Bab 09. Setelah Menjadi Istri

1043 Words
Satu bulan kemudian, tanggal yang Abimanyu tentukan untuk dia dan Eleena akhirnya tiba. Mereka berdua mengendarai mobil dengan Abimanyu yang menyetir, pergi ke KUA untuk menikah. Saat Dedi tahu bahwa pernikahan Eleena tidak akan digelar mewah, dia sangat marah karena merasa bahwa keluarga Bahuwirya sangat sombong. Tadinya Dedi ingin memanfaatkan pernikahan Eleena untuk menambah relasinya, sekarang dia bahkan tidak bisa melakukan itu. Eleena tidak peduli pada saat Dedi meneriakinya dan mencaci maki. Sedangkan Jesica dan Viona merasa sangat bahagia karena mereka mengira status Eleena di keluarga Bahuwirya pasti sangat rendah hingga Abimanyu tidak mau melakukan resepsi untuk pernikahan mereka. "Mamah yakin kalau Eleena pasti bakalan menderita di rumah keluarga Bahuwirya!" Jesica meyakinkan Viona. "Jadi kamu enggak perlu iri, Sayang. Kalau kamu menikah nanti, kita akan membuat pesta besar supaya dunia tahu kalau princess Mamah menikah dengan pangeran!" Viona mengangguk dan tertawa terbahak-bahak bersama ibunya. ** Di sisi lain, Eleena keluar dengan buku nikah berwarna hijau. Dia berdiri kaku di depan gedung KUA sambil menatap buku nikah di tangannya dengan mata panas. Dia sudah menikah, menjadi seorang istri. Eleena tidak pernah menyangka jika pria yang dia nikahi pada akhirnya bukanlah Keanu seperti apa yang dia impikan dulu. "Ayo masuk ke mobil, di sini panas!" ajak Abimanyu, pria itu menggenggam tangan Eleena dan membawanya masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Eleena masih mengutak-atik buku nikahnya. "Ada apa?" tanya Abimanyu. "Enggak pa-pa, Pak. Saya cuma enggak nyangka. Padahal beberapa menit lalu saya masih lajang." Eleena tersenyum. "Kamu menyesal menikah dengan saya?" Eleena menggelengkan kepalanya sambil buru-buru menyangkal, "Enggak!" Suaranya sangat keras hingga memenuhi seluruh mobil. "Saya enggak nyesel nikah sama Bapak." "Kalau gitu, hal pertama yang harus kamu lakuin setelah jadi istri saya adalah mengubah cara kamu memanggil saya," ujar Abimanyu sambil mencondongkan tubuhnya dan berbisik pada Eleena. "Panggil saya mas!" Leher Eleena menyusut karena rasa geli. Dia tiba-tiba merasa gugup entah kenapa. Padahal Abimanyu hanya menyuruh memanggilnya dengan sebutan 'mas'. "M-mas," panggil Eleena dengan kaku. Abimanyu menegakan tubuhnya, tersenyum kecil mendengar panggilan Eleena untuk dia. "Kalau gitu ayo kita pulang!" Dia melajukan mobilnya membelah jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu-lalang. "Pulang ke mana?" tanya Eleena. "Ke rumah saya. Kenapa?" Abimanyu bertanya balik. "Tapi saya harus pergi ke rumah saya dulu buat ngambil baju," ujar Eleena. "Enggak perlu, semuanya sudah disiapkan di sana. Kalau nanti ada yang kurang, kamu bisa beli kapan pun." ** "Tante!" Akasha berlari keluar dengan kaki kecilnya ketika melihat Eleena yang keluar dari dalam mobil. "Akasha? Kenapa badan kamu basah?" tanya Eleena sambil mengerutkan kening. Akasha tiba-tiba menunduk, tidak menjawab pertanyaan Eleena. "Ayo masuk, ganti baju kamu!" Abimanyu yang keluar dari mobil langsung berbicara. Eleena menuntun Akasha, masuk ke dalam rumah. Ketika ketiganya masuk, pengasuh Akasha, Sutri, tampan berlari menghampiri mereka dengan nafas yang sedikit terengah. Eleena dapat merasakan bahwa genggaman tangan kecil Akasha pada jemarinya semakin mengerat. "Tuan!" Sutri menyapa Abimanyu. "Kenapa Akasha basah?" Eleena bertanya. Tatapan Sutri jatuh pada Akasha,. membuat anak itu menyusut ke belakang Eleena. Setelah itu Sutri mengalihkan tatapannya pada Eleena. "Den Akasha tadi main air, padahal saya sudah larang," jawab Sutri. "Den, ayo ganti baju!" Akasha menggelengkan kepalanya. "Akasha, kamu harus ganti baju!" Abimanyu membuka suara. "Biar saya aja yang gantiin Akasha baju!" Eleena menawarkan dirinya. "Enggak usah, Non!. Biar saya aja!" Sutri buru-buru menggeleng, mencoba menarik Akasha ke arahnya. "Akasha, sini sama Bibi!" Eleena selalu merasa ada yang aneh dengan pengasuh Akasha, tetapi dia tidak tahu apa itu. "Enggak pa-pa, saya aja." Setelah itu Eleena membawa Akasha ke kamarnya, sedangkan Abimanyu berkata bahwa dia akan kembali ke perusahaan. Tiba di dalam kamar Akasha, Eleena membuka pakaian anak berusia tiga tahun itu di kamar mandi. Akasha hanya diam, tidak melawan atau berbicara. "Kamu enggak pa-pa?" tanya Eleena. Akasha menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Mulai sekarang Tante bakalan tinggal sama Akasha, sekarang kita tinggal bareng. Jadi kalau Akasha ada apa-apa, Akasha bilang sama Tante, ya?" "Benelan Tante bakalan tinggal di sini?" tanya anak itu, memastikan. Eleena tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya dong, masa Tante bohong." Selesai membasuh tubuh Akasha, Eleena membantu anak itu memakai pakaiannya. "Makasih, Tante," ucap Akasha. Eleena mengangguk. ** Di malam hari, Abimanyu tidak kunjung pulang ke kediaman mereka. Eleena melihat jam dan itu sudah jam makan malam. Akasha ada di pangkuan Eleena, sedang bermain dengan sebuah bola kecil di tangannya. "Ayo ke bawah, kita makan malam!" ajak Eleena. Akasha menggelengkan kepalanya. "Ini waktunya tidul Tante." "Tidur?" Eleena mengerutkan kening. "Enggak makan malam?" tanya Eleena. Akasha menggeleng lagi. "Enggak." "Kamu enggak pernah makan malam?" Eleena terus bertanya. "Enggak pelnah," jawab Akasha. "Terus kalau enggak makan malam, Akasha biasanya makan apa?" "Enggak makan apa-apa, Bibi hilang Akasha halus hemat, jangan makan telus. Kalau lapal tahan aja!" Anak itu menjawab lagi dengan wajah polos. Kerutan di dahi Eleena semakin dalam, mana bisa anak sekecil Akasha menahan rasa laparnya. Eleena ingat bahwa terakhir kali mereka makam itu adalah sore hari. Eleena tidak bisa membayangkan amak berumur tiga tahun yang dipaksa tidur sambil menahan rasa lapar. "Ayo turun, kita makan!" ajak Eleena, dia menggendong Akasha. Mata Akasha membulat, tidak menyangka jika Eleena akan menggendongnya. Membawa anak itu ke dapur, Eleena melihat Sutri yang sedang memakan makan malamnya sendiri di meja makan. Ketika Eleena datang, Sutri tampak acuh dan terus memakan makanannya. "Makan buat diri kamu sendiri? Enggak masak buat majikan kamu?" tanya Eleena dengan nada dingin. "Saya pengasuh, bukan pembantu," balas Sutri, masih dengan nada bicara yang acuh dan angkuh. "Atau setidaknya kamu harus buat makan malam untuk Akasha," ujar Eleena. "Den Akasha enggak pernah makan malam." "Kamu enggak pernah membuat makan malam untuk Akasha?" Eleena melihat sikap santai Sutri, dia tahu jika Sutri mungkin tidak menganggapnya serius. Eleena mengambil gelas berisikan air, menuangkannya pada nasi yang sedang Sutri nikmati. "Dasar bego!" Sutri berteriak marah. Lengan Eleena terangkat, menampar pipi wanita setengah baya utu bolak-balik. "Ah!" ringis Sutri kesakitan. Pipinya terasa perih dan panas seperti terbakar. "Kamu membiarkan Akasha yang masih berusia tiga tahun kelaparan? Pengasuh macam apa kamu?!" bentak Eleena. Dia menurunkan Akasha ke lantai. "Heh! Baru sehari jadi istri tuan Abimanyu aja udah belagu! Saya udah dari lama jadi pengasuh Akasha!" Sutri tidak terima dirinya di tampar. "Bakalan saya laporkan sama tuan Abimanyu!" Eleena terkekeh, merasa bahwa Sutri mungkin menganggap bahwa dirinya sendiri adalah nyonya rumah ini. "Silahkan, kamu pikir mas Abi akan lebih percaya siapa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD