Vina menarik napas panjang beberapa kali, sebelum mengetuk ruang kerja Aria. Ia tahu, kemungkinan ia akan dibantai oleh dua naga sekaligus di dalam sana. Hanya saja ia tidak mengira kalau Aria kali ini akan berkolaborasi dengan Rajata.
Apa yang terjadi, terjadilah. Bissmillahirohmanirohim! Vina mengetuk daun pintu. Ketika terdengar sahutan masuk dari dua orang secara bersamaan, Vina pun memutar pegangan pintu.
Kedatangannya langsung disambut dengan air muka ganas dari Aria dan Rajata. Keduanya tengah membolak-balik beberapa dokumen penawaran tender, yang kemarin ia berikan pada Aria untuk ditandatangani.
"Selamat siang, Pak Aria, Pak Rajata." Vina menyapa dua atasannya sopan. Walau perasaannya saat ini tidak karuan, tapi ia berusaha menampilkan air muka tenang. Ia tidak ingin dua orang di hadapannya ini mengetahui kegamangannya.
"Duduk." Alih-alih membalas sapaannya, Aria langsung memerintahkannya untuk duduk. Sementara Rajata mengamatinya dalam diam. Perlahan Vina menghempaskan bokongnya pada kursi di hadapan Aria. Sementara Rajata mengamatinya dari sofa di seberangnya.
"Oke, langsung saja. Sudah berapa lama kamu sering melakukan switch Project di belakang perusahaan, Vin?" Sembari berbicara Aria kembali membolak-balik dokumen. Berpura-pura memeriksa angka-angka yang tertulis di sana. Tingkahnya sok serius dan memuakkan sekali. Dasar penjilat!
"Lo mau disidang soal kasus switch project dengan PT Rumahkoe Kreasindo. Lo ngelamar kerja di sana kan?"
Berarti apa yang dikatakan Putri tadi memang benar. Bahwa dua orang atasannya ini menuduhnya telah bermain curang.
"Saya tidak pernah sekali pun melakukan hal seperti yang Bapak tuduhkan. Selama empat bulan saya bekerja di sini, saya setia dan loyal terhadap perusahaan ini," sahut Vina datar.
"Kalau begitu mengapa tender kemarin gagal? Yang memenangkannya adalah PT Rumahkoe Kreasindo. Sementara selisih angkanya hanya sepersekian dengan angka-angka yang kemarin kita tawarkan. Sedangkan yang tahu soal angka-angka itu hanyalah Pak Rajata, saya dan kamu. Bisa kamu jelaskan?"
"Bapak dan Pak Rajata juga tahu bukan? Lantas mengapa hanya saya yang dicurigai?"
"Karena tidak mungkin Pak Rajata dan saya ingin membangkrutkan perusahaan sendiri."
"Saya juga tidak ingin membangkrutkan perusahaan tempat saya mencari nafkah, Pak. Tuduhan Bapak tidak berdasar dan tidak berbukti. Saya menolak keras semua tuduhan Bapak."
"Kalau begitu mengapa kita bisa kalah tender dengan angka yang selisih begitu tipis? Coba kamu jawab secara logika?" cecar Aria lagi.
"Kalau masalah itu saya tidak bisa menjawabnya, Pak. Menurut saya pertanyaan itu seharusnya Bapak tanyakan pada PT Rumahkoe Kreasindo. Tanyakan Mengapa mereka bisa menulis angka yang berselisih sangat tipis dengan perusahaan kita. Sedangkan mengapa kita kalah tender, Bapak bisa langsung menanyakannya pada PT Maju Jaya Multiindo. Karena merekalah yang menentukan siapa yang menang dalam tender, bukan saya," pungkas Vina tegas.
"Lancang kamu ya? Berani menjawab pertanyaan saya dengan pertanyaan. Ketahuilah sebelum saya memanggilmu, saya telah menyelidiki sebab mengapa kamu ingin resign. Rupanya kamu kong kalikong dengan PT Rumakoe Kreasindo. Kamu mengswitch project ke sana, karena kamu ingin bekerja di perusahaan itu. Benar bukan dugaan saya?"
"Tidak benar!"
