Keesokan hari tepat saat ayam baru berkoko. Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. telah kembali ke kediaman megahnya bersama istri dan dua putri yang paling dicintai. Berharap mendapati bahwa semua tetap baik-baik saja setelah ia lakukan hal “terpuji”. Yaitu dengan melakukan ritual “penghormatan” terhadap para roh leluhur keluarga. Yang ia dapat malah fakta tidak terduga.
“Tuan Muda Gio tidak ada di dalam kamarnya, Tuan Besar,” beritahu seorang pelayan berjenis kelamin laki-laki. Seraya sedikit membungkukkan tubuh. Berharap sikap sopan paling tidak mampu menentramkan perasaan sang majikan. Yang saat ini pasti sedang campur aduk tidak karuan.
Benar saja. Kedua kelopak mata Gio Sr. terbelalak tanpa suara. Ia tak begitu percaya dengan yang baru saja didengarnya. ”Bagaimana bisa??!!” tanyanya seraya mendirikan tubuh. Melangkah cepat menuju kamar si bujang pertama.
Braak. Pintu ia buka. Banting tepatnya. Menyaksikan bagaimana hanya ada sebuah ruangan lembab, pengap, beraroma kurang sedap juga cukup kotor di sana.
”Di mana anak itu?” tanya pria tersebut saat sudah mampu mulai menenangkan diri. Tapi, sekujur tubuhnya masih kelu. Masih tak kuasa membayangkan bagaimana semua bisa terjadi. Atau jangan-jangan, batinnya mulai menaruh rasa curiga.
Laki-laki pelayan yang berdiri di sisinya melaporkan, “Kami sudah memeriksa rekaman kamera pengawas selama Anda tidak ada di kediaman ini. Tapi, mungkin yang akan saya katakan cukup sulit untuk dicerna akal sehat. Apa Anda ingin langsung menyaksikannya saja?” ia menawarkan.
Gio Sr. masih berusaha mengatur napas. Hhh hhh hhh. Tanpa melontarkan kata apa pun melangkah di belakang pelayan berseragam safari itu. Untuk menuju ruangan kamera pengawas.
*
Ia kerjapkan mata kala merasa mulai mendapat guyuran cahaya di kelopaknya. Ketika ia putuskan membuka kedua kelopak secara penuh. Ia hanya bisa terdiam tak percaya. Saat menyaksikan tubuh setengah telanjangnya tengah berbaring di dalam suatu ruangan kotor. Seperti telah lama ditinggalkan. Gio tak bisa mengucapkan sepatah kata pun akibat terlalu syok. Langsung bergegas mencari jalan keluar.
Di luar ia tak ada bedanya dengan orang tidak waras. Hanya mengenakan kolor pendek. Berjalan tanpa arah tujuan dengan tatapan mata kebingungan.
Di dalam kepala Gio...
Apa ini? Apa ini? Apa ini? Kenapa ada begitu banyak orang? Aku sangat ingat kalau, ia terus berusaha mengingat-ingat, tadi malam di sekitar sini sangat sepi. Lagipula di mana barang-barangku?
Bukankah aku sudah berhasil bebas?
“TUAN MUDA GIO!!!” teriak seorang pria yang baru turun dari sebuah mobil mewah. Segera melangkah cepat ke arahnya. Pria itu melepas blazer seragam supir yang ia kenakan dan dililitkan untuk menutup tubuh bugil sang anak majikan. Ia papah Gio yang bertatapan mata kosong ke dalam kendaraan.
Melaju kembali menuju kediaman Tuan Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. Suatu tempat di mana semua "berasal" untuk pemuda menyedihkan itu.
*
Setelah sekujur tubuhnya yang yang menyedihkan dan tidak tampak seperti anak orang berada itu dibersihkan dan diberi makanan hangat serta suplemen nutrisi berbentuk kapsul. Giorsal Dhika Jr. harus siap menghadiri ”peradilan” yang dipimpin oleh sang papa sendiri. Kesadaran pemuda itu sendiri belum sepenuhnya kembali. Tentang berbagai macam hal yang telah terjadi kemarin. Saat ia akhirnya mendapat kesempatan untuk meninggalkan kediaman Gio Sr. Dan menempuh hidup baru penuh kebebasan serta kebahagiaan.
Namun, kegelapan masih belum terlihat akan meninggalkan jalan hidup pemuda itu.
”Jadi, bagaimana cerita kamu bisa keluar dari rumah ini? Dari kamar kamu sendiri saja dulu, deh,” tanya Gio Sr. serius. Hanya ada ia dan putranya di dalam ruang keluarga. Sepasang papa dan putra yang saling berhadapan. Dengan kepentingan mereka masing-masing.
“Bukankah ada hal lain yang harus terlebih dahulu Papa jelaskan?” respon Gio. Bukannya menjawab malah seperti melancarkan tantangan.
Hal yang sangat Gio Sr. tidak sukai. Tidak seharusnya seorang putra bersikap seperti itu pada orang tuanya. Namun, untuk kali ini ia akan berusaha memaafkan. Ada hal yang jauh lebih penting timbang sekadar emosi yang dikedepankan. ”Tidak ada yang perlu saya jelaskan. Kalaupun ada itu akan jadi topik selanjutnya yang kita bahas. Kita tidak akan melangkah dari pembicaraan ini sampai kamu menjelaskan bagaimana bisa keluar dari kamar dan rumah.” Pria itu menyilangkan kedua tangan di d**a. Menyenderkan punggung dengan tampang angkuh.
