Part 9 : Is It Love?

1230 Words
Kinanthi membuka matanya perlahan, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah d**a bidang sedikit berbulu milik suaminya. Pandji memeluk Kinanthi erat, tubuh polos mereka hanya berbalut selimut tebal, lelaki itu nampak sangat pulas dan bahagia dalam tidurnya, seolah memang inilah surga dunianya Kinan berusaha melepas pelukan Pandji, namun semakin ia berusaha justru pelukan itu semakin erat, sepertinya lelaki itu sedang bermain-main dengan Kinan si Singa Betina. Kinan mencubit perut kotak-kotak milik Pandji "Ndji!!! Lepass ihhh" Sayangnya cubitan itu tak mempan untuk Pandji. Justru pelukannya semakin erat. Ayolah, cubitan seperti itu tak berarti apa-apa untuk Panji, lelaki itu kebal. "Aaaa" Teriakan membahana Pandji memenuhi setiap penjuru kamar. Bagaimana tidak, Kinan menggigit dadanya dengan sangat keras. Ia pun reflek mendorong Kinan, hingga wanita itu hampir tersungkur dari tempat tidur. "Rasain!" Ucap Kinanthi dengan wajah penuh kemenangan. Kinan meraih jubah tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Pandji yang masih dengan lebay-nya merintih kesakitan. “Ya Allah. Sayang, ini perih banget. Kamu kalo minta jatah nggak gini caranya yang!” teriak  Pandji saat Kinan berada di kamar mandi. Kinanthi berendam sambil menikmati aroma terapi lavender kesukaannya. Tak peduli teriakan protes Pandji. Sebuah senyuman kecil terbit di bibir tebal nan sexy miliknya. Kinan terbayang-bayang dengan perubahan Pandji selama seminggu ini. Pandji yang mendadak berubah menjadi alay bin lebay layaknya anak SMA yang sedang jatuh cinta. Gombalan-gombalan receh dan kelakuan-kelakuan absurd-nya timbul setelah malam panas mereka seminggu lalu. Kinanthi yang sering kali marah-marah dan masih terkesan cuek tak membuat semangat Pandji surut untuk mendapat perhatian Kinan. Meski Perlakuan manis Pandji kadang membuatnya merasa jadi Istri yang paling bahagia, namun ada kalanya perlakuan manis Pandji justru membuatnya takut membuka hati. Ia teringat bagaimana manisnya Pandu dulu saat merebut hatinya, namun saat Kinan sudah betul jatuh cinta pada Pandu, justru Pandu menghancurkan perasaan dan kepercayaannya pada cinta hancur seketika. Toh lagi pula Kinanthi tak ingin mengingkari janjinya pada dirinya sendiri soal pernikahan sementaranya dan Pandji. Ia masih ingat betul kalau Pandji akan melepasnya saat ia sudah berhasil mengandung dan melahirkan. "Sayang!!!! Kok lama sih? Kamu nggak papa kan?"  Suara Pandji menggelegar membuat Kinanthi tersadar dari lamunannya. Kinanthi mendengus kesal, jangan tanya kenapa tiba-tiba Pandji berubah jadi seperti tarzan begini, karena kinan pun tak tau. Dan soal panggilan 'sayang' bahkan Kinan sudah menegur Pandji setiap panggilan 'menjijikan' itu keluar dari mulut sexy suaminya. Ceklek Kinanthi melotot seketika saat Pandji membuka pintu kamar mandi, dan lagi Pandji shirtless dan hanya memakai handuk sebagai penutup bawahnya. "Aku kira kamu pingsan yang." ucap  Pandji santai. "Keluar Ndji!" sentak Kinan tanpa menanggapi ucapan Pandji tadi. Bukannya keluar Pandji justru melepas handuknya, hingga ia naked membuat Kinan mengalihkan pandangannya, "Jangan macem-macem Pandji!! Keluar!!" Pandji tak mengindahkan permintaan Kinan. Ia justru masuk ke dalam bathup bergabung bersama Kinan. "PANDJI GILA!!" teriak Kinan, ia lantas berdiri dan hendak keluar dari bathup, namun sayang Pandji menariknya hingga Kinan jatuh diatas tubuh Pandji. Kinanthi bungkam seketika, selalu seperti ini. Saat dirinya berada sangat dekat dengan Pandji debaran di dadanya terasa dua kali lebih cepat. Pandji memangkas jarak diantara mereka, sebuah kecupan mendarat di pipi tirus milik Kinan. "Kita mandi bersama." bisik Pandji, dan Kinan hanya mengangguk. Ia tak kuasa menolak Pandji disaat-saat seperti ini. Seolah Pandji mampu menyetir alam bawah sadar dirinya untuk selalu menuruti setiap ajakan Pandji untuk kegiatan-kegiatan panas mereka. Bahkan tak jarang lelaki itu membuatnya merintih memohon agar lelaki itu membawanya terbang ke awang-awang. Dua jam kemudian Kinan dan Pandji keluar dalam kamar mandi, nampak Pandji yang lebih fresh sedangkan Kinan nampak sedikit lesu. Bagaimana Kinan tidak merasa lemas, Pandji seolah tidak memiliki rasa lelah,bahkan hampir seminggu ini mereka selalu melakukan kegiatan panas mereka, entah itu pagi sebelum memulai aktivitas atau malam. Dan pagi ini Kinan benar-benar dibuat lemas oleh Pandji. entah berapa ronde yang mereka telah lewati tadi. Kinanthi menikamati menu sarapannya dengan lahap, perutnya benar-benar keroncongan. Ia tak peduli tatapan heran Pandji melihatnya memakan semua sayuran rebus tanpa sisa, tak lupa dengan kacang-kacangan rebus, s**u, dan juga jus-nya tak bersisa. "Laper yang?" Tanya Pandji heran, Kinan hanya diam tak berniat menjawab. Setelah selesai sarapan, Kinan bermain dengan macan tutul peliharaanya di belakang rumah. Macan bernama Lory itu bahkn nampak seperti kucing manis di dekat Kinanthi, namun jangan tanyakan jika Pandji mendekat. Hewan itu tak segan mengeluarkan suara buasnya Sedangkan Pandji hanya mengamati interaksi istrinya dengan hewan buas itu. Pandji bergidik sendiri, Kinan sering kali menghabiskan waktu liburnya untuk bermain bersama satwa-satwa langka yang ia adopsi dengan harga ratusan bahkan milyaran rupiah, tentunya dengan legal. "Udah?" tanya Pandji melihat Kinan yang berdiri di dekatnya. Kinan mengangguk kecil. "Aku mau ke rumah temen ku, ada arisan nanti jam dua." Jawab Kinan sambil melangkah meninggalkan Pandji. Pandji membuntuti Kinan hingga ke kamar, ia menunggu kinan yang mandi kembali dan kini duduk merias diri di depan meja rias. "Mau aku anter?" Tanya Pandji "Nggak usah" "Kamu habis berapa kalo arisan gitu?" tanya Pandji penasaran Kinan melirik Pandji yang sedang duduk disofa dari kaca meja rias. "kenapa?" tanya Kinan balik Pandji mendekati Kinanthi, Ia membuka dompet hitam miliknya, ia memgeluarkan kartu atm. "Pakailah ini,kurasa isinya cukup untuk arisan kamu kali ini." Pandji menyerahkan kartu atm-nya pada Kinan. "Nggak!" Jawab singkat Kinan "Aku nggak akan pakai sepeser uang pun dari kamu. Catet itu! Nggak usah sok ngasih-ngasih aku gini deh Ndji! Aku masih mampu. Lagian Berapa banyak sih gaji kamu?? Pake sok-sok an ngasih aku duit buat arisan?? mending kamu simpen duit kamu buat modal kamu nikah setelah kita cerai nanti." lanjut Kinanthi. Jangan ditanya bagaimana perasaan Pandji, tentu ia marah dan kecewa, namun.. Cup Pandji mencium pucuk kepala Kinanthi, Ia lantas tersenyum memandang wajah Kinanthi di cermin. "Yaudah, kalau kamu nggak mau pakai , simpen aja. Ini bentuk tanggung jawabku ke kamu. Please jangan nolak. Simpen aja." Kinan tak menjawab. sebenarnya hatinya tak tega, namun lagi-lagi egonya menang. Cup pandji mencium kembali pucuk kepala Kinanthi. "Jangan pulang malem-malem ya." pesannya pada sang istri. “Nggak usah ikutan clubbing.” Peringat Pandji pada Kinanthi, beberaapa hari yang lalu Pandji menciduk istrinya yang sedang clubbing, dan hebatnya Kinan tak marah namun justru minta maaf. "Aku akan kerumah bunda, kamu mau titip salam?" tanya Pandji, dan Kinanthi hanya mengangguk kecil karena ia sibuk kembali dengan make up nya. Niatnya Pandu ingin mengajak Kinan kerumah Bundanya, karena semenjak menikah Kinan tak pernah mau diajak kerumah orang tua Pandji. Namun Pandji harus menelan kecewa. "Aku berangkat ya. Assalamualaikum." Pamit Pandji, Ia meraih kunci mobilnya. Setelah Pandji keluar, Kinan memegang dadanya. Mengapa rasanya begitu sesak saat melihat raut kecewa Pandji saat dirinya 'merendahkan' Pandji. Ia sadar ia kelewatan. Haruskah ia minta maaf? Rasanya tidak karena ia terlalu gengsi untuk itu. Kinan segera menggelengkan kepalanya, berharap rasa bersalah pada Pandji yang bercokol di hatinya segera hilang. Sore ini sepulang mengajar seperti basanya, Pandji akan mampir ke kedai milik mantan kekasih yang kini menjadi kekasihnya. Hanya untuk sekedar makan mie atau bahkan minnum the tarik sambil mengobrol. "Selamat sore Ibu Renata." sapa Pandji menggoda Rena yang sedang melamun di meja kasir. Rena berdecak "Apaan sih Mas.." "Ikut kerumah Bunda yuk, hari ini bunda masak ingkung bebek, mau?" tawar Pandji pada Rena, dan tentu Rena mengangguk senang. Hubungannya bersama bunda Pandhu memang masih sedekat itu, bahkan kerap kali ia dikira istri Pandji oleh para tetangga Pandji yang kebetulan lewat atau mampir. "Okay let's go!" seru Pandji disambut senyuman manis gadis berhijab itu, Renata memang selalu cantik dengan senyum mengembangnya, namun Kinanthi jauh lebih menggoda dengan wajah jurtek namun polos miliknya. Tak butuh waktu lama kedua manusia yang dulunya saling merajut kasih itu tiba dikediaman orangtua Pandji. “Assalamualaikum Bunda!” sapa Renata pada Ratna yang sedang duduk di taman menikmati air safron kesukaannya. “Waalaikum salam calon.” Guyon Ratna menatap Pandji sekilas lalu memeluk Renata. Ia sengaja melakukan itu untuk menyindir Pandji yang tak pernah sekalipun membawa istrinya datang kemari. “Bunda ih..” protes Renata, membuat Ratna terkekeh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD