Hati Yang Curiga Sudah hampir dua minggu ini Diraga mulai intens bertemu dengan anaknya Darryl setiap hari. Ia selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kediaman Sari untuk bertemu Darryl sesaat. Walau awalnya terasa berat mendengarkan ucapan suaminya bahwa hari itu ia akan mampir bertemu anaknya, lama-lama Bening mulai terbiasa dan bisa mengendalikan perasaannya. Ketika ia mulai ikhlas, semuanya mulai terasa lebih ringan. Seperti pagi ini, saat mereka tengah sarapan bersama Diraga memberitahu bahwa ia akan mampir untuk menjemput Darryl dan mengantarnya ke sekolah milik Sarah. “Setelah dari sana aku akan ke kantor mbak Mariska, apa kamu tak mau menunggu sebentar agar kita bisa berangkat bersama?” tanya Diraga sambil merapikan isi tas laptopnya. “Wah, aku bisa terlambat sampai di kant