Hhh. Gio menghela nafas tanpa suara. Ada banyak hal yang ia pikirkan. Ia khawatir pada keselamatan pelayan perempuan yang telah membantunya. Ia juga khawatir akan dianggap sebagai orang tidak waras. Karena “mengalami” hal seperti “itu”. Ditambah lagi ditemukan oleh supirnya dalam keadaan nyaris telanjang bulat di tengah jalan.
Orang waras macam apa yang akan mempercayai cerita seperti itu?
“GIORSAL JUNIOR!” teriak Gio Sr. mulai naik pitam. Masalahnya… Masalahnya ini berhubungan dengan hal yang sangat penting. Ia tidak boleh bertindak gegabah!
”Aku tidak begitu ingat,” jawab Gio pada akhirnya. Menemukan jawaban paling ”ideal” yang bisa ia ucapkan saat ini. Mungkin di masa depan nanti ia akan mengatakan yang sesungguhnya. Namun, tidak sekarang. Karena saat ini kepalanya sendiri masih sangat pusing.
”JANGAN BOHONG!” BRAAK! Ia berteriak seraya mendaratkan tamparan di permukaan meja hadapan mereka berdua.
Bukannya takut dan menjawab. Gio malah memalingkan wajah seolah tidak peduli. Balik bertanya, ”Bagaimana bisa Papa berpikir bahwa aku sedang tidak mengatakan yang sejujurnya?”
Gio Sr. mendirikan tubuh. Dengan raut murka menghampiri sang putra dan mencengkram rahangnya. ”Saya bersumpah akan mematahkan kedua tangan dan kaki kamu agar tidak bisa keluar lagi dari sini kalau tetap memilih diam. Apa yang sudah terjadi? Cepat jawab!” tanya pria itu lagi.
Glek. Gio hanya bisa menenggak ludah. Dengan d**a berdebar hebat. Ia tak lagi ingin sesumbar kala menghadapi sang papa seperti yang sudah-sudah. Ia bisa merasakan keseriusan dari intonasi yang pria itu gunakan. Ia pun menjawab, ”Ada seorang pelayan perempuan. Yang telah membantu aku keluar dari kamar. Dia juga bilang kalau Papa sedang…”
”Masuk!” teriak Gio Sr. tiba-tiba. Memotong cerita sang putra. Memerintahkan orang-orang yang ada di luar untuk bergabung dengan mereka.
Cklek. Pintu ruangan terbuka. Sekitar dua belas orang pelayan yang terdiri dari pria dan wanita melangkah masuk dengan menundukkan kepala. Memasang raut hormat pada sang majikan dan putranya.
”Yang mana pelayan yang telah membantu kamu keluar dari kamar?” tanya Gio Sr. keras.
DEG. Belum usai kegundahan akibat semua hal yang baru saja ia alami. Kini kegundahan itu malah muncul kembali. Bahkan malah jauh lebih menggebu. B, Bagaimana bisa? Ia dirikan tubuhnya tergesa. Menghampiri satu demi satu pelayan yang bekerja untuk kediaman Giorsal Sr. Terdiri dari tujuh orang perempuan. Dan lima orang lelaki. Yang mana dari ketujuh perempuan itu. Tak ada satu pun yang memiliki wajah pelayan yang kemarin menolongnya!
“A, Apa hanya mereka yang perempuan? Bukankah ada satu lagi? Yang punya rambut panjang berwarna sedikit kecoklatan. Wajahnya teduh dan penuh perhatian. Bibirnya berukuran sedang. Memiliki tinggi tubuh sekitar…” Gio berusaha menjelaskan. Sambil sekali dua kali mengembalikan pandangan pada para pelayan perempuan di sisinya. Yang tampak khawatir serta ketakutan. Tengah dituding telah membantu anak yang sedang dihukum melakukan pelarian.
“Tidak ada pelayan berjenis kelamin perempuan dengan ciri seperti yang baru saja kamu sebutkan, Giorsal,” potong Gio Sr. dengan tampang datar. Ia sendiri masih berusaha memahami apa yang sebenarnya telah sang putra alami.
Apakah itu berhubungan dengan… AMIT-AMIT JABANG BAYI!
Gio jadi semakin kalut. Sudahlah kemarin ia mengalami kengerian karena seperti baru saja terdampar ke dunia lain yang tidak ada orangnya. Sekarang pun ia harus berhadapan dengan fakta bahwa sosok wanita yang telah menolongnya…
Bukan manusia? Tidak pernah ada? Atau hanya sekadar imajinasi belaka? Tapi, bagaimana bisa imajinasi melakukan hal seperti itu?
”Tapi, hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Lantas siapa dia?” tanya Gio Jr. pada Gio Sr.
Gio Sr. menggigit bibir sendiri. Menatap pemandangan di luar jendela yang tampak mendung. Semendung situasi di dalam ruangan kini. Putra di hadapannya terlihat sangat terpukul dengan apa yang telah ia alami.
Baru saja beberapa waktu lalu. Saat Gio Sr. ditunjukkan rekaman kamera pengawas…
Ssshh!
Apa yang sebenarnya terjadi?
Apa yang sebenarnya terjadi di atas dunia jauh lebih tidak terduga dari apa yang para manusia bisa bayangkan dalam hati mereka. Karena itu...