2

1396 Words
Jam di ruangan penuh dengan kubikel itu sudah menunjukan pukul enam sore, saatnya pulang apalagi ini hari Jumat. "Ayo pulang-pulanggg." "Wahai budak korporat..!" "Ckkk. Berisik lu bos." "Mentang-mentang direksi nya mau kunjungan besok, mulai nih." Edelia dan Lovina masih terfokus pada dua monitornya, seorang manajer dan supervisor menghampiri mereka. "Mbak.." Ucap sang manajer. "Tenang, pulang kok." "Lo lupa, besok kan ada yang mau pergi." "Oh ya, Lovina ya." "Elo juga ya, Gleen." "Udah siap dongggg." "Pinggir, pinggir ganggu aja mau pulang nih gue." Edelia akhirnya menyingkirkan mereka. "Iya mbak, mbak mah kerja mulu gak malam sabtuan ?" "Belum ada." "Cari mbakk, apa emang mau ngincer CEO?" "SHUTTT mulutnyaaaa." Lovina mengusir mulut-mulut yang mulai bergosip. "Boro-boro mikir cinta-cintaan, pagi-pagi aja cek hape buat kerjaan bukan buat ayang." "Ckkk ah berisik lo berdua, sana-sana mending beliin gue jus jambu." Suasana kantor yang tidak bisa dikatakan kekeluargaan, namun tidak juga terlalu kaku. Budaya kantor ini adalah budaya memegang rasa empati dan kerja keras yang imbang. Edelia akhirnya menyelesaikan pekerjaanya nampak angka tujuh di jam digital monitor Edelia. "Yak... pulang terakhir lagi." Edelia segera keluar dari meja kerjanya dan menuju elevator. Drtt. Drtt. Ponsel Edelia bergetar, Ia segera membuka ponsel di tangannya. Jay Adik rewel Jay Adik rewel : "Nunnaa." Jay Adik rewel : "Nunna aku ingin telepon." Edelia : "Ada apa?" Incoming call Jay Adik rewel "Aishhh anak ini, selalu menelpon ketika aku belun sampai di rumah." "Ada apa?" "Tidak ada." "Kamu merindukan ku?" "Ckkk.. tidak akan pernah." "Hmmmm, oke." "Ehh!!! Jangan ditutup." Di seberang sana sedang merebahkan diri di tempat tidur sambil memegang foto dirinya dan Edelia. "Sedang apa?" "Sedang di perjalanan pulang, kenapa uang mu kurang?" "Tidak, aku ingin meminta saran. Aku akan magang bulan depan aku sudah melamar dan kini aku kebingungan, dua perusahaan yang aku lamar dua-duanya menerima ku." "Ckkk bagaimana bisa ssperti itu, memang kamu sepintar dan sebagus apa? Coba nunna lihat." "Aku sudah mengirimkan latar belakangnya." Edelia melihat foto yang dikirimkan. "Jurusan mu bisnis dan manajemen, melamar di bidang food and beverage?" "Pihak prodi mentatakan aku harus mencari yang berbeda dibandiing yang lain." "Ya sudah, F&B yang kedua ini, sepertinya dia baru beberapa tahun, kamu bisa belajar bertumbuh bersama, oh ya pasti mereka membutuhkan ide-ide mu." "Oke terima kasih, jangan lupaa makan, bye." Tut.. "Aish anak ini, dia hanya menanyakan saran lalu pergi? Benar-benar." Edelia memasuki kereta MRT bawah tanah itu dan duduk di salah satu kursi, di tengah keramaian Ia memilih untuk duduk dan menatap kosong sambil bersandar. *** Malam ke pagi, waktu berjalan. Hari ini merupakan hari yang penting bagi Jimin, Ia akan merayakan ulang tahun mama nya memang Jimin tidak tinggal bersama dengan mamanya. Jimin memasuki kamar mandi dan membersihkan diri serta mengenakan pakaian, kemeja tanpa krag berwarna putih gading dan celana panjang hitam menjadi pakaian pilihannya. "Bi...." "Iya tuan." Bi Santi menghangmpiri Jimin tepat di pintu kamar Jimin. "Grand ma mana