Dan di sinilah Eleena berada, duduk di meja makan dikelilingi oleh orang-orang bermarga Bahuwirya yang makan dalam keheningan mencekam.
Abimanyu duduk di kursi utama sebagai kepala keluarga, Sedangkan Eleena dan Akasha duduk tempat di sebelah kiri Abimanyu. Anak itu makan dengan lahap, meski usianya masih tiga tahun, tapi Akasha bisa memakan makanannya sendiri tanpa bantuan siapa pun.
"Menjijikan," celetuk seorang gadis yang duduk agak jauh dari Eleena dan Akasha. Gadis itu mengomentari cara makan Akasha yang terlihat acak-acakan.
Tangan kecil Akasha yang memegang sendok lantas terhenti, kepalanya menunduk tampa mengatakan sepatah kata pun.
Perhatian semua orang di meja makan lantas beralih pada gadis itu. Eleena mengerutkan kening, merasa bahwa Akasha yang berusia tiga tahun bisa makan tanpa bantuan orang lain adalah hal yang luar biasa. Dia mengambil sebuah sosis di salah satu piring, memindahkannya pada piring Akasha.
"Makan!" Eleena berbisik dengan suara rendah saat Akasha mendongak untuk menatapnya.
Abimanyu yang hanya diam melihat interaksi keduanya, tatapannya lalu beralih pada gadis yang mengatakan jika Akasha menjijikan, menatap dengan dingin dan tajam. Gadis itu gelagapan, takut pada Abimanyu.
"Jangan diambil hati, Celine cuma bercanda, kok!" Ibu dari gadis itu, yang merupakan istri dari kakak ke dua Abimanyu buru-buru menengahi.
Abimanyu meletakan sendok dan garpunya, menautkan ke dua jarinya dan berkata dengan dingin. "Saya inget kalau Celine akan lulus beberapa bulan lagi dari Junior College. Akan lebih baik kalau dia melanjutkan sekolahnya di sana setelah itu."
"OM!" Celine tiba-tiba berdiri dan membentak, menatap Abimanyu dengan kesal.
Dari jenjang sekolah dasar, SMP hingga SMA, dia menghabiskan waktunya di luar negeri karena Abimanyu yang tidak pernah membiarkannya pulang ke Indonesia. Sebentar lagi adalah hari yang dia nanti-nanti di mana dia bisa menetap di Indonesia tanpa harus kembali ke sana, tapi Abimanyu berniat mengirimnya kembali hanya karena dia mengatakan jika cara Akasha makan itu menjijikan.
"Celine!" bentak Abram, nama kakak ke dua Abimanyu.
Telapak tangan Abram terkepal erat, dia sangat membenci Abimanyu yang tidak membiarkan anak-anaknya tinggal di Indonesia dan mengirim mereka semua ke luar negeri. Terlebih lagi, Abimanyu tidak membiarkan mereka bergabung dengan perusahaan. Tapi apa yang bisa Abram lakukan? Abimanyu adalah kepala keluarga Bahuwirya menggantikan ayah mereka yang telah tiada.
"Hari ini cukup sampai di sini," ucap Abimanyu sambil berdiri dari kursinya. "Pernikahan saya dan Eleena akan di adakan bulan depan, tanpa resepsi."
Eleena ikut bangkit, dia juga membantu Akasha turun dari atas kursi meja makan.
"Abimanyu, bukannya terlalu buru-buru untuk menikah?" Kakak ipar Abimanyu, istri dari kakak pertama, berkomentar dengan nada suara canggung.
"Iya, Abi. Terlebih kamu harus mempertimbangkan siapa yang akan kamu nikahi," Abraham, kakak pertama Abimanyu juga setuju dengan apa yang istrinya katakan.
Tatapan Abimanyu mengedar, menatap satu persatu anggota keluarga Bahuwirya. "Saya di sini bukan untuk meminta persetujuan kalian, saya hanya memberitahu. Suka atau tidak, saya akan tetap menikahi Eleena." Setelah itu dia membawa Eleena dan Akasha keluar dari kediaman Bahuwirya yang megah.
**
Masuk ke dalam mobil, Eleena menghela nafas dengan lega. Dia benar-benar tidak bisa makan dengan tenang karena rasa tegangnya.
"Kita pulang!" ajak Abimanyu sambil mengemudikan mobilnya.
Eleena mengencangkan sabuk pengaman miliknya dan milik Akasha, dia bersandar pada sandaran kursi mobil sambil melihat ke liar jendela. Tiba-tiba, di tengah keheningan, terdengar suara nyaring yang berasal dari perut Eleena.
