Kedua netra matanya menatap wajah mantan kekasihnya dalam jarak sedekat ini. Tercium aroma tubuhnya yang begitu sangat dia rindukan. Waktu seakan berhenti menyisakan ruang di antara mereka untuk saling menyelami hati masing-masing.
" Kamu tidak apa-apa? " tanya James menyadarkan Vania dari lamunannya.
Vania reflek melepaskan pelukan mereka. " Iya pak, saya tidak apa-apa. Tapi sepertinya pengemudi mobil itu mengalami kecelakaan yang lumayan parah, " dia berusaha mengusir rasa gugupnya dan mengalihkan pembicaraan mereka. Sudah setahun dia tidak bicara dengan James. Suara dan intonasinya masih sama, terdengar berat dan rendah. Suara yang selalu ia dengar berbisik di telinganya, mengucapkan kata-kata cinta tiap kali mereka melakukan hubungan intim di malam hari. Pipinya memanas, tidak seharusnya dia mengingat masa-masa itu. Sekarang James bukanlah miliknya, melainkan milik wanita lain. Hatinya berdenyut nyeri, luka yang selama ini dia sembunyikan begitu rapat perlahan mulai terbuka kembali. Ada rindu yang tersirat setiap kali dia menatapnya namun dia tak bisa mengatakannya.
"Ahkkk ambulans! help me please!! kakiku aduh kakiku!! " teriak Hannah dari dalam mobilnya.
Vania tidak mengira bahwa orang yang hampir saja menabraknya adalah Hannah. Apa gadis itu gila ingin membunuhnya terang-terangan di siang bolong begini.
Beberapa anak-anak yang masih berada di sekolah sudah mengerumuni mobilnya Hannah dan membantunya untuk keluar. Ada juga yang menelpon ambulans untuk segera datang kemari. Di waktu yang bersamaan mobil jemputan Vania sudah datang.
"Pak, jemputan saya sudah datang. Sekali lagi terima kasih karena bapak sudah menyelamatkan nyawa saya. Sebagai ungkapan terima kasih, lain kali saya akan mentraktir bapak makan. Kalau begitu saya permisi dulu, " Vania membungkuk seolah memberikan hormat pada James sebelum dia masuk ke dalam mobilnya.
James tidak mengatakan apapun, dia masih berdiri disana sampai mobil yang membawa Vania perlahan menjauh dan menghilang dari pelupuk matanya. Entah kenapa dia merasa Vania tidak begitu asing di matanya. Cara gadis itu menatapnya dan mengajaknya bicara, menggambarkan mereka seperti teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak pernah saling berjumpa. Ketika kilau cahaya matahari menerpa wajahnya, memperlihatkan netra kecoklatannya yang persis sama dengan mantan kekasihnya Isabella Clarisse, hatinya tiba-tiba saja bergetar. Getaran yang sulit untuk dia artikan, dan semakin dia menyelam ke dalamnya, semakin dia tenggelam dalam pesonanya. Rindunya pada Isabella sedikit terbayarkan meskipun dia belum menemukan mantan kekasihnya itu.
"Apa yang aku pikirkan, " James melihat arlojinya. Sekarang sudah pukul 2 siang. Dia ada janji seseorang yang menunggunya di sebuah restoran. Kakinya melangkah pergi dari tempat itu dan bergegas masuk ke dalam mobilnya tanpa memperdulikan huru-hara tabrakan mobil yang baru saja terjadi di depan matanya.
***
Vania beberapa kali membolak-balikan tubuhnya di atas ranjang. Dia merutuki kebodohannya karena sudah mengajak James untuk makan siang bersamanya sebagai ungkapan terima kasih karena sudah menyelamatkannya hari ini.