ya?" "Oh itu tadi grandma sudah pergi pagi-pagi, tapi tidak bilang ke mananya." "Hmmm, baiklah. Oh ya, yang kemarin aku minta ?" "Udah bibi siapin tuan, sudah bibi letakan di meja dekat mobil tuan." "Baik terima kasih." Jimin memasuki mobil nya dan melajukan keluar dari rumah neneknya. Ia menuju toko bakery yang bukan tempat kerjanya. "Choclate and Cake" menjadi nama bakery tersebut. "Selamat datang." Jimin segera memilih kue dengan diameter dua puluh centi meter, cake dengan banjuran cokelat dan manik-manik emas disana. "Tulisannya?" "Happy birthday mom." "Baik sepuluh menit ya tuan." Jimin duduk di salah satu kursi di sana dan menunggu Ia sambil melihat-lihat suasana toko. 'Atas nama pak Jimin.' Jimin segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju meja kasir. Brakkkk Satu gelas milkshake keju berhasil mengotori kemeja Jimin. "Astagaa." Pandangan Jimin seketika langsung terlihat bak petir. Seorang wanita yang sedang memegang milkshake keju telah menabraknya. "Maaf..." Jimin langsung meninggalkan wanita itu tanpa mengatakan sepatah kata apapun dan memilih untuk terus berjalan mengambil kue pesanannya dan menuju mobil. "Ada-ada saja sudah berpakaian rapih malah seperti ini." Jimin segera membuka kemejanya dan mengambil jaket di bagian belakang kursi mobilnya. Ia segera melajukan mobil menuju lokasi ulang tahun mamanya. Jalanan tidak terlalu macet, walaupun lokasinya di dekat ibu kota, untunglah kue tersebut jadi tidak banyak berubah bentuk. Jimin memarkirkan mobilnya, langkah kakinya menyusuri rerumputan hijau. Angin berhembus sedikit kencang dan menerbangkan rambutnya. Tak lama kemudian Ia sampai dan duduk di kursi, Ia menyiapkan kue dan menyalakan lilin tersebut. "Happy birthday mommm.." Ucap Jimin sambil tersenyum yang tak lama kemudian senyum tersebut berubah menjadi air mata. Jimin meniup lilin-lilin itu dan menyeka air matanya. "Apa kabar ma? Hmm pasti di sana menyenangkan." Tangan Jimin meletakan kue perlahan ke depan batu nisan. Ia kemudian memotong kue dan memindahkan ke tiga piring kertas. "Papa? Apa kabar? Sekarang kalian bisa menghabiskan waktu berdua tanpa adanya kebisingan yang aku ciptakan haha." "Aku disini baik-baik saja, sehat. Lihatlah, aku berhasil mendirikan bakery seperti yang mama dan papa ingin kan, sekarang sudah memiliki enam cabang, tiga cabang di mall dan tiga cabang di deretan ruko." "Aku sudah berpakaian rapih hari ini, namun seseorang menumpahkan minuman, jadi aku harus ganti." Jimin melihat jaket kulitnya, Ia ingat padahal papa nya kurang suka Jimin mengenakan jaket kulit. Jimin menyuap kue coklat ke dalam mulutnya. Jimin merasakan seseorang sedang berdiri di belakang Jimin. Secara otomatis Jimin langsung berdiri. "Maaf tuan mengganggu waktu mu." "Oh.. pak Edo." "Maaf tuan." "Dimana grandma?" "Dia sudah ke sini tadi pagi sekali tuan." "Lalu?" Pak Edo, asisten pribadi Nenek Jimin duduk di sebelah Jimin. "Ada yang harus saya sampaikan, grandma sore ini akan pergi mengunjungi kerabat sekolah menengahnya di pulau seberang. Ia ingin memberikan ini sebelum pergi." Sebuah map berwarna putih dengan tekstur keras diberikan oleh Pak Edo pada Jimin. "Apa ini?" Pak Edo membiarkan Jimin untuk mengetahui