"Kamu masih berani membantah setelah semua bukti-bukti ini ada di depan matamu!"
"Bukti-bukti ini tidak menunjukkan saya berhianat. Bagian mana dari dokumen ini yang memperlihatkan saya mengswitch project?"
Vina menatap Aria dengan berani. Jujur, saat ini ia begitu muak melihat wajah tampan Aria. Selama empat bulan mengenal Aria, baru kali inilah ia melihat wujud asli Aria tanpa topeng kemunafikan. Begitu licik dan memuakkan. Aria serupa cecurut, yang hanya baru berani keluar setelah memastikan bahwa dirinya aman.
"Mengenai saya melamar pekerjaan di PT Rumakoe Kreasindo, itu kebetulan saja. Agar Bapak ketahui, saya mengirim dua belas lamaran pekerjaan dalam satu hari. Dan saya diterima oleh empat perusahaan. Salah satunya adalah PT Rumahkoe Kreasindo ini. Jadi tuduhan Bapak soal switch project itu sama sekali tidak beralasan." Vina membantah tegas semua tuduhan tidak berdasar yang dituduhkan Aria padanya.
"Bantah saja sesukamu. Tapi saya selaku bagian dari perusahaan tidak lagi menaruh respek pada penghianat sepertimu. Hari ini saya akan langsung memecatmu. Kamu tidak perlu lagi menunggu hingga seminggu lamanya. Ingat karena dipecat, perusahaan tidak akan mengeluarkan surat rekomendasi pada seorang penghianat sepertimu. Silakan kamu angkat kaki dari sini sekarang juga."
"Baik," Vina beranjak dari kursinya. Tanpa banyak bicara ia menyudahi saja pembicaraan tidak berfaedah ini. Semakin lama ia berada di dalam ruangan dengan orang-orang yang berpikiran kerdil seperti ini, semakin sesak napaslah dirinya. Tidak masalah juga kalau ia dipecat. Toh ia masih bisa bekerja pada perusahaan lainnya.
"Dan kamu jangan berharap PT Rumahkoe Kreasindo, PT Pilar Adijaya atau perusahaan manapun juga mau merekrutmu. Mereka tidak akan menerima seorang pecundang tukang switch project seperti kamu ini di perusahaan mereka. Mereka juga takut kamu hianati."
Aria ini iblisnya ternyata sudah sampai ke seluruh pembuluh darahnya. Kalimatnya ini mengindikasikan kalau Aria sudah mencemarkan nama baiknya pada perusahaan-perusahaan lain. Dengan begitu, hampir bisa dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan lain pun tidak akan berani menerimanya bekerja. Mereka juga pasti takut kalau akan dicurangi. Aria ini benar-benar jahat.
"Tapi berhubung kinerjamu selama ini sangat baik, maka saya memberimu satu kesempatan lagi. Akui kesalahanmu, dan jangan mengulanginya lagi. Setelahnya kamu bisa kembali bekerja seperti biasa. Bagaimana? Saya tahu kalau keluargamu banyak mendapat musibah akhir-akhir ini."
"Kamu tidak akan bisa keluar dari perusahaan ini. Percayalah, Sayang. Saat kamu pergi dari sini dua minggu nanti, saya pastikan kamu akan kembali lagi ke sini. Saya bersumpah!"
Jadi ini rupanya arti dari ancaman Aria ini kemarin? Aria menjepitnya di tengah-tengah. Ia tidak bisa maju, apalagi mundur. Vina sebenarnya ingin sekali memaki manusia curut ini. Namun ia sadar, semakin ia memperlihatkan emosi, maka semakin senanglah si curut ini. Hal terbaik yang saat ini bisa ia lakukan adalah melawan. Masalah bagaimana masa depannya nanti, akan ia pikirkan kemudian.
"Tidak bisa, Ri! Lo gila masih ingin mempekerjakan penghianat seperti ini?" Untuk pertama kalinya Rajata bersuara.
"Atau... lo memang punya hubungan dengan dia, makanya lo mau menerimanya kembali di perusahaan ini?" Rajata menyipitkan matanya. Tatapannya pada Aria dilumuri dengan kecurigaan yang kental.