"Masih lapar?" tanya Abimanyu sambil menatap Eleena dari kaca depan.
Eleena tersenyum malu, menutupi perutnya dengan tangan. Dia mengangguk mendengar pertanyaan Abimanyu. Bagaimana Eleena bisa kenyang sedangkan dia bahkan baru memakan beberapa suap makanan tadi.
Mobil lalu berhenti di depan sebuah restoran, Abimanyu mengajak mereka keluar dari sana. Eleena membawa Akasha dengan penuh semangat, anak itu juga pasti masih lapar karena tadi hanya makan sedikit.
Duduk di salah satu meja restoran yang memiliki tiga kursi, Abimanyu memanggil pelayan, menyuruh keduanya untuk memesan.
"Aku mau nasi goreng dan cumi goreng tepung. Akasha mau makan apa?" Eleena bertanya pada anak itu.
"Telselah Tante," ujar Akasha dengan malu.
"Samain aja kalau gitu."
Pelayan itu mengangguk, mencatat pesanan Eleena. Setelah selesai dia pergi, menyuruh mereka untuk menunggu sebentar.
"Bapak enggak makan?" tanya Eleena pada Abimanyu yang hanya memesan segelas kopi.
Kepala Abimanyu menggeleng. "Saya enggak lapar." Pria itu menjawab.
Eleena mengangguk, karena Abimanyu yang hanya diam, dia akhirnya mengajak Akasha mengobrol. Meskipun anak itu juga merespon dengan lambat.
Beberapa menit kemudian, pesanan Eleena akhirnya datang. Pelayan menaruh semuanya di atas meja dan setelah itu dia pergi. Eleena senang, dia dan Akasha mulai menikmati makanan mereka sedangkan Abimanyu hanya menyesap secangkir kopi.
Di tengah suapannya, Eleena melihat Akasha makan dengan begitu pelan dan hati-hati, tidak seperti di rumah Bahuwirya tadi, anak itu bahkan kadang tidak bisa menyendok makanannya. Eleena sedikit tertegun, dia melirik Abimanyu yang hanya acuh.
"Akasha," panggil Eleena.
Akasha mendongak, menatap Eleena dengan malu. Apakah calon ibu tirinya itu menganggap cara makannya juga menjijikan? itulah yang ada dalam pikiran Akasha.
"Makan yang banyak, jangan dengerin apa kata orang lain!" Eleena mengelus pucuk kepala anak itu.
Tercengang, Akasha tidak menyangka jika Eleena tidak merasa jijik padanya. Dia menunduk, hidung kecilnya terasa perih.Anak itu mengangguk dengan sangat pelan.
Sudut bibir Eleena tertarik ke atas, tapi hatinya merasa agak sesak melihat anak sekecil Akasha yang sudah terpengaruh ucapan jelek orang lain padanya. Bukankah anak sekecil itu seharusnya cuek, tidak peduli dan hanya bermain? Lalu mengapa Eleena merasa ada yang salah dengan sikap Akasha.
Bibir Abimanyu menipis saat Eleena yang memperlakukan Akasha dengan cara yang berbeda. Dia menyesap kopinya dengan pelan, lalu tatapannya beralih pada sang putra yang pemalu dan pendiam itu.
**
Abimanyu terlebih dahulu mengantarkan Akasha ke rumah sebelum akhirnya pergi untuk mengantarkan Eleena. Karena tidak ada Akasha, Eleena kini duduk di kursi depan bersama dengan Abimanyu.
"Lain kali Bapak harus beli kursi anak buat Akasha," ujar Eleena.
"Dia jarang pergi sama saya," balas Abimanyu.
Abimanyu memang jarang membawa Akasha, bahkan jadwal kunjungannya ke rumah yang Akasha tempati bisa di hitung jari setiap tahunnya. Dia membiarkan anak itu tumbuh di bawah Sutri, pengasuh yang dia percayai.
"Kenapa? Bapak, kan, ayahnya. Lebih baik bapak menghabiskan banyak waktu sama Akasha, itu baik buat tumbuh kembangnya."
"Saya sibuk," ucap Abimanyu dengan sangat singkat.
Setelah tiba di kediaman Mahendra, Eleena dan Abimanyu keluar dari dalam mobil.
"Seperti yang saya katakan, kita akan menikah bulan depan. Tapi saya tidak ada waktu untuk mengadakan acara resepsi, apa kamu keberatan?"
Eleena menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Saya enggak keberatan, kok."