Wulan tergolek lemas di atas ranjang kamar mertuanya. Kedua matanya sudah basah karna tangis yang tak dihiraukan. Di sampingnya, pak Jiono masih mengatur nafasnya setelah berhasil menembakkan senapan tuanya ke sasaran yang ia tuju. “Nggak usah sok teraniaya begitu, Wul.” Pak Jiono melirik anak menantunya yang masih tak berpakaian. “Kunci hidup bahagia itu adalah ikhlas. Menikmati jalan hidup yang sudah di gariskan. Gitu kata penulis kesayangan bapak.” Air mata Wulan makin deras mengalir. Dia beranjak dan duduk di kasur sembari melirik sebal ke arah mertuanya yang juga masih bugill. “Sok bijak! Maksud bapak aku suruh ikhlas jadi pemuas nafsunya bapak, begitu? Bapak nggak mikirin perasaannya mas Rian? Perasaannya ibuk? Itu penulis kesayangan bapak sok bijak! Sama kaya’ bapak!” Kedua mata