"Bodoh sekali kamu Vania, bagaimana kalau James curiga padamu? bisa-bisa identitasmu dan rencanamu akan terbongkar. "
Saking gelisah nya, Vania tidak bisa memejamkan matanya. Jadi dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan berjalan-jalan mencari angin di luar sana. Dia membuat secangkir s**u vanila hangat di dapur lalu membawa cangkir itu ke depan ruang tivi. Saat ini dia hanya mengenakan kaos kebesaran tanpa memakai bra. Bawahannya hanya celana dalam saja. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai ke belakang. Dia membuka siaran tivi, ada pertandingan bola yang ditayangkan disana. Dia menyesap s**u Vanila nya sambil menonton pertandingan bola itu. Tak terasa satu jam berlalu dengan cepat, dia menaruh gelas kotornya di wastafel dapur lalu kembali naik ke atas kamarnya. Ketika melewati kamarnya Daddy Arthur, dia tak sengaja melihat cela pintunya terbuka. Dia mengintip dari cela pintu itu dan menemukan Daddy Arthur sedang memainkan miliknya sendiri sambil menonton film dewasa di tablet miliknya.
"Ahh Daddy! Daddy masukin punya Daddy ayolah Daddy!" suara wanita dari tablet itu tentu saja mengejutkan Vania. Apakah Daddy Arthur sedang berfantasi nakal tentangnya? hatinya berdebar mendengar suara desahan wanita yang sedang ditonton oleh Daddy Arthur di layar tabletnya. Dia menutup erat mulutnya agar tidak ketahuan sedang mengintip saat ini. Milik Daddy benar-benar besar sekali, dadanya sampai sesak membayangkan milik Daddy Arthur kembali bersemayam di dalamnya.
"Iya Vania, Daddy akan masukkan sekarang, " ucap Arthur membuat Vania lagi-lagi syok bukan main. Jadi Daddy benar-benar sedang berfantasi nakal tentangnya tapi tidak berani dan gengsi untuk mengakuinya. Aliran darahnya semakin mengalir deras ke seluruh tubuhnya tatkala Daddy Arthur mendapatkan pelepasannya. Pria itu mengerang panjang seraya menyerukan namanya. " Vania!! "
Vania menelan ludahnya kasar. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya Daddy Arthur. Daddy Arthur tampak sangat terkejut dan langsung menaikkan celananya ke atas
"Apa yang kamu lakukan?! cepat keluar dari sini! " usir Daddy Arthur dengan wajah merah padam menahan rasa malunya.
"Seharusnya aku yang bertanya pada Daddy. Apa yang sudah Daddy lakukan barusan? Daddy jelas-jelas menyebutkan namaku tadi. Aku mendengarnya dengan jelas. Jawab pertanyaanku Daddy, "tanya Vania mendesaknya.
Daddy Arthur memejamkan matanya erat sebelum menjawabnya, " Iya, maafkan Daddy. Tidak bisakah kita lupakan saja hal ini? maaf, Daddy tidak akan melakukannya lagi. Sekarang kembalilah ke kamarmu. "
Vania sebenarnya kasihan melihat Daddy Arthur frustasi menuntaskan hasratnya sendirian selagi mommy Rebecca pergi ke luar negeri. Dia berjalan mendekati Daddy dan duduk di sampingnya. Tangannya bergerak menyentuh tangan Daddy Arthur.
"Daddy, maaf kalau aku sudah bersikap kurang ajar dan masuk ke dalam kamarmu tanpa izin. Tapi... ucapanku pada malam itu sungguh-sungguh Dad. Aku bisa membantu Daddy jika Daddy menginginkannya. "
"Tidak sebaiknya kamu... " belum selesai Daddy Arthur berbicara, Vania kembali menyelanya.
"Hanya malam ini saja, kita tidak akan melakukan hal itu. Aku tau dimana batasanku Daddy. Percayalah padaku... "
Vania bersimpuh di bawah kakinya Daddy Arthur. Dia membantu menurunkan celana pendek pria itu sampai ke bawah mata kaki dan membebaskan miliknya yang besar dari sana. Darahnya berdesir tatkala tangannya menggenggam erat milik Daddy yang masih keras dan berdiri tegak meski sudah mendapatkan pelepasannya barusan.