"Lo gila, Ja. Ya nggaklah! Kalau gue memang ada hubungan dengan dia, ngapain juga gue nyidang dia di sini? Pake acara manggil lo lagi." Aria membuat air muka pura-pura kaget. Vina tersenyum sinis. Akting Aria sungguh sempurna. Ia sungguh mengherani dirinya sendiri yang bulan lalu masih terpesona dengan sikap manusia curut ini. Ia telah ditipu mentah-mentah dengan segala tipu muslihat Aria
"Tidak masalah saya dipecat dari perusahaan ini. Tidak masalah juga kalau Bapak memfitnah saya sedemikian kejinya demi sesuatu yang hanya Bapak ketahui. Tetapi ingatlah satu hal. Nanti ketika Bapak tertidur, orang yang Bapak zalimi itu tidak akan tidur. Ia sedang berdoa kepada Allah tentang orang-orang yang telah memfitnahnya. Dan mata Allah tidak pernah tidur. Permisi."
Vina berjalan dengan dagu yang sengaja ia angkat tinggi. Ia membuka pintu dan menutupnya dengan tenang. Namun setelah pintu ia tutup, bahunya mulai gemetar hebat. Ia tahu setelah ini ia akan kesusahan mencari pekerjaan lain. Tidak perlu menunggu lama notifikasi emailnya berbunyi. Seperti yang telah Ia duga sebelumnya, PT Rumahku kreasindo menyatakan bahwa mereka membatalkan penerimaannya sebagai pekerja. Alasan mereka adalah menolaknya adalah terkait masalah internal yang sudah diputuskan oleh pihak HRD. Menurut pihak HRD ia dinilai tidak mempunyai loyalitas pada perusahaan. Karena hanya mampu bertahan selama empat bulan di perusahaan sebelumnya.
Email lain yang ia terima dari tiga perusahaan yang tadinya telah bersedia menerimanya bekerja, juga menolaknya. Alasan mereka kurang lebih sama dengan yang dikatakan oleh PT Rumahkoe Kreasindo ini. Tidak perlu orang jenius untuk menebak apa yang membuat empat perusahaan besar itu menolaknya. Pastinya kejadian ini semua adalah atas campur tangan Aria. Benar-benar licik!
Tanpa dirinya sendiri sadari, air matanya telah menganak sungai. Ia Menangis tanpa suara di depan pintu ruangan Aria.
"Udah, nggak apa-apa, Vin. Jangan nangis lagi. Dalam hidup ini ada siang, ada malam. Ada sedih juga ada gembira. Yakinlah pasti akan ada pelangi yang indah setelah hujan badai reda. Gue yakin lo pasti bisa melewati semuanya. Kuat ya, Vin?" Pelukan hangat Suci, sejenak membuat kesedihannya sedikit berkurang. Suci benar, ia harus kuat. Bahunya masih dibutuhkan oleh orang-orang terkasihnya. Ia tidak boleh cengeng seperti ini.
"Wah, Vin, kayaknya sesajen lo kurang deh. Makanya Pak Rajata dan Pak Aria bisa kompakan mencampakkan loh begitu. Lo yang bener dong kalau nyari dukun. Kalau dukunnya abal-abal, lo liat sendiri deh. Bukannya korbannya pada manut, ini malah ngamuk."
Seperti biasa Putri selalu muncul setiap ada kericuhan. Air mukanya tampak gembira luar biasa. Seperti inilah sifat asli Putri. Ia susah jika melihat orang senang, dan senang jika melihat orang susah.
"Gue heran. Sebenarnya ada masalah apa sih diri lo, sampe lo girang banget ngeliat orang susah. Ti ati, Mput. Ntar giliran lo yang kena musibah, kagak ada yang bakal mau nolongin." Vina merasa tidak perlu menjawab ejekan Putri. Karena Suci sudah lebih dulu mencuci otaknya.
"Lo tahu nggak perumpamaan ghibah itu kayak apa? Kayak lo itu sedang memakan bangke saudara lo sendiri. Jijik dan najis! Makanya mulut lo itu bau banget. Itu karena lo keseringan ngegibah. Lo nggak perlu ngemut permen pengharum nafas setiap waktu. Yang kudu lo lakuin itu cuma berhenti ngegibah. Titik. Ayo, Vin, kita tinggalin tukang ghibah ini." Suci membimbingnya berjalan ke kubikelnya sendiri.
Saat melihatnya mengisi kardus kosong dengan barang-barang pribadinya, seperti photo-photo, buku, tempat pulpen dan sebagainya, Suci membantunya dalam diam. Ia hanya mengatakan agar dirinya tidak usah segan-segan mencarinya, apabila ia membutuhkan pertolongan. Istimewa mereka sekarang bertetangga. Demikianlah, tepat pada pukul tiga sore, ia meninggalkan kantor yang selama empat bulan telah menjadi tempatnya yang mencari nafkah.
Diiringi dengan tatapan penuh rasa ingin tahu rekan-rekan sekerjanya, ia segera masuk ke dalam taksi online tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Hari ini urusannya di kantor ini telah selesai.
***
Vina berkali-kali ingin mengatakan tentang masalah resignnya pada ayahnya. Namun berkali-kali juga ia menutup mulutnya kembali. Ia bingung harus menjelaskan mulai dari mana. Kondisi keuangan mereka saat ini sedang benar-benar sulit. Apalagi saat ini musim penghujan. Bakso dagangan ayahnya seringkali tidak habis. Lagipula hasil dagangan ayahnya hanya cukup untuk biaya makan mereka sehari-hari. Itu pun dirinya masih sering harus menomboki. Hanya saja ia meminta pada ibunya untuk tidak memberitahukan ayahnya. Ia tidak mau ayahnya semakin banyak pikiran. Ditambah sekarang ia telah resign, makin terpuruk lah ekonomi keluarga mereka.
Namun ia telah mempunyai satu rencana yang cukup baik setelah ia resign ini. Ia berencana untuk membuka warung bakso di teras rumahnya. Dengan begitu ia masih bisa tetap berpenghasilan dan membantu ekonomi keluarga.
"Kamu ini kenapa tho, Vin? Dari tadi mondar-mandir terus di depan Ayah. Apa ada, Vin? Ada hal yang ingin kamu ceritakan pada Ayah?" Pak Ramli tahu ada sesuatu yang salah dengan putri bungsunya ini. Setelah pulang kerja lebih cepat, putri bungsunya ini terus mengurung diri di dalam kamar. Jika biasanya ia kerap pusing masuk dalam kamar karena ceracauan kakaknya, kali ini ia hanya diam. Ia bertahan di kamar walaupun kakaknya terus menceracau dan marah-marah. Semua berita ini dia dengar dari istrinya.
"Yah, stealing lama kita masih bersisa nggak? Atau sudah Ayah jual semuanya?"
"Ada sisa satu sih,Vin. Belum laku terjual kata Mang Pardi. Habis stealing yang ini terlalu kecil."
"Nah, cocok! Memang itu yang Vina butuhkan. Stealing yang tidak terlalu besar, agar muat kalau Vina letakkan di teras." Vina menjentikkan tangan gembira. Urusannya soal stealing sudah dimudahkan. Ia tinggal membeli beberapa buah meja dan kursi plastik saja.
"Maksudmu itu opo tho, Nduk? Ayah kok bingung. Kamu mau menaruh stealing di teras rumah untuk apa?"
"Ya untuk jualan bakso lah, Yah. Vina mau berjualan bakso aja di rumah, Yah. Vina sudah resign tadi sore."
"Apa? Kami resign, Vin? Astaga, Nak, bagaimana kehidupan kita nantinya? Kamu bekerja saja, kita masih Senen Kemis begini. Bagaimana kalau kamu menganggur? Aduh gustiii..."
Apa boleh buat. Ibunya sudah mendengarnya. Ia akan menceritakan semuanya. Namun Ia juga akan mengungkapkan niatnya yang ingin berjualan. Semoga saja ibunya bisa mengerti, dan syukur-syukur mendukung idenya. Pokoknya bissmillah sajalah. Ia yakin, niat baik pasti akan dimudahkan oleh Allah, Insya Allah.