sendiri. "Wahh..." "Saya hanya menyampaikan tuan." Nampak sebuah CV seorang wanita dengan beberapa foto yang dicetak disana. "Apa ini...." "Seperti yang disampaikan, anda diminta untuk menemui wanita ini." "Memangnya dia siapa? Aku belum pernah bertemu, apakah dia seorang anak kenalan grandma?" "Sepertinya bukan tuan, bila tuan ingin menjadwalkan janji, tuan bisa katakan pada saya, saya akan mempertemukan anda dengan wanita ini." "Aku sibuk, sangat sibuk." "Saya mengerti tuan, saya sangat mohon maaf saya hanya menyampaikan." "Aku akan membicarkan ini dulu dengan grandma, nanti akan ku hubungi lagi." "Baik tuan, saya permisi." *** "Selamat datang tuan dan nyonya, ini kantor kami." "Di lantai ini merupakan lantai tempat tim kreatif, tim marketing berkumpul. Lantai ini bisa dibilang lantai paling ramai karena sering digunakan untuk take video iklan, live produk hingga pemotretan bersama model." Edelia memasuki elevator bersama pasutri dan dua pria yang merupakan asisten serta sekretarisnya. "Tuan dan nyonya, selamat datang di lantai yang agak kaku suasanya disini adalah lantai untuk keuangangan, pengembangan produk berkumpul. Kami setiap satu minggu mengadakan briefing tiap kepala divisi sebanyak tiga kali di meja ini." Edelia menunjukan sebuah ruangan dengab meja persegi panjang, nampak papan tulis yang masih terdapat coretan. "Pagi ini terdapat briefing makanya papan tulisnya belum dihapus." Raut wajah pasangan suami istri itu nampak cerah dan bersemangat, sesuai harapan Edelia hari ini. "Baik untuk lantai ini adalah lantai terakhir yang merupakan tempat supervisor, manajer, sekretaris dan pimpinan direksi kami. Budaya lingkungan kantor kami adalah berempati satu sama lain dan penuh kerja keras." "Saya sangat mengenal Tuan Eric, dia sangat bekerja keras selalu berusaha mendapatkan yang diinginkan bahkan rela mengorbankan apapun." "Saya rasa bila saya menginvestasikan, pasti akan terjamin." "Terima kasih atas kepercayaannya, tuan." "Baiklah saya rasa sampai sini cukup. Saya dan istri saya harus menghadiri acara lain, saya akan menghubungi Eric lebih lanjutnya, mungkin bila dia tidak pulang saya akan menghubungi anda, nama anda siapa?" "Nama Saya Edelia Mahoni." "Nama yang sangat bagus." Ucap sang istri. "Terima kasih nyonya." Edelia tersenyum lebar. "Ugi, berikan kadonya." Ugi sekretaris laki-laki pasutri itu memberikan sebuah kantong belanja berwarna putih. "Jangan dilihat dari nominalnya, kami sangat senang anda mau melayani kami disaat libur, maaf mengganggu waktu libur anda ya nona." "Wah terima kasih banyak, tenang saja tidak merepotkan kokk." "Baiklah kami permisi dulu ya nona." Ucap sang istri mengakhiri. Pertemuan usai, Edelia duduk di kursi kerjanya. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi dan mencoba membuka kantong tas hitam itu. Drr..t drr.tt Kegiatannya langsung terhenti, Ia segera mengecek ponselnya dan nampak sebuah email disana. "Selamat pagi nyonya Edelia Mahoni." . . . . "Kami menjadwalkan pertemuan anda di cafe xxx pukul xxx mohon kehadiran anda." Edelia meletakan perlahan ponselnya dan raut wajahnya berubah bertanya tanya. "Siapa ini? Pertemuan kerjasama?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD