***
Victor terbaring di atas ranjang, tubuhnya kaku, wajah menghadap ke langit-langit kamar yang temaram. Mata tertutup rapat, namun pikirannya jauh dari tenang.
Setiap kata yang tertulis di pesan Nathan terus terngiang-ngiang di kepalanya, membakar kesabarannya seperti api yang tak kunjung padam. Hatinya bergejolak, d**a terasa panas seperti bara, dan di balik kelopak matanya yang terpejam erat, bayangan wajah Nathan muncul dengan jelas, seolah menantangnya.
Nathan. Pria itu. Tidak hanya berani mendambakan istrinya, Mary, tetapi juga menginginkan putranya—harta yang paling berharga dalam hidup Victor.
Pesan itu bagaikan pisau berkarat yang terus-menerus menggores jiwanya, meninggalkan luka menganga yang tak mampu sembuh. Victor menggertakkan giginya dalam diam, jemarinya yang berada d