"Sttt Vania hentikan, jangan lakukan ouhh f**k! " Daddy Arthur terlambat untuk mencegahnya karena Vania sudah lebih dulu melahap miliknya dibawah sana. Rasanya begitu hangat, lembut, dan nikmat. Gadis itu menggerakkan kepalanya maju mundur dengan perlahan. Lidahnya sesekali meliuk-liuk menjilati miliknya dibawah sana. Meskipun masih remaja, Vania sangat pintar melakukannya. Hampir setengah jam berlalu, dia mengerang keras seraya menahan kepala Vania dalam-dalam saat mendapatkan pelepasannya.
Vania menampung semuanya tanpa rasa jijik. Dia membuka mulutnya di depan Daddy Arthur untuk memperlihatkan benih-benihnya itu sebelum menelannya.
Daddy Arthur merasa merinding melihat Vania menelan benihnya sampai habis.Setelah selesai memberikan service terbaiknya, Vania kembali berdiri seraya menjilati bibir bawahnya yang masih belepotan.
"Sekarang Daddy sudah tenang kan? kalau Daddy membutuhkan aku, aku akan siap melakukannya lagi. Aku kembali dulu ke kamar ya, " Vania melangkah keluar dari kamarnya Daddy Arthur dan menutup rapat pintunya. Diam-diam dia tersenyum smirk karena sudah selangkah lebih maju untuk membuat Daddy Arthur takluk dan bertekuk lutut di bawah kakinya.
Keesokan harinya...
Mommy Rebecca akhirnya pulang ke rumah. Daddy Arthur memeluk istrinya itu sangat erat karena benar-benar merindukannya.
"Sayang, kenapa lama sekali pulangnya? apa kamu tidak merindukan aku? " tanya Daddy Arthur pada istrinya itu. Hampir satu minggu Rebecca pergi meninggalkan dirinya. Kepalanya sampai mau pecah karena tidak bisa menuntaskan hasratnya yang menggebu-gebu.
"Maaf ya sayang, pekerjaanku banyak sekali disana. Aku kan mau buka toko butik baru disana makanya lama. Lagian kan ada putri kita disini yang bisa menghiburmu di kala aku tidak ada, " ucap Rebecca membuat Daddy Arthur mendadak terbatuk-batuk. Daddy Arthur reflek melihat ke arah Vania berdiri di belakang Rebecca. Vania sengaja menggodanya dengan memberikan gerakan mengocok pisang seraya membuka mulutnya.
Mommy Rebecca merenggangkan pelukan mereka dan sedikit menjauh. " Kamu kenapa sayang, apa kamu sakit?aduh jangan dekat-dekat nanti nular ke aku lagi. Kamu tau sendiri pekerjaanku sangat banyak, aku harus tetap sehat dan fit."
Bukannya khawatir, Mommy Rebecca malah takut ketularan penyakit. Vania hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarnya. Apa mereka beneran suami istri?
"Tidak, aku hanya tersedak ludahku saja. Apa kamu sudah sarapan? " tanya Daddy Arthur agak gugup.
"Sudah kok di pesawat pagi tadi. Kamu mau pergi ke kantor sekarang? " tanya Mommy Rebecca.
"Iya, pagi ini aku ada meeting jadi aku harus pergi sekarang sayang. Nanti malam kita bisa ngobrol lagi. "
"Baiklah sayang tidak apa-apa, " Mommy Rebecca berbalik ke arah Vania dan matanya memicing ketika melihat sesuatu di sudut mulut anak angkatnya itu. " Vania, apa itu di sudut mulutmu? putih-putih gitu. Kamu habis makan apa sayang? "
Vania reflek mengelap sudut bibirnya dan berkata, " Ah, ini adalah... "