Ayana melihat siaran berita di TV yang menyiarkan berita penemuan mayat wanita itu yang diketahui bernama Marina, ia di laporkan hilang seminggu yang lalu. ia pamit keluar bersama pacarnya yang bernama Rino, sehingga Rino ditetapkan jadi tersangka.
Ayana senang bisa menolong hantu wanita itu, tapi ia bertekad untuk segera bertemu seorang ustad untuk menanyakan keadaannya sekarang yang tiba tiba-tiba
bisa melihat dan berkomunikasi dengan hantu, jin atau apapun itu sebutannya.
Setelah anak asuhnya berangkat sekolah ia berangkat menuju sebuah tempat di Bogor, ia browsing dimana tempat ruqyah dan menemukan ada seorang ustad yang bisa melakukan ruqyah di daerah pinggiran kota Bogor.
Ayana pergi menaiki bis antar kota, sekitar 2,5 jam perjalanan hingga ia sampai ke tempat tujuannya. Alamat yang ia tuju sangat mudah ditemui karena Tempatnya di pinggir jalan dan juga ramai orang yang ingin di ruqyah. Ayana melihat ke sekelilingnya, terdapat ruang tunggu disana. Ayana pun melangkahkan kakinya menuju ruang tunggu, menunggu bersama beberapa keluarga yang mengantarkan anak atau sanak saudaranya.
Satu persatu orang sudah di panggil dan mengikuti proses ruqyah yang bisa didengar Ayana dari luar ruangan teriakan, jeritan dan raungan dari dalam membuat Ayana bergidik ngeri.
Setelah hampir 5 jam menunggu, tiba giliran Ayana sebagai tamu terakhir. Ia pun masuk ke dalam, Ayana melihat ada 2 orang laki laki memakai pakaian serba putih duduk bersila di lantai yang beralaskan karpet tebal. Keduanya mempersilahkan Ayana duduk dihadapan mereka.
"Assalamualaikum pak ustad" Ayana memberikan salam.
"Walaikumsalam nona, silahkan duduk"
"Terima kasih pak" ucap Ayana kemudian duduk bersila menghadap pada kedua ustad itu.
"Nona sendirian? Tidak ada saudara yang mengantar?"
"Iya pak ustad saya sendiri"
"Apa yang anda alami nona?"
"Begini pak ustad, saya tidak ada riwayat keluarga yang memiliki indera ke enam tapi kenapa saya bisa melihat dan berkomunikasi dengan hantu, jin atau apapun itu sebutannya"
Salah satu ustad yang lebih tua melihat secara intens pada Ayana, dan tersenyum kemudian
"sepertinya saya tidak bisa menolong anda nona jika keinginan anda adalah menutup mata batin anda agar tidak dapat melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus"
"Memang kenapa pak ustad, jinnya terlalu kuat ya hingga sulit di ruqyah?" Tanya Ayana
"Bukan begitu, ada hal lain nona, yang pertama kemampuan nona ini merupakan wasiat nenek moyang nona sendiri"
"Hah??!! Nenek moyang saya?, Maksud pak ustad apa?" Tanya Ayana semakin penasaran.
Ustad Yusuf yang lebih tua meminta ustad Arif untuk keluar karena ia ingin berbicara 4 mata dengan Ayana.
"Begini nona...."
"Panggil Ayana saja pak ustad"
"Baiklah begini Ayana, nenek moyang kamu punya kemampuan berkomunikasi juga kekuatan supranatural yang akan diturunkan pada keturunan ke tujuh dan kamulah keturunan ke tujuh tersebut"
"Jadi.....??"
"Iya, ini tidak bisa dihilangkan, bahkan kakek dari kakek kamu juga tidak tahu akan hal ini"
"Saya harus bagaimana pak ustad, saya takut kalau harus berhadapan dengan hantu hantu pak ustad"
"Cara satu satunya adalah kamu menerima dengan ikhlas keadaan kamu ini Ayana, dan gunakan kemampuan kamu untuk kebaikan"
"Tapi kemampuan supranatural seperti apa yang saya miliki pak ustad?"
"Itu akan terjawab dengan berjalannya waktu" jawab ustad Yusuf.
"Tapi saya takut pak ustad"
Ustad Yusuf tersenyum
"Saya mengerti nak, tapi ini harus kamu jalani dan hadapi. Mungkin awal awal kamu akan terganggu tapi lama lama kami akan terbiasa"
Ayana menunduk, belum selesai masalah dengan papanya, kini di tambah masalah dengan hal hal supranatural yang membuatnya akan lebih banyak berhubungan dengan mahluk tak kasat mata.
"Terima kasih pak ustad, saya akan mencoba menerima kenyataan ini"
"Lebih dekatkan diri pada sang pencipta, sholat malam jangan ketinggalan, jika ada masalah kamu bisa menghubungi saya " ucap ustad Yusuf
"Makasih pak ustad, saya pamit dulu. Assalamualaikum"
"Walaikumsalam"
Ayana pergi meninggalkan rumah pak ustad dan berjalan menuju halte terdekat untuk mencari angkot menuju terminal.
Sambil berjalan ia memikirkan keadaan dirinya yang berubah dalam semalam, ia duduk di halte menunggu angkot, tak sengaja ia melihat mobil dinas papanya melewati halte tempat ia berada dengan patwal di depan dan belakang membuatnya memalingkan muka takut papa dan mamanya melihat dirinya.
Mungkin papanya sedang ada acara di Bogor pikir Ayana, Ayana melihat jam di handphone miliknya sudah jam 1 siang dan ia belum sholat Dzuhur, di seberang halte ia melihat ada masjid. Ia berdiri dan akan menyeberang tapi karena terburu-buru menyeberang ia tak melihat mobil yang melaju kencang dari arah kirinya dan ia hampir saja tertabrak jika si pengemudi tak menginjak rem dengan cepat.
Ayana terkejut hingga tubuhnya terjatuh ke aspal, tangannya sedikit lecet karena ia memakai kaos lengan pendek dan celana panjang. Si pengemudi turun dan menolong Ayana yang masih terduduk di jalan, pria itu memapahnya ke trotoar.
"Anda baik baik saja?" Tanya pria itu pada Ayana, Ayana masih diam membersihkan tangan dan bajunya yang kotor. Ayana kemudian berdiri
"Nggak apa apa makasih" ucap Ayana kemudian berjalan ke arah masjid yang berada di belakangnya untuk melaksanakan niatnya untuk sholat Dzuhur.
"Bukankah dia itu........" Gumam pria itu
Setengah jam kemudian Ayana keluar dari masjid dan sudah menunaikan kewajibannya, ia akan menyeberang ke halte tempatnya tadi tapi seseorang memanggilnya
"Nona Ayana..??"
Ayana menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara, ia melihat pria yang hampir menabraknya tadi.
"Iya.......?!, Apa saya mengenal anda?"
"Kenalkan nama saya Gian, saya arsitek yang merancang gedung dimana anda pernah bekerja"
"Oh......." Ayana melangkah akan meninggalkan Gian
"Tunggu, saya mau minta maaf"
Ayana menghentikan langkahnya dan kembali menoleh
"Untuk apa?"
"Secara tidak langsung saya yang menyebabkan anda dipecat" ucap Gian
"Sudahlah saya sudah melupakannya" ucap Ayana lagi.
"Berarti anda sudah memaafkan saya"
"Iya, boleh saya pergi sekarang?"
Tanpa menunggu jawaban Gian, ayana melangkahkan kakinya menjauhi Gian yang masih terpaku di tempatnya dan melihat kepergian Ayana yang menghilang di belokan jalan.
Ayana berjalan terus dan tak jadi menuju halte, ia melangkah sembari berfikir mengenai keadaannya sekarang, hingga sebuah mobil berhenti di dekatnya. Ia akan berlari tapi sudah terlambat karena Penumpang mobil sudah turun.
"Ayana........"
Panggilan tersebut mengurungkan niatnya untuk berlari, ia menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya ke arah orang tersebut.
"Ma............" Ucap Ayana tersenyum pada mama yang ia rindukan, hampir 4 bulan ia tak berjumpa dengan keluarganya, terutama mama yang sangat ia sayangi. Ibu Shafira berjalan mendekati Ayana dan kemudian memeluk putri sulungnya itu.
"Kamu ngapain ada di Bogor? Kita pulang ya sayang?" Ajak Bu Shafira
Ayana menggeleng pelan
"Nggak ma......"
Bu Shafira melepaskan pelukannya dan memandang wajah putrinya itu.
"Kenapa sayang?, Kamu masih marah sama papa. Ayolah Ay kamu tahu bagaimana papa, ia memang tegas dan keras di luar tapi dia sayang sama kamu"
"Udahlah ma, mama jangan menutupi kalau papa itu nyesel punya anak aku, kebanggaan mama dan papa itu Arina bukan aku, aku cuma bisa bikin malu. Jadi biarkan Ayana mencari jalan Ayana sendiri ma." Ayana melangkah akan meninggalkan mamanya
"Tunggu Ay....." Ucap Bu Shafira. Ia mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dari tasnya.
"Ambil ini"
"Apa ini ma?"
"Ini untuk kebutuhan sehari-hari kamu sayang"
"Nggak usah ma, kalau untuk menghidupi diri sendiri aku masih mampu"
"Ini bukan hanya untuk kamu tapi untuk anak asuh kamu juga, mereka lagi butuh uang kan?"
Ayana terkejut mamanya tahu tentang ia dan anak asuhnya
"Mama tahu dari mana kalau aku tinggal sama anak asuh aku?"
"Dari Sheila, sebenarnya ia tidak mau memberikan informasi pada mama, tapi saat mama mendesak dan memohon padanya akhirnya ia mau juga memberikan informasi tentang kamu, walau ia tak memberitahu kamu tinggal dimana tapi, ia memberitahu mama kalau kamu baik baik saja, itu sudah cukup bagi mama. Jadi kamu terima ya sayang"
"Nggak ma, aku nggak mau memakai uang papa"
"Bukan sayang, ini bukan uang papa. Ini uang hasil dari butik mama, kamu terima ya?"
"Baiklah, tapi hanya sekali ini ya ma. Aku nggak mau menerima bantuan mama lagi. Aku ingin berusaha sendiri."
"Iya sayang"
"Mama sehat kan?" Tanya Ayana
"Alhamdulillah mama sehat"
"Papa dan Arin juga sehat kan?"
"Iya, kamu baik baik ya di luar sana, kalau kamu ada masalah, apapun itu kamu hubungi mama"
"Iya ma"