharusnya bila memang mereka ingin bekerja sama kirimkan saja secara formal, aku tahu mereka memiliki maksud yang lain seperti menjodohkan ku." Sang sekretaris menahan senyumnya. "Kau boleh tersenyum, aku terlihat sangat tua ya ?" "Tidak tuan." Sang sekretaris masih tersenyum. "Lagipula umur tuan baru 29 tahun." "Dari sekian orang hanya kamu yang mendukung saya." "Aku akan membaca satu persatu, kemudian tolong cek apakah ada campur tangan nenek ku. Baru-baru ini Ia membicarakan hubungan serius." "Baik tuan akan saya coba cek, kemudian tuan ini laporan penjualan dan sales bakery semua cabang." "Penjualan mencapai target dan juga cabang di mall melebihi target sebanyak 2 %." "Sepertinya mall memang tempat yang bagus ya, oh ya bagaimana dengan pemasok selai, apakah sudah ada sasaran?" "Ada tuan, CV Beri Biru Ungu Sejahtera, CV Beri Utama dan CV Beri Farm." "Ketiga CV ini adalah CV yang memiliki spesialis buah beri, seperti produk yang Tuan mau selai blueberry, selai blackberry dan strawberry. Pihak marketing dan R&D mengatakan selai dari ketiga perusahaan ini sudah digunakan oleh beberapa toko kue terkenal bahkan tempat produksi mereka sudah menerapkan HACCP, seperti yang tuan katakan waktu itu, tuan ingin bekerja sama dengan CV dibanding PT." Jimin memilih CV karena rasa kemanusiaan terhadap pekerja lebih baik dibanding PT yang sudah sangat besar, berdasarkan beberapa pengalaman sebelumnya bahkan beberapa pemilik CV lebih banyak memberikan Bakery Jimin bonus dan sampel. "Namun perlu diketahui salah satu CV diantara ketiga pemimpinnya sudah berumur bahkan lansia, perlu ada pendekatan lebih." "Saya mengerti, baik akan saya lihat. Oh ya bagaimana dengan kampanye produk MPASII non laktosa?" "Akan dimulai dalam waktu tiga hari kedepan hingga hari H launching, tanggal launching ada pada tanggal 20 tepatnya satu minggu lagi." "Baik, apakah ada lagi?" "Tidak tuan, anda dapat memanggil saya bila membutuhkan sesuatu." "Terima kasih banyak." Sang sekretaris keluar meninggalkan Jimin sendirian di ruangannya yang tak terlalu besar. Ia menoleh pada sebuah bingkai foto di meja kerjanya. Foto dirinya bersama kedua orangtuanya. "Hmmm kue ulang tahun apa yang cocok tahun ini untuk mama."."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.2K
bc

My Secret Little Wife

read
97.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook