Dikta terus meyakinkan kalau foto yang dikirimnya itu benar adanya. Namun, tidak semudah itu aku mempercayainya. Aku bukan orang bodoh yang langsung mempercayai ucapannya begitu saja. Bisa saja dia memfitnah Fero, 'kan? Dia punya alasan untuk melakukan itu. Kalau itu benar adanya, Dikta sungguh keterlaluan. Aku kembali ke kantor dengan perasaan kesal. Aku tidak habis pikir dengan apa yang dilakuin Dikta. Aku percaya jika Fero tidak mungkin bermain di belakangku. Begitu keluar dari lift, ada Fero yang berdiri dihadapanku persis. Mukanya terlihat nelangsa. "Kamu masih marah sama aku?" Melihat aku yang diam saja, Fero menghela napasnya. "Ya udah, nanti aja kita bahas. Pulang bareng sama aku, ya? Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat." "Aku bawa mobil hari ini," balasku. "Aku anterin